08. Ngaret

180 70 8
                                    

"Lama banget dah si gendut! Kita cuma mau ke warkop doang bukan ke luar negeri!" Dari tadi bibir Danish tak henti-hentinya menggerutu sesekali mengumpati Cakra yang batang hidungnya belum juga kelihatan sampai sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lama banget dah si gendut! Kita cuma mau ke warkop doang bukan ke luar negeri!" Dari tadi bibir Danish tak henti-hentinya menggerutu sesekali mengumpati Cakra yang batang hidungnya belum juga kelihatan sampai sekarang.

Malam ini sebelum mereka pergi ke warkop Tejo yang sudah direncanakan, kini Arthur dan Danish telah sampai di rumah Jendra. Mereka berkumpul lebih dulu di rumah Jendra sesuai perintah Danish saat di sekolah tadi. Biar bareng katanya. Tapi ini sudah lebih dari dua puluh menit setelah Arthur menelepon Cakra tapi tanda-tanda laki-laki itu akan datang belum juga terlihat.

Jendra berjalan keluar rumah, menghampiri dua sahabatnya yang sedang duduk di teras. Danish misuh-misuh sendiri sesekali menghubungi nomor Cakra. Sedangkan Arthur hanya diam melihat sahabatnya yang ngomel-ngomel. Arthur bertanya dalam hati, apa si pendek itu tidak lelah berbicara terus?

"Belum dateng juga tuh bocah?" Pertanyaan tiba-tiba dari Jendra lantas membuat Arthur terperanjat kaget. Ia mendesah pelan seraya mengusap dadanya.

"Ngagetin aja lo!" dengus Arthur melempar tatapan elang pada Jendra.

Jendra tertawa renyah. "Makanya jangan ngelamun, kesurupan ntar lo!"

"Emang tai ya si Cakra, nomor gue di blokir anjir!" umpat Danish ketika Cakra memblokir nomor WhatsApp-nya.

"Makanya Dan jangan ditelponin terus tuh anak," sahut Jendra yang kini ikut duduk di samping Arthur.

Mama Na melangkah keluar, berdiri di bibir pintu menatap Jendra dan dua anak laki-laki yang sudah sangat dia kenal.

"Loh belum berangkat juga?" tanya Mama Na dengan alis bertaut.

Arthur menggeleng kecil.

"Belum Tante, kami nungguin Cakra tapi belum dateng-dateng juga," sahut Danish memandang wanita dengan paras anggun di depannya.

"Mending masuk dulu, kita tunggu di dalam aja. Di sini dingin nanti masuk angin loh," ajak mama Na begitu perhatian.

"Gak usah Tan. Badan kita udah kebal kalo cuma masuk angin doang mah," balas Danish bercanda membuat mama dari sahabatnya itu tertawa kecil.

"Yaudah kalo gitu. Oh iya, mama jadi pergi ke Incheon bulan depan, Thur?" Mama Na bertanya pada Arthur yang duduk bersandar di pilar teras.

Arthur mengangkat bahunya sekilas. "Gak tau Ma. Arthur belum nanya lagi pas mama bilang mau ke Incheon waktu itu," jawab Arthur.

Ya benar, Arthur memanggil mama Na dengan sebutan mama. Pun sama dengan Jendra yang memanggil mama Arthur dengan sebutan mama juga. Mereka berdua merupakan saudara sepupu. Hubungan antar keduanya memang sangat dekat, tak heran jika mereka saling memanggil dengan sebutan papa dan mama.

Mama Na membulatkan mulutnya sambil mengangguk-anggukkan kepala. "Oh gitu ya ...."

"Kenapa memangnya, Ma?"

Burung Kertas untuk NayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang