Seperti camping pada umumnya. Kegiatan di hari kedua ini adalah mengumpulkan bintang yang tersebar di area hutan. Setiap kelompok wajib menemukan sebanyak sepuluh bintang—sesuai dengan tanggal ulang tahun sekolah mereka.
"Yes! Kita satu kelompok!" seru Naya bersemangat kala nama mereka disebut. Tidak hanya mereka bertiga. Ada Ibas, Rawi, juga Dev dari kelas IPS.
Tidak hanya Naya yang berbahagia, Ayi dan Lana pun juga merasakan hal yang sama. Apalagi Lana yang satu kelompok bersama Ibas.
"Kamu harus pegang tangan aku terus pokoknya!" perintah mutlak dari Ibas yang artinya tidak boleh dibantah. Tanpa harus dipaksa pun Lana setuju-setuju saja.
Lana berjinjit, mencium pipi kanan Ibas di hadapan Naya, Ayi, Rawi, juga Dev, dan sebagian murid SMA Merah Putih yang tak sengaja melihat pemandangan itu.
"Harus, nanti kalau aku capek, kamu mau gendong, kan?" tanya Lana tersenyum penuh harap. Pertanyaannya pun langsung disetujui oleh Ibas.
"Tentu, sayang."
Keduanya tampak sangat mesra dan saling mencintai. Bagi siapa pun yang melihatnya akan ikut merasa senang, tetapi tidak dengan sosok yang melihat semuanya dari awal. Wajahnya berubah menjadi datar, tidak seperti biasanya, namun sebisa mungkin ia terlihat biasa saja agar tidak ada yang curiga.
"Ayo, anak-anak silakan mulai pencariannya. Waktu permainan hanya tiga puluh menit dan dimulai dari sekarang!"
^•^
"Itu ada bintang!"
"Di sana juga ada!"
"Itu!"
Ayi berdecak sebal mendengarnya. "Lo jangan cuma sekadar ngomong dong, Nay! Tuh, lihat Lana yang juga ikut ngambil bintangnya."
"Jadi cewek jangan menye-menye," sindir Dev yang sedang berusaha menggapai bintang yang terselip di antara ranting pohon. Astaga, kenapa ini tinggi sekali?
Kalimat sindiran itu sukses membuat Naya merasa sakit hati. Ia pun berjalan mendekati Lana yang terus meloncat-loncat.
"Biar gue aja, Na," cegah Naya menahan ujung baju Lana. Ia ingin membuktikan kepada semua anggota kelompoknya, bahwa dirinya juga bisa seperti Lana.
Lana menoleh ke belakang. "Gak usah, lo diam di sana aja. Gue tahu lo takut ketinggian," tolaknya yang kembali berusaha mencari ide, bagaimana cara agar bisa menggapai bintang itu?
"Gakpapa, gue gak mau jadi penonton doang," kekeh Naya lalu berjinjit untuk menggapai ranting pohon. Sayang, tingginya saja masih di bawah Lana, tentu saja ia juga mengalami kesulitan.
Melihat usaha sahabatnya yang begitu keras membuat Lana paham betul—Naya si keras kepala.
"Gak bisa, kan? Udah sana aja," titah Lana lagi yang kali ini tidak dipedulikan oleh Naya.
Mata cokelat Naya tidak sengaja melihat batu besar yang berada di samping kiri Lana. Seketika ia tersenyum lebar. Berniat untuk menaiki batu itu agar bisa lebih tinggi.
"Geser dong, Na," pinta Naya mendorong tubuh Lana sedikit kuat. Lana yang ingin memanjat pohon pun terjatuh dalam keadaan tengkurap, hingga tanpa sengaja kakinya menendang batu yang sedang dinaiki oleh Naya.
"Argh!" Suara pekikan itu berasal dari Naya yang terjungkal masuk ke dalam jurang. Semua yang ada di sana terkejut, begitu juga dengan Lana. Ia ingin berdiri, tetapi rasa sakit di bagian kaki dan perutnya pun membuatnya kesulitan.
"NAYA!"
Sedang Ibas dan Rawi yang sibuk mengambil bintang di pohon sebelah pun terkejut. Naya sudah terguling di bawah sana.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me [END]
Roman pour AdolescentsSiapa di dunia ini yang tidak ingin dicintai? Baik Lana, Ibas, Naya, Rawi, juga dengan Ayi. Mereka sangat ingin dicintai hingga keegoisan menguasai segalanya. Lana mengira jika dirinya adalah peran utama dalam cerita ini, tetapi gilanya ia adalah p...