Pagi ini kelas XI MIPA 3 dihebohkan dengan bau busuk yang berasal dari satu tempat. Banyak dari mereka yang berbisik-bisik bahkan terang-terangan membicarakan tokoh utama dari yang dibicarakan.
"Nah, ini dia udah datang," sindir salah satu dari mereka yang melihat kedatangan Ayi.
Ayi yang baru saja masuk pun menatap bingung. Ada apa? Batinnya.
"Lo udah gak buang sampah selama berapa tahun, Ay?" tanya mereka menatap Ayi dengan jijik. "Berkat kelakuan kotor lo itu, kelas kita jadi bau bangkai!"
Seketika jantung Ayi berdetak tak karuan. Kedua matanya menatap lantai kelas yang dipenuhi dengan sampah-sampah. Pintu lokernya pun sudah terbuka dan banyak lalat yang mendekat, juga ada kecoa.
"Gak kebayang gimana jadi Lana yang sebangku sama dia," ejek salah satu dari mereka. "Pantas aja muka sama badan lo gak terawat, Ay. Loker sama kolong meja lo aja penuh sampah."
"Ini ada apa?" Naya membelah kerumunan. Ia menatap mereka bingung sekaligus meminta penjelasan. "Kok, banyak sampah gini, sih?"
Salah satu siswi berambut pendek menyahut, "ini semua gara-gara sahabat lo. Masa sampah makanan gak pernah dibuang?"
Terlihat Ayi yang hanya diam dengan kepala menunduk. Sungguh, ia merasa sangat dipermalukan sekarang.
"Stop, biar gue aja yang beresin," lerai Naya yang langsung menatap tatapan bingung dari mereka. "Maafin kelakuan Ayi, ya. Dia emang sering lupa buat buang sampah, ini nanti biar gue aja yang beresin sama dia. Kalian ke luar aja."
"Kenapa lo baik banget, sih, Nay?"
"Gila, si Naya masih mau temenan sama Ayi?"
"Kalau gue jadi Naya dan Lana, udah ogah temenan sama cewek jorok kayak dia."
"Heh, udah, ya. Namanya manusia, pasti pernah melakukan kesalahan, kan?" Naya berusaha untuk melerai agar tidak terjadi keributan. "Lagian, kan, dia naruhnya di tempatnya sendiri, bukan tempat kalian."
Melihat kepalsuan itu membuat Ayi mengepalkan kedua tangannya. Kenapa mereka semua begitu mudah tertipu dengan wajah polos Naya?
"Udah, bubar sana, biar gue beresin dulu," titah Naya yang langsung dituruti oleh mereka semua. Hingga tersisa dirinya dan Ayi di dalam kelas. Sedang Lana seperti biasa, semenjak membuka cafe, sahabatnya itu sering datang terlambat atau paling tidak, lima menit sebelum bel masuk.
"Gimana?" Naya melipat kedua tangannya di depan dada. Tersenyum puas melihat Ayi yang dipermalukan. "Kita satu sama, kan? Mau rahasia lo aman? Jaga rahasia gue kalau mau hidup damai di sekolah," sambungnya sambil melangkah mengambil sapu yang selalu berada di sudut belakang.
"Anjing!" Ayi sudah mengira jika kejadian ini adalah ulah Naya. Tidak lain, tidak bukan. Tebakannya tidak pernah meleset sedikit pun.
"Gue punya kartu AS lo sekarang," cakap Naya menunjukkan sebuah kertas yang berhasil membuat Ayi bergetar di tempatnya.
Naya, lo lebih busuk dari iblis, ternyata.
^•^
Sejak kejadian tadi pagi, semua teman sekelasnya mulai menjaga jarak dari Ayi. Hal itu tidak luput dari perhatian Lana yang merasa jika ada yang tidak beres. Apalagi melihat Ayi yang tidak seperti biasanya.
"Lo kenapa?" Lana bertanya lebih dulu saat semua teman sekelasnya pergi ke luar kelas. "Lagi ada masalah, ya?"
Ayi menggeleng sebagai jawaban. Naya sudah pergi duluan entah ke mana. Rahasia ini harus ia jaga agar Naya tidak melakukan hal gila lagi.
"Jujur sama gue, Ay," desak Lana tidak suka jika ada rahasia di antara mereka. "Kemarin, lo sama Naya gak ada masalah, kan? Aman-aman aja?"
Ingin sekali Ayi menceritakan semuanya, tetapi melihat kejadian tadi pagi membuatnya harus mengurungkan niatnya. Naya benar-benar licik dengan tampang polosnya.
"Aman, kok, kalau lo gimana?" tanya balik Ayi mengalihkan topik pembicaraan. "Happy jalan sama Ibas?"
"Happy, dong! Makasih, ya, pertolongan lo kemarin." Lana menepuk pundak Ayi dengan senyuman tulus. Begitu juga dengannya. Ayi tidak masalah jika Naya mengetahui rahasianya, tetapi sekarang ia harus lebih berhati-hati.
"Tapi gue gak selamanya bisa bantu lo, Na," ujar Ayi tiba-tiba. "Lo harus berjuang sendiri, kuat sendiri, juga pertahankan apa yang harusnya udah jadi milik lo. Sebab di dunia ini gak semua orang baik."
"Ada banyak manusia yang penuh iri dan dengki. Maka dari itu, jangan mudah percaya sama orang lain, juga jangan menilai dari satu sudut pandang aja."
^•^
Perutnya terus keroncongan sejak tadi, Ayi memaksakan dirinya untuk berani melangkah ke kantin. Tidak peduli dengan tatapan aneh dari murid lain. Pasti kejadian tadi sudah menyebar luas. Ia sudah mengira jika ini akan terjadi.
Kaki Ayi terus melangkah cepat seperti dikejar sosok tak kasat mata. Ia terpaksa pergi seorang diri sebab Lana ingin merokok di rooftop. Kebiasaan buruk temannya itu sangat sulit untuk dirubah.
"Ehh, ada si jorok," ejek teman sekelas Ayi tepat saat Ayi melewati mereka. Sengaja kakinya ia selonjorkan hingga membuat temannya tersandung ke lantai. Sontak suara tawa itu menggema ke penjuru kantin.
"Yahh, gak sengaja," ujarnya dibuat-buat seperti orang yang merasa bersalah. "Bukannya sampah ada di bawah, ya? Diinjak-injak sama orang?"
Mendengar hinaan itu membuat Ayi memejamkan matanya rapat. Kedua tangannya pun bergetar hebat, seiring dengan detak jantungnya yang berpacu cepat. Wajahnya pun berubah menjadi panik, juga pucat.
"Muka aja gak terawat, wajar aja dia jorok abis," ejek mereka lagi, disambut tawa oleh yang lain.
Tak tahan mendengar semua hinaan itu, Ayi bangkit dari posisinya dan berlari menjauh dari area kantin. Sekuat mungkin ia menahan tangannya yang terus bergemetar. Tujuannya saat ini adalah toilet.
Brak.
Dengan kasar dan tak sabaran, Ayi berjalan ke arah wastafel. Mencuci tangannya yang terus mengalami tremor.
"Bodoh! Lo bodoh, Ayi!" makinya pada dirinya sendiri. Kegiatan itu terus berlanjut, seolah ia merasa jika dirinya benar-benar kotor dan harus dibersihkan.
Ayi menggosok tangannya dengan kasar. Tak peduli jika setelah ini tangannya akan merasa kebas dan kesakitan. Ia seperti orang yang sedang menyiksa dirinya sendiri dengan mencuci tangan secara brutal.
"Awas aja lo, Naya, keadilan akan selalu berpihak sama orang yang tidak bersalah," gumam Ayi merasa dendam kepada sahabatnya sendiri. Ia harus melakukan cara lain agar Naya tidak semena-mena dengannya.
"Gua akan tunjukin sisi lain."
Terakhir, Ayi mencuci wajahnya berkali-kali. Berharap setelah ini wajahnya tidak kusam lagi seperti yang mereka ucapkan.
"Lo gak boleh jadi pengendali di cerita ini, Naya," tegas Ayi berbicara seorang diri, tetapi seakan ada Naya di dekatnya.
"Gak boleh."
^•^
Surakarta, 28 Desember 2023

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me [END]
Fiksi RemajaSiapa di dunia ini yang tidak ingin dicintai? Baik Lana, Ibas, Naya, Rawi, juga dengan Ayi. Mereka sangat ingin dicintai hingga keegoisan menguasai segalanya. Lana mengira jika dirinya adalah peran utama dalam cerita ini, tetapi gilanya ia adalah p...