Lana sedikit menyesal karena pergi sekolah hari ini. Jika tahu jam pertama kosong, lebih baik ia membolos saja.
"Kemarin lo pulang naik apa, Na?" Naya bertanya penasaran. Menunggu jawaban dari sahabatnya.
"Loh, bukannya kayak biasa sama Ibas." Ayi ikut menimpali percakapan random mereka. Penasaran dengan maksud ucapan Naya tadi.
"Enggak, kemarin gue yang pulang sama Ibas," bantah Naya sukses membuat Ayi terkejut. "Jangan mikir yang aneh, gue sama dia pergi belajar bareng doang."
"Terus lo pulang sama siapa, Na?" Ayi tak peduli dengan perkataan Naya. Ia segera beralih menatap wajah Lana yang tampaknya sedang badmood.
"Rawi," aku Lana tak ingin berbohong. "Kenapa lo berdua? Biasa aja, kebetulan dia mau kasih tebengan karena gue butuh yang gratis."
"Sejak kapan lo dekat sama Rawi, Na?" tanya Naya melirik Rawi yang sibuk mengerjakan proposal untuk kegiatan camping mereka beberapa hari lagi. "Gue aja gak sedekat itu sama dia. Kok, lo bisa pulang bareng dia, sih," sambungnya dengan nada sedikit aneh di telinga Lana dan Ayi.
"Mungkin, Rawi suka sama Lana," celetuk Ayi dengan asal.
Naya hanya mengangguk saja setelahnya, lalu berjalan ke arah Rawi berniat untuk membantu proposal mereka.
"Lo ngerasa ada yang janggal gak dari sikap Naya?"
^•^
Naya menatap interaksi antara Ibas dan Lana dengan tatapan berbeda. Ia menarik kedua sudut bibirnya sebelum berjalan mendekat.
"Kalian mau ke kantin?" tanya Naya berdiri tepat di samping Ibas. "Bareng aja, ya? Soalnya Ayi lagi sibuk sama temen eskul musiknya."
"Boleh, kok," sahut Lana lalu menggeser tubuh Ibas agar berada di ujung. Tentu aksinya tersebut mendapat tatapan tak terima dari Naya.
"Kalian pesan makanan dulu aja, gue mau ke kantin," pesan Lana setelah mereka sampai di pintu utama kantin. Meninggalkan Naya dan Ibas berdua.
"Gue mau tanya maksud ucapan lo kemarin."
^•^
Tak tahan dengan rasa sakit diperutnya, Lana berlari menuju toilet yang tidak jauh dari lorong kantin. Namun, baru saja ingin masuk, netranya tak sengaja melihat sosok yang tidak asing baginya.
Seketika rasa sakit perut itu menghilang begitu saja. Lana diam-diam melangkah ke lorong kecil yang menembus gudang belakang.
Kedua matanya membulat melihat apa yang dilakukan sosok itu. Seketika emosinya langsung memuncak begitu saja. Langkah kakinya berjalan begitu lebar.
"Ayi!" Lana menarik rokok yang sedang dihisap oleh sahabatnya dengan kasar. Tak menyangka jika Ayi bisa senekat ini.
Ayi terkejut. Ia memundurkan langkah kakinya, sedikit menjauh dari Lana. Jantungnya berdegup kencang seolah tertangkap basah melakukan kesalahan. Eh, bukannya yang ia lakukan barusan adalah kesalahan?
"Anjing!" maki Lana menginjak rokok itu dengan sepatunya. Dadanya pun naik turun karena emosi yang begitu kentara. "Lo yang buat teman gue nekat pakai benda nikotin ini?!"
Ayi tidak seorang diri di sana, ia bersama sosok laki-laki yang tidak Lana kenal.
"Gue bisa jelasin, gue sendiri yang mau coba, Na." Ayi membela temannya agar Lana tidak naik pitam. "Gue penasaran gimana rasanya."
"Kenapa gak sama gue?!" Lana mencela tak terima. Ia menarik tangan Ayi untuk pergi dari tempat kotor ini.
"Na, jangan marah," cicit Ayi menatap sahabatnya takut. "Gue minta maaf, Na."
Langkah kaki Lana terhenti. Ia menatap lurus ke arah depan. "Apa yang kurang dari gue, sih, Ay? Kurang tempat cerita? Kuran—
"Gue cuma mau tahu gimana rasanya, Na! Gue cuma penasaran!" Ayi mencak-mencak di tempatnya. Frustasi melihat Lana yang marah besar dengannya. "Kenapa gue gak boleh coba benda itu? Sedang lo udah jadi kebiasaan. Kenapa gue ga—
"Karena gue udah terlanjur rusak, Ayi!"
Ayi terdiam membisu. Ia bisa melihat jelas mata Lana yang sudah memerah menahan tangis. Apa kelakuannya tadi sudah di luar batas?
"Cukup gue yang rusak, Ay, lo sama Naya jangan."
"Gak semua hal harus lo coba, gak semuanya bis—
"Terus kenapa lo boleh?! Gue juga udah rusak, Lakuna!" Habis sudah kesabaran Ayi. Ia dengan berani memotong ucapan Lana. Untung saja lorong sekolah masih sepi karena waktu istirahat yang masih cukup lama. "Gue juga mau ngelakuin hal yang baru. Hal yang belum pernah gue coba."
"Kenapa gak sama gue?" Lana membalikkan badannya. Menyiratkan kekecewaan yang mendalam. "Gue ngerasa gagal sebagai sahabat lo, Ay. Lo dengan berani melakukan itu sama orang lain yang gue aja gak kenal itu siapa," sambungnya terdengar semakin kecil.
"Kalau lo penasaran apa rasanya kopi ekspreso yang pahit, ayo cobain sama gue."
"Kalau lo juga penasaran rasanya nikotin, ayo cobain sama gue."
"Libatin gue disetiap hal baru yang ingin lo coba, karena apa? Karena dunia gak sebaik itu, Ay! Dunia penuh orang jahat yang gak berhati nurani."
Terlalu banyak mengoceh membuat Lana tak sadar jika pipinya sudah dibanjiri air mata. Ia menghapusnya dengan kasar, lalu tersenyum.
"Hari ini gue maafin kesalahan lo, tapi kalau lain kali lo ngerokok di belakang gue lagi, gue bakal kecewa berat, Ay."
Tidak memberikan jawaban, Ayi mendekap tubuh sahabatnya seerat mungkin. Takut jika Lana pergi jauh meninggalkannya. Ini adalah teguran untuk dirinya agar tahu bahwa sahabatnya sebaik ini. Tidak ada yang sebaik dan setulus Lana.
"Gue bangga banget, Na," gumam Ayi menangis di pundak Lana. "Bangga punya sahabat sebaik lo, gue gak tahu dengan kata apa gue bisa menggambarkan sosok lo yang nyaris sempurna, Lana."
Sempurna? Lana ingin tertawa mendengarnya. Ia tidak sebaik itu, tentu juga tidak sempurna. Kenapa Ayi begitu berlebihan dalam menilainya?
"Tetap jadi teman gue, ya, Na. Kalau suatu hari nanti sikap gue mulai aneh dan berubah-ubah, gue mohon lo tetap di sisi gue."
Lana tak sanggup mendengarnya. Mengingat itu ia kembali sadar akan sebuah kenyataan. "Lo akan tetap dan selamanya jadi sahabat gue," kekehnya yang dibalas anggukan oleh Ayi.
"Ayo, kita ke Banda Neira suatu hari nanti," ajak Ayi berseru penuh semangat.
"Seperti lagunya, yang patah akan tumbuh, yang hancur lebur akan terobati," ujar Lana merangkul pundak sahabatnya.
Semoga saja persahabatan mereka tetap sehangat ini selamanya. Bagi orang lain, Lana adalah perempuan liar yang tak tentu arah. Perokok aktif bahkan tak segan minum alkohol jika sedang mau. Namun dibalik itu semua, Lana adalah sosok yang apa adanya. Dia begitu erat dalam menjaga sahabatnya agar tidak terjatuh ke jurang yang sama.
"Sayang Lana banyak-banyak!"
^•^
Surakarta, 18 Desember 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me [END]
Teen FictionSiapa di dunia ini yang tidak ingin dicintai? Baik Lana, Ibas, Naya, Rawi, juga dengan Ayi. Mereka sangat ingin dicintai hingga keegoisan menguasai segalanya. Lana mengira jika dirinya adalah peran utama dalam cerita ini, tetapi gilanya ia adalah p...