09. Warkop Tejo

161 56 4
                                    

Beberapa menit setelah menekan bel, akhirnya pintu kayu itupun dibuka dari dalam menampilkan salah satu penghuni rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa menit setelah menekan bel, akhirnya pintu kayu itupun dibuka dari dalam menampilkan salah satu penghuni rumah. Objek pertama yang dia lihat adalah seorang laki-laki yang berdiri menenteng sebuah paper bag titipan sang mama.

Orang itu yang tak lain adalah Gara kontan mendengus melihat kehadiran Jendra. "Ngapain ke sini?" tanyanya tak suka.

"Suka-suka gue lah mau ngapain," balas Jendra sewot. "Naya mana?" lanjutnya bertanya.

"Kenapa nyari yang gak ada?"

Jendra mendesis pelan, ia menatap dongkol pada Gara yang berdiri angkuh di depannya. "Kalo udah ada ngapain dicari?" balas Jendra skakmat membuat Gara langsung terdiam seribu bahasa.

"Naya! Dicariin bocah dakjal nih!" teriak Gara dari ambang pintu utama. Laki-laki yang terkenal dengan mulut ceplas-ceplosnya itu melengos masuk ke dalam rumah tanpa memperdulikan ucapannya yang membuat Jendra mengumpat dalam hati.

Asu!

"Itu siapa?" Cakra berbisik pada Jendra ketika ia melihat seorang remaja laki-laki sedang duduk lesehan di ruang tamu.

"Mana gue tau!" balas Jendra ketus.

"Jangan-jangan selingkuhannya Naya?"

Kontan Jendra memukul kepala Cakra membuat laki-laki itu mengaduh kesakitan. Mana mungkin Naya menduakan cintanya. Jendra tau Naya bukan orang yang dengan gampangnya memainkan perasaan orang lain.

"Mana mau Naya sama bocah bau minyak telon kayak dia," kata Jendra sambil terus memandangi gerak-gerik remaja yang Jendra perkirakan seumuran dengan Kara, adik dari kekasihnya.

"Aku denger ya, Kak." Remaja laki-laki yang sedang mereka bicarakan menyahut dengan nada datar.

Cakra terbelalak, mulutnya menganga. "Anjir, kok dia bisa denger?!" ucapnya terkejut. Pasalnya Jendra dan Cakra berdiri di depan pintu utama yang mana jaraknya tidak cukup jauh. Dari tempatnya berdiri sekarang mereka bisa dengan jelas melihat apapun yang ada di ruang tamu. Termasuk remaja laki-laki yang terlihat tengah mengerjakan tugasnya bersama tumpukan buku-buku tebal di depannya.

Jendra mengedikkan bahunya acuh. "Ya bagus deh. Berarti kuping lo masih berfungsi dengan baik," jawab Jendra sinis.

"Aura-aura orang tajir kayaknya tuh bocah." Perkataan Cakra kontan membuat Jendra berdecih tidak suka.

"Sekalipun tajir juga gue jabanin Naya kaga mau sama tuh bocah minyak telon! Lagian juga cakepan gue ke mana-mana," kata Jendra dengan kepercayaan diri yang tinggi.

Burung Kertas untuk NayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang