Anton menarik tanganku menuju tempat tiket yang ada di bioskop. Ia menscan barcode yang ada di depan dan tak lama kemudian pintu bioskop pun terbuka.
Kami berdua menuju tempat duduk yang terletak di tengah-tengah, dan kulihat kursi di sekilingku sudah terisi. Mungkin karena hari Sabtu, bioskop ramai.
Tapi ini pertama kalinya aku pergi menonton di New York, jadi aku kurang tau apakah setiap Weekend bioskop selalu ramai.
"Gimana ? Lo nyaman?" tanya Anton sambil meraih cola dari tanganku.
"Lumayan. Emang biasa serame ini ya kalau hari Sabtu?" tanyaku sambil menatap sekiling.
Anton mengangguk.
"Lo sering kesini?" tanyaku lagi.
"Ini pertama kali gue kesini. Biasanya gue ke bioskop yang lebih jauh. Biar orang tua gue gak tau. Gue ngakunya les sih." sahut Anton sambil memberikanku sekotak coklat dari dalam tasnya.
Aku mengangguk tanda mengerti.
"Eh udah mau mulai." kataku sambil menunjuk ke arah depan.
"Bangunin gue kalau udah selesai ya." sahut Anton, kemudian merebahkan kepalanya di pundak kananku.
"Astaga Anton! Lo kesini mau nonton atau mau tidur ?" bisikku agar tak mengganggu orang di sekitarku.
"Tidur. Gue di rumah harus bergadang untuk belajar. Jadi gue kurang tidur. Bangunin gue ya." kata Anton yang masih memejamkan matanya.
Aku menggelengkan kepalaku, tak habis pikir dengan kelakuan Anton.
Tidak lama kemudian , terdengar dengkuran lembut nan pelan dari lelapnya Anton. Kulirik wajahnya terlihat kelelahan, bahkan lingkaran hitam menyelimuti kedua mata bawah miliknya.
Seberapa keras situasinya di rumah? Sampai-sampai ia sering ke bioskop hanya untuk tidur.
Aku merasa kasihan pada Anton. Pasti selama ini hari-harinya terasa berat dan membosankan.
Aku pun meraih jaket yang berada di tasku, dan menyelimuti pundak Anton yang tampak kaku karena kedinginan.
"Euugh."
Aku terkejut saat seseorang kini merebahkan kepalanya di bahu kiriku. Bahkan ia melenguh saat kepalanya menyentuh bahu kiriku yang hangat.
"Eh-" ucapku kaku, saat melihat pria yang membungkus badan hingga kepalanya dengan hodie hitam. Bahkan ia juga menggunakan masker berwarna hitam.
Dengan pelan, aku mendorong pundaknya agar ia tidak bersandar lagi kepadaku.
Namun gagal.
Lagi-lagi kepalanya terjatuh di bahu kiriku . Bahkan kini ia mengaitkan tangannya pada tangan kiriku.
Memangnya aku bantal?
Aku menghempaskan tangannya dengan kasar. Namun entah kenapa tangannya tidak bisa terlepas dariku.
Ingin rasanya aku berteriak, namun aku merasa takut mengganggu puluhan orang yang berada di sekitarku.
Aku menghela nafas kasar, karena tidak nyaman dengan situasi saat ini.
Tubuhku bergidik ngeri saat nafas hangat pria itu mengenai leherku.
Entah berapa lama lagi aku harus bertahan berada di antara dua kepala manusia yang tak sadarkan diri.
Siapapun, tolong keluarkan aku dari sini!
"Itu anak duduk di mana sih ?" bisik seseorang di belakangku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elite • NCT + Shohei + Riize + NCT NEW TEAM
FanfictionKepada siapa diriku harus menaruh rasa percaya? Warning: terinspirasi oleh series netflix berjudul Elite. 💗