PROLOG

244 19 3
                                    

Tidak ada yang lebih disukai dari anak remaja selain kebebasan. Layaknya kupu-kupu yang terbang bebas menjelajahi setiap tempat. Begitu juga yang diinginkan oleh mereka.

Persis di bagian pojok kiri bar, tampak seorang gadis duduk sendirian dengan sebatang rokok yang terselip di antara dua jarinya. Ia begitu menikmati momen ini—momen menuju kehancuran dirinya sendiri. Ah, tidak-tidak, dirinya sudah lama hancur. Bahkan, sebelum datang ke tempat laknat ini.

Begitu banyak sepasang manusia yang melakukan hal menjijikkan di depan matanya, tetapi seorang Lakuna selalu menanam prinsip untuk tidak melewati batas.

"Hai, Nona," sapa seorang laki-laki mengerlingkan kedua matanya. Menatap Lakuna penuh goda—alangkah cantik gadis di hadapannya sekarang, batinnya berpikir liar. "Mau berdansa denganku?" tanyanya menawarkan diri dengan tangan kanan yang disodorkan ke Lana.

"Fyiuh," hembus Lana dengan sengaja menghembuskan asap rokok tepat di depan wajah lawan bicaranya. "Lo kira, gue mau sama cowok modelan kayak lo," tolaknya tersenyum miring lalu mengambil tas kecilnya—berniat meninggalkan tempat penatnya kala suara ponselnya terus berbunyi nyaring.

"Shit!" makinya tak terima dengan penolakan yang baru saja diterima. Tanpa izin laki-laki itu menarik pergelangan tangan Lana. "Sampai saat ini tidak ada satu pun yang menolakku, Nona," ungkapnya menekan genggamannya hingga sedikit terdengar suara ringisan dari bibir mungil Lana.

"Anjing! Lepasin gue!" Lana memberontak sekuat tenaga. Gadis dengan rambut tergerai itu menatap ke kiri dan kanan. Semua sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Siapa yang bisa ia minta tolongi?

Laki-laki itu tertawa penuh kemenangan. Melihat adanya guratan ketakutan dari kedua bola mata hitam itu membuatnya semakin berani.

"Tidak perlu waktu yang panjang, aku hanya ingin mencoba bibir manismu, Nona."

Mendengar itu Lana semakin panik, tetapi mencoba untuk terlihat biasa saja. Seketika ia mendapat ide gila, kepalanya tertunduk, menggigit kuat tangan kekar itu hingga suara erangan kesakitan terdengar jelas.

"ARGH!" Sial, Lana terjebak. Rambut hitam panjangnya ditarik begitu kencang. Dalam hati ia terus memaki laki-laki gila ini.

Bugh.

Prang.

Seketika suara yang memenuhi ruangan ini pun dimatikan secara mendadak. Kejadian yang begitu cepat itu mampu menarik perhatian semua orang. Begitu juga dengan Lakuna yang menutup mulutnya tak percaya. Tepat di depan matanya, laki-laki yang mengusik ketenangannya itu terkapar di atas lantai. Hantaman kuat itu pasti membuat tulang-tulangnya retak. Bayangkan saja, meja yang terbuat dari kaca telah hancur berkeping-keping.

Lana langsung terhenyak saat tangannya ditarik begitu kasar. Laki-laki bertudung hoodie yang menolongnya tadi membawanya ke luar dari bar.

"Kalau gak bisa jaga diri, gak perlu sok buat datang ke tempat ini," makinya membuat Lana mengerjapkan kedua matanya terkejut. Selang beberapa detik, Laki-laki itu membuka tudung hoodie yang menutupi wajahnya.

"Lakuna," ujar Lana memperkenalkan dirinya lebih dulu. Percaya dengan pandangan pertama? Gilanya Lana merasa sangat tertarik dengan laki-laki penolongnya ini.

Lama memandang tangan mulus nan putih itu, hingga balasan diterima Lana. "Basupati," balasnya singkat lalu membuang pandang ke arah lain. Bukannya apa, pakaian yang dikenakan gadis ini sangatlah gila. Wajar saja jika diganggu pengunjung lain.

"Nama lo—unik," jujur Lana menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Tersenyum tulus setelah sekian lama.

"Senang bertemu lo, Ibas."

^•^

Surakarta, 01 Desember 2023

Love Me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang