38. Aku, Kamu dan Hujan Sore Itu

101 9 0
                                    

Masih ada yang nungguin aku update, kan? Jangan bosen2 ya baca cerita ini🌹

Selamat membaca, semoga suka💐

Naya terperanjat kaget saat sebuah tangan tiba-tiba menutup kedua matanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Naya terperanjat kaget saat sebuah tangan tiba-tiba menutup kedua matanya. Naya meraba tangan itu, ia sangat familiar dengan bentuk jari si empu. Bahkan hanya dengan mengendus aroma tubuh si pelaku pun ia sudah tahu tanpa harus melihat wajahnya.

"Ayo tebak, aku siapa?"

Naya mengulum senyumnya, ia benar-benar tidak habis pikir dengan kekasihnya.

"Najendra?"

Terdengar desahan napas panjang dari si pemilik nama. Jendra kemudian menarik kembali tangannya dan melompat, mengambil duduk di sebelah Naya.

"Ah, nggak asik, kirain tadi nggak bisa nebak," keluh Jendra sambil memajukan bibirnya membuat Naya terkekeh pelan.

Jendra membenarkan posisi duduknya lebih dekat pada Naya hingga tak menciptakan jarak antar keduanya.

"Sayang ...," panggil Jendra, matanya menatap sang kekasih dengan lekat.

Naya menoleh dengan ekspresi seolah bertanya kenapa?

"Apa ada sesuatu yang menggangu perasaan kamu?" tanya Jendra. "Kata Cakra, kamu dari tadi sendirian di sini. Kamu lagi ada masalah?" imbuhnya lagi.

Naya menarik napas sejenak, ia tidak langsung menjawab pertanyaan Jendra. Ada jeda beberapa detik untuk Jendra mendengar jawaban kekasihnya.

"Aku mimpi mama lagi," ungkap Naya pelan. "Di saat yang bersamaan, kak Gara masuk ke kamar dan denger semuanya. Kak Gara marah sama aku karena mimpi itu. Dia bilang aku harus lupain mama, aku gak boleh kangen ataupun mimpiin mama lagi." Suara Naya semakin lirih. Mata indahnya mulai berkaca-kaca, menciptakan kristal bening yang menumpuk di ujung mata.

"Kapan kamu mimpiin mama?"

"Semalem." Naya mengusap pipinya saat air mata mengalir di sana. "Seandainya kak Gara tau, kalo aku juga gak mau mimpiin mama lagi. Aku gak mau terus-terusan kangen dan nangisin mama. Aku pengen lupa, Na. Aku pengen lupa sama kejadian itu," ujar Naya terisak. Ia seolah tidak peduli dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.

Jendra tertegun melihat gadis kesayangannya menangis di depannya. Ia lantas mengusap wajah Naya. Tatapannya yang lembut memandang kedua mata Naya dengan dalam.

"It's okay. Aku ngerti perasaan kamu. Aku gak mau bela siapa-siapa. Karena aku tau, gak cuma kamu yang sakit karena kejadian itu, tapi kak Gara juga. Tapi mungkin luka yang kak Gara punya jauh lebih besar dan dalam dari luka kamu. Makanya dia sampe bertindak dan ngomong kayak gitu ke kamu," tutur Jendra menenangkan perasaan Naya yang sedang kalut.

"Intinya kamu dan kak Gara sama-sama sakit. Hanya saja cara kalian mengekspresikan sakit itu yang berbeda-beda. Kita tau gimana sifat kak Gara, jadi aku harap kita saling mengerti aja."

Burung Kertas untuk NayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang