17: Dunia Isinya Kejutan

36 4 0
                                    

Malam ini cukup spesial dari malam biasanya. Sebab Lana sudah lama tidak makan bersama keluarganya. Suara dentingan sendok terdengar begitu merdu di telinganya. Tidak ada keributan malam ini, tapi jauh dari itu semua, hatinya masih terselip rasa kecewa dengan Bima.

Kedua netra hitam milik Lana menatap Tari yang begitu menikmati makanannya. Masakan Bi Warti tidak perlu diragukan lagi rasanya. Apalagi ayam bakarnya, tidak ada yang bisa mengalahkannya sampai sekarang.

"Ada cerita apa hari ini, Kak?" Darma tiba-tiba saja bersuara. Melirik Lana yang juga menatapnya. "Besok-besok kayak gini lagi, ya. Suasana di meja makan jadi hangat karena kehadiran kamu. Jadinya, keluarga kita lengkap."

Mendengar itu seketika membuat Nada ingin muntah. Hangat katanya? Ia bahkan ingin cepat-cepat selesai rasanya.

"Tadi aku ketemu papa," jujur Lana sambil melihat reaksi Tari. Tampan keterkejutan yang terpancar setelahnya. "Dan aku juga tahu satu fakta baru lagi."

Darma mengerutkan dahinya penasaran. "Fakta apa, Nak?"

Lagi, entah mengapa Lana sedikit sensitif mendengar kata 'Nak'. Ia kembali teringat dengan ucapan Bima tadi siang yang juga memanggilnya begitu.

"Fakta kalau aku ternyata punya adik tiri lagi," ungkap Lana terkekeh masam. Mengaduk sisa makanannya dengan perasaan campur aduk. Melihat anak kecil yang begitu cantik nan lucu tadi membuat perasaan Lana menjadi tak karuan. "Dan papa yang ternyata juga udah nikah," sambungnya menelan nasi dengan susah payah.

"Bagus kalau kamu sudah tahu," timpal Tari dengan nada cuek.

"Mama tahu?" Lana terkejut mendengar penuturan Tari. Jika Tari sudah mengetahui semuanya, kenapa tidak memberitahukan padanya? Apa Lana tidak sepenting itu?

"Jadi, aku orang terakhir yang tahu itu semua?"

Tari menatap anaknya malas. "Sudahlah, Lana. Papa kamu sudah hidup bahagia bersama keluarga barunya. Mari kita jalani hidup masing-masing dari sekarang tanpa ikut campur satu sama lain."

"Masing-masing?" Lana tidak habis pikir dengan Tari. Bagaimana pun juga Bima adalah ayah kandungnya dan Jihan kakak satu-satunya. "Mereka masih keluarga aku, Ma! Papa masih ayah kandung aku, selamanya."

"Walaupun dia udah hancurin semuanya? Lana, kamu lupa kalau dia sering pukulin kamu, Mama, juga Jihan?!" gertak Tari membalas ucapan sang putri lebih tajam. Ia melirik Darma yang diam memperhatikan. "Lagipula, kamu tidak menghargai Ayah yang sekarang berperan sebagai ayah tiri kamu? Kurang apalagi Ayah sama kamu, Lakuna?"

Seketika Lana terdiam. Darma tidak kurang apapun, bahkan Lana mengucapkan banyak terima kasih atas semuanya. Berkat ayah tirinya, ia tidak kekurangan kasih sayang seorang ayah.

"Ma, Mama ngerti maksud aku gak, sih? Walaupun kita udah punya keluarga masing-masing. Mereka tetap keluarga aku! Keluarga kandung aku!"

Ting.

Tari menghempaskan sendok juga garpu miliknya begitu saja. Hingga suara dentingan itu menggema sangat keras.

"Kamu menyesal tinggal sama Mama? Mau tinggal sama mereka?"

Kenapa semuanya menjadi seperti ini? Lana tidak bermaksud seperti itu. Tari selalu saja salah paham dengannya.

"Mama gak pernah bisa ngertiin aku, ternyata. Karena apa? Yang bisa Mama ngertiin itu cuma Nada! Mama cuma pedulinya sama dia!" tunjuk Lana pada Nada.

Tidak ada lagi suasana kehangatan di meja makan. Mereka saling melemparkan tatapan tajamnya.

"Sudah! Ini meja makan, kenapa kalian selalu ribut?" Darma ikut menimpali karena keadaan yang menjadi panas. "Tari, harusnya kamu lebih bisa mengerti Lana, karena kamu ibu kandungnya."

Love Me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang