Lana takut terjadi sesuatu kepada Ayi. Ia juga baru sadar jika pertemuannya di atap cafe kemarin adalah pertemuan terakhir. Ayi tidak pernah lagi datang ke cafe-nya. Bahkan memberi kabar pun tidak. Sungguh, Lana ketakutan sekarang.
Setelah menekan lift dan memilih lantai lima. Lana berhenti di depan pintu apartemen nomor lima ratus sebelas. Semoga saja tidak terjadi apa-apa.
Bel pertama tidak dibuka, begitu juga dengan kedua sampai keenam kalinya. Lana tetap berdiri di depan pintu apartemen Ayi. Tidak ada pilihan lain, ia memilih untuk menekan kata sandi saja.
"Lima satu dua tiga tujuh delapan," gumam Lana mengingat kata sandi yang lama.
Ceklek.
Pintu otomatis terbuka, Lana terpaku untuk beberapa saat. Bukankah Naya mengatakan jika Ayi mengganti kata sandi apartemennya?
"Dasar pembohong."
Tanpa berlama-lama, Lana segera masuk ke dalam. Pemandangan pertama yang dilihatnya adalah apartemen Ayi yang bersih dan rapi. Apa pengobatan Ayi berjalan lancar dan semakin membaik?
"Ay, ini gue, Lana. Lo ada di mana?" Lana terus menyusuri apartemen Ayi. Terdengar sunyi dan sepi. Seolah tidak berpenghuni. Ke mana perginya Ayi?
Lana mengerutkan dahinya saat melihat kamar Ayi yang tampak berantakan. Baju berserakan di mana-mana, juga seprai yang tampak kusut. Kedua matanya pun membola kala melihat cermin yang sudah hancur berkeping-keping.
"Please, Ay. Jangan buat gue khawatir," pinta Lana berjalan cepat menyusuri setiap inci kamar Ayi. Siapa tahu ia mendapat petunjuk. Namun, matanya melihat sesuatu di atas meja belajar Ayi.
Foto Naya.
"Kenapa ada foto Naya?" tanya Lana merasa kebingungan. Ternyata tak hanya foto, dibalik itu juga ada dokumen-dokumen yang harus membuat Lana membaca dengan teliti.
"Operasi plastik?"
Sungguh, Lana tercengang di tempatnya. Benar-benar tidak berekspektasi akan mendapat kejutan di apartemen Ayi. Jadi, ini rahasia besarnya. Baiklah, Lana memiliki kartu AS seseorang.
Teringat tujuan awal, Lana kembali mencari Ayi. Sorot mata kirinya tidak sengaja melihat adanya bercak darah yang berceceran di lantai. Detik itu juga ketakutan dan kecemasan Lana semakin menggila.
Secepat kilat ia berjalan mengikuti jejak darah yang mengarah ke kamar mandi. Semoga saja tidak terjadi hal buruk. Ayi tidak sependek itu dalam berpikir.
Ceklek.
"AYI!"
Teriakan histeris itu berasal dari Lana. Ia terkejut melihat pemandangan yang ada di depan matanya sekarang. Air matanya langsung mengalir dengan deras. Bahkan kaki Lana sangat lemas, tak mampu menahan bobot tubuhnya hingga terjatuh di lantai.
Tepat di depan mata Lana, Ayi tidak sadarkan diri di dalam bath-up yang sudah berubah warna. Bukan warna jernih layaknya air biasa, tetapi menjadi merah pekat. Rasanya, Lana tidak sanggup untuk melihatnya secara dekat. Namun, dengan penuh keberanian dan harap, ia kembali mendekat.
"Nggak, Ay. Lo gak boleh pergi tinggalin gue," cegah Lana mengecek keadaan Ayi. Ia menarik pergelangan tangan Ayi dan merasakan denyut nadinya. Sayang, Lana tidak merasakan apa-apa. Wajah sahabatnya pun sudah pucat dan bibirnya pun membiru. Sepertinya, Ayi sudah berhari-hari di dalam sini.
"Kenapa lo tinggalin gue, Ay?" Lana menangis kencang sambil memegang pergelangan tangan Ayi. Sedang tangan kirinya mengelus perut ratanya. "Padahal, gue mau cerita banyak sama lo," sambungnya lagi tak kuasa menahan sesak di dada.
![](https://img.wattpad.com/cover/357309593-288-k384124.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me [END]
Teen FictionSiapa di dunia ini yang tidak ingin dicintai? Baik Lana, Ibas, Naya, Rawi, juga dengan Ayi. Mereka sangat ingin dicintai hingga keegoisan menguasai segalanya. Lana mengira jika dirinya adalah peran utama dalam cerita ini, tetapi gilanya ia adalah p...