Katanya, jika kita berhasil membuat 1000 burung kertas, satu keinginan kita akan terwujud. Namun, apakah hal itu juga berlaku untuk Jendra?
Jendra hanya memiliki satu permohonan kepada Tuhan: ia ingin diberi kesempatan kedua untuk membahagiakan Naya...
Hiiii! Long time no see:( Kangen banget sama notif pembaca. Kangen update juga. Semoga kalian gak lupa sama alurnya, ya hehe. Kalo lupa, mending baca ulang ahahaha
Semoga part ini bisa mengobati kerinduan kalian sama cerita ini❤️
Selamat membaca. Semoga suka❤️❤️
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Naya celingak-celinguk mencari keberadaan Jendra. Ia melangkah lebih dekat ke arah lapangan. Di mana ada beberapa siswa laki-laki yang sedang bermain basket di jam istirahat kedua.
Sudut bibir Naya tanpa sadar terangkat saat mendapati sosok yang dia cari berada di antara siswa-siswa tersebut. Jendra terlihat sangat keren dengan seragam basket yang dia gunakan sekarang. Tak heran jika ada beberapa siswi lain di sekolah ini yang menyukai Jendra selain dirinya.
Naya menggenggam erat sebotol minuman dingin yang dia beli di kantin. Ia berjalan ke tepi lapangan, duduk di bangku semen yang ada di sana sembari memperhatikan sang kekasih yang masih asyik bermain.
"Lempar, Jend!"
"Alah, goblok!" Bola basket yang dilemparkan Jendra melayang terlalu jauh dan jatuh di dekat kaki Naya.
Naya ingin mengambilnya, tapi Cakra lebih dulu merampas bola itu. Cakra menyapa dengan genit tak lupa kedipan maut andalannya. "Hai, cantik."
Naya hanya tersenyum kecil melihat tingkah Cakra. Karena hal itu juga Jendra akhirnya menyadari jika ada kekasihnya di sana. Jendra langsung berlari kecil menepi menghampiri Naya.
Senyum di wajah Naya semakin lebar. Namun, luntur dalam sekejap saat Jendra bersuara. Wajah sumringah itu langsung pias.
"Kenapa di sini?"
"Kenapa di sini?" Kalimat itu terus berulang di kepala Naya. Entah mengapa itu terdengar sangat menyakitkan. Apa Jendra tidak ingin melihat dirinya? Apa Jendra sudah membencinya?
"Harusnya kamu jangan duduk di sini, sayang. Di sini panas. Ayo, cari tempat teduh." Jendra melanjutkan ucapannya. Ia menarik tangan Naya, berniat mengajaknya untuk pindah. Akan tetapi, Naya hanya bergeming. Membuat Jendra mengernyitkan dahi bingung.
"Sayang? Kenapa diem? Ayo." Jendra bersuara lagi.
Naya terdiam, memandang wajah Jendra yang dipenuhi keringat.
"Enggak kok, Na. Di sini nggak panas," dalihnya.
"Gak panas apanya? Tuh, liat! Yang lain pada minggir tapi kamu malah duduk di sini sendirian."
Naya mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Benar saja, hanya dia yang duduk panas-panasan di pinggir lapangan. Sementara yang lain memilih duduk di depan kelas mereka.
"Na ...," panggil Naya pelan.
"Hm?" Jendra kini ikut duduk bersama Naya.
"Aku mau ngomong sesuatu sama kamu," ucap gadis berkuncir kuda itu.