47: Penyesalan

114 5 0
                                        

Tidak ada lagi senyuman yang terpatri di wajah Lana. Gadis itu hanya diam dengan tatapan kosong. Untuk apa dirinya hidup jika jiwanya saja sudah lama mati?

"Lana, Papa ada kabar gembira untuk kamu."

Lana menaikkan sebelah alisnya. Suara itu adalah suara Bima. Sebelumnya, ia tak menyangka jika yang selalu ada di saat susah seperti ini adalah orang yang ia benci.

"Ada yang mau donorin matanya buat kamu, sayang. Kamu akan segera sembuh setelah ini," beritahu Bima pada anaknya. Ia memeluk tubuh Lana penuh kasih sayang. "Tolong bertahan sedikit lagi, ya," sambungnya meminta dengan sungguh-sungguh.

Mendengar itu, ada sedikit rasa bahagia yang hinggap dalam diri Lana. Ia seolah mendapatkan harapan untuk kembali bertahan hidup. Namun, tetap saja tidak merubah satu hal. Lana tidak akan bisa punya anak lagi nantinya. Lantas, adakah yang mau menerima kekurangannya?

"Siapa pendonornya?" tanya Lana melepas pelukan sang ayah. "Aku mau ngucapin terima kasih."

"Pendonornya dirahasiakan oleh pihak rumah sakit, sayang, tapi kamu mau tahu, dia gak cuma jadi pendonor kamu. Dia juga mendonorkan semua organ tubuhnya yang masih berfungsi untuk pasien yang membutuhkan."

Lana terpaku mendengarnya. Apa iya ada manusia sebaik itu?

"Dia pasti orang baik," lirih Lana yang tak akan melupakan pendonor itu.

Sedang Bima hanya diam menahan sesak yang ada di dalam dadanya. Bagaimana jika Lana mengetahui siapa pendonor itu? Apa anaknya akan baik-baik saja?

"Pasti, dan dia mau kamu kembali tersenyum. Melanjutkan hidup dengan mengikhlaskan semua yang sudah terjadi, itu pesan terakhir dia buat kamu, Nak."

Terima kasih untuk kesempatan keduanya, Tuhan.

^•^

"Ke mana saja sampai baru hari ini kamu menjenguk Lana?"

Bima menatap Tari sambil berkacak pinggang. Melemparkan tatapan tajamnya. Kesal lantaran Tari yang mengabaikan anak kandungnya sendiri.

"Aku menyesal, Bima. Apa yang terjadi dengan Lana?" Tari berusaha untuk masuk ke ruangan Lana, tetapi Bima segera menahannya. "Aku berhak tahu keadaan anak aku sekarang!"

Darma yang menjadi penonton pun hanya diam. Keduanya memiliki ruang tersendiri, sebab yang diributkan adalah anak kandung mereka.

"Sebentar lagi Lana akan menjalani operasi untuk matanya. Sebelumnya, dia mengalami kebutaan dan keguguran."

"Keguguran?" Tari tersenyum senang mendengarnya. "Baguslah, dia bisa melanjutkan masa depannya yang masih panjang."

"Tapi rahimnya diangkat. Puas kamu?!"

Spontan Tari mengatupkan bibirnya rapat. Terkejut mendengar fakta yang baru saja dilontarkan mantan suaminya.

"Dia menderita di dalam sana, tapi kamu malah gak peduli. Sudahlah, kamu memang bukan sosok ibu yang baik, Tari," maki Bima menatap Tari dengan malas. Lalu mengalihkan tatapannya kepada Darma. "Kalian tega mengusir anak saya. Mulai sekarang, hak asuh Lana jatuh ke tangan saya."

Darma segera menggeleng. "Tidak, biar kami saja yang merawatnya, Bima. Kemarin saya tahu, saya salah, tapi biarkan kami memperbaiki semuanya."

"Biar Lana yang memilih kepada siapa dia berteduh," sahut Jihan yang baru saja tiba usai mengikuti kelas. "Jangan memaksa Lana, dia berhak memilih. Dia juga sudah besar, tahu mana yang baik dan tidak."

Love Me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang