Tepat saat berdiri di depan pintu utama rumahnya. Lana terkejut melihat koper juga tasnya yang tergelak begitu saja. Hawa dingin yang menusuk kulitnya tak lagi ia pedulikan. Hujan pun turun semakin deras.
"Kenapa semua barang gue ada di luar?" Lana meraih kopernya yang tergeletak mengenaskan, juga tas ranselnya. Apa ia baru saja diusir, tetapi apa alasannya?
Tok tok tok.
Lana terus berusaha mengetuk pintu supaya Tari maupun Darma ke luar. Ia butuh penjelasan atas apa yang terjadi.
Ceklek.
"Ma, kenapa barang-barang aku ada di sini?" tanya Lana menuntun penjelasan. "Aku gak diusir, kan?"
"Ini apa?" Tari melempar sesuatu ke hadapan Lana.
Deg.
Sial, Lana lupa membuang plastik sampah yang ada di kamarnya. Ia benar-benar kecolongan sekarang.
"Ma, aku bisa jelasin, ko—
"Gak ada penjelasan apapun lagi, Lana. Mama benar-benar kecewa sama kelakuan kamu, mau ditaruh di mana muka keluarga ini?"
Lagi-lagi pencitraan. Lana benci akan sebuah penilaian yang harus selalu baik di mata orang lain. Padahal, orang-orang itu tidak berkontribusi penting dihidupnya.
"Gara-gara pergaulan kamu yang bebas itu, semuanya jadi rusak. Kamu menghancurkan harapan Ma—
"Ternyata dari dulu maupun sekarang Mama gak akan pernah bisa berubah," potong Lana tanpa mempertahankan sopan santunnya. "Aku kira, permintaan aku di hari ulang tahun kemarin terkabul, nyatanya gak sama sekali."
"Gak usah jadi orang yang paling tersakiti, Lana!"
"NYATANYA MEMANG BEGITU!" Emosi Lana semakin memuncak. Pikirannya kacau, begitu banyak musibah yang menimpanya secara berturut-turut. Ayi meninggal, Ibas lari dari tanggung jawab, juga videonya yang beredar di mana-mana.
"Aku gak akan kehilangan mahkota yang selama ini aku jaga, jika bukan karena perbuatan kalian."
Tari menatap anaknya bingung. Tidak mengerti dengan maksud perkataan Lana.
"Mama tahu siapa pelakunya? Siapa ayah dari kandungan ini? Mama pikir aku mau hamil di saat sekolah aja aku belum selesai," ungkap Lana mengeluarkan semua unek-uneknya.
"Ayah dari kandungan ini adalah anak dari istri barunya papa."
Seketika Tari terdiam mati kutu. Lidahnya terasa kelu saat itu juga. Kenapa takdir anaknya seburuk ini?
"Dia mau balas dendam karena papanya masuk rumah sakit jiwa. Aku yang jadi pelampiasan, Ma. Aku yang jadi tempat karma dari perbuatan kalian!"
"DIAM!" Secepat mungkin Tari menghentikan ucapan Lana yang terdengar melantur. "Sekarang kamu pergi, mulai hari ini, kamu bukan lagi anggota dari keluarga ini."
Lana mengangguk mengerti. Perlahan, ia berjalan mundur dan mendekati mobilnya yang terparkir di garasi.
Baiklah, Lana pasti bisa berdiri sendiri. Bukankah hanya itu yang bisa dibanggakan dari dirinya? Lana yang kuat. Lana yang bisa berdiri sendiri, tanpa siapa pun. Tanpa mama, papa, ayah, maupun orang terdekatnya.
Lantas, ke mana lagi Lana harus pergi?
"Kak, apartemen lo masih muat buat nampung satu orang gak?"
^•^
Hari ini mungkin akan menjadi hari terakhir Lana berada di sekolah. Ia akan mengurus surat keluarnya sendiri. Mau bagaimana pun, usia kandungannya semakin hari akan terus bertambah. Tak ingin jika orang lain menghina anaknya. Cukup Lana saja, anaknya jangan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me [END]
Ficção AdolescenteSiapa di dunia ini yang tidak ingin dicintai? Baik Lana, Ibas, Naya, Rawi, juga dengan Ayi. Mereka sangat ingin dicintai hingga keegoisan menguasai segalanya. Lana mengira jika dirinya adalah peran utama dalam cerita ini, tetapi gilanya ia adalah p...