Sejak perjalanan hingga tiba di depan pintu apartemen, Ayi tidak pernah berhenti bertanya yang membuat Lana maupun Naya merasa muak mendengarnya.
"Gue tanya sekali lagi, deh. Apart gue lagi kotor banget, kalian yakin gak masalah?" Ayi bertanya dengan maksud tak enak. Takut jika kedua sahabatnya merasa tidak nyaman. "Bahas cafe-nya besok-besok aja, Na," sambungnya lagi berusaha membujuk.
"Lah, besok apanya? Kita udah sampai, Ay," sahut Naya menolak permintaan Ayi. "Lagi pula, kita harus bantuin Lana kan?"
"Udah santai aja, gue rasa apartemen lo gak kotor-kotor amat," cela Lana merangkul pundak Ayi dengan santai. "Buruan buka, kaki gue udah pegel, nih."
Akhirnya, Ayi membuang nafas kasar. Tak ada pilihan lain selain menerima mereka untuk singgah di apartemen miliknya.
"Jangan kaget!"
Ceklek.
Pintu terbuka begitu saja. Lana segera berjalan masuk sambil melepas sepatu. Baru tiga langkah, penciumannya seperti mencium sesuatu yang aneh.
"Bau apa, sih?" Lana mengerutkan dahinya. Berusaha untuk biasa saja.
"Ayi!"
Suara pekikan itu berasal dari mulut Lana. Ia segera melompat ke arah sofa kala melihat seekor kecoa melintas di depan matanya. Benar saja. Apartemen Ayi sangat kotor dan berantakan. Layaknya tak berpenghuni.
Naya dan Ayi yang mendengar pun langsung ikut masuk. Keduanya terkejut melihat Lana yang sudah berdiri di atas sofa.
"Ay, ini beneran apartemen lo? Kita gak salah masuk atau gimana?" Naya bertanya memastikan. Pasalnya, terakhir kali ke sini tempat Ayi terlihat begitu rapi. Namun sekarang berbanding terbalik dengan itu semua.
Sampah makanan berserakan ke mana-mana. Belum lagi dengan lalat yang berterbangan. Jangan lupa dengan aroma makanan busuk yang begitu menguar bebas. Membuat siapa pun yang datang pasti merasa mual.
"Iya, kan tadi gue udah bilang," cicit Ayi memelankan suaranya. Kedua tangannya saling bertaut menatap sahabatnya dengan malu. "Kalian kalau mau pulang boleh, kok," sambungnya yang tahu diri. Siapa yang mau bertahan di tempat menjijikkan seperti ini? Ayi jika berada di posisi mereka pun akan sangat terkejut.
Naya berjalan mendekati Ayi. Tatapannya berubah menjadi sendu. Seketika ia teringat akan sesuatu.
"Ay, sakitnya tambah parah, ya?" Naya menggenggam tangan Ayi dengan lembut. Berusaha menenangkan agar sahabatnya itu tidak merasa diintimidasi. "Gue udah bilang, ayo berobat, gakpapa, kok. Gue sama Lana masih mau berteman sama lo."
"Gue takut," rengek Ayi menahan tangis.
Melihat itu Lana segera turun dari tempatnya berpijak. "Eh, Ayi, ada gue, ada Naya juga. Lo gak mau sembuh dan bebas dari ini semua?"
"Mau, gue mau banget, Na," tegas Ayi menganggukkan kepalanya. "Tapi gue masih butuh waktu, gue janji akan segera."
"Oke, gue tunggu waktu itu," tegas Lana menepuk pundak Ayi. "Sekarang lo mandi, biar ini semua gue sama Naya yang beresin."
"Eh, jangan," cegah Ayi menolak cepat. "Kalian bakal jijik nanti, biar gue aja, ya—
"Udah, kayak sama siapa aja, Ay."
Ayi menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Tersenyum tulus menatap Lana dan Naya bergantian. Betapa beruntungnya ia memiliki sahabat sebaik dan setulus mereka.
"Terima kasih."
^•^
Lana berjalan masuk ke dalam rumah. Untuk pertama kalinya ia tidak pulang larut malam. Sebab ia yang tidak lagi bekerja. Setidaknya untuk malam ini tidak ada lagi pertengkaran yang terjadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me [END]
Teen FictionSiapa di dunia ini yang tidak ingin dicintai? Baik Lana, Ibas, Naya, Rawi, juga dengan Ayi. Mereka sangat ingin dicintai hingga keegoisan menguasai segalanya. Lana mengira jika dirinya adalah peran utama dalam cerita ini, tetapi gilanya ia adalah p...