One Last Time, Please!

337 21 0
                                    


Seminggu pertama memasuki sekolah, Evan sudah disuguhi dengan berbagai masalah. Pusing? Tentu. Evan berjalan dengan bahu sedikit merosot. Membawa tas di bahu kanan. Dengan wajah datar yang sebenarnya pikirannya tak sedatar wajahnya. Pikirannya bergejolak. Kejadian kemarin membuatnya terjebak dengan gadis asing. Bukan hanya itu, yang lebih parah adalah karena ingkar janji, dia kembali membuka masalah baru. Andai dia tidak menolong gadis itu? Mungkinkah semua tetap berjalan lancar? 

Evan membelokan langkah menuju rooftop. Laki-laki berparas tampan itu butuh menyejukkan pikirannya. Dia butuh tempat sepi dan yang pasti tenang. Setibanya di tempat tak berpenghuni tersebut Evan meletakkan tas di lantai begitu saja. Dia duduk memperhatikan bangunan sekolah dari tempatnya berdiri. Pandangan itu, pandangan sendu yang bercampur pilu menunduk melihat lantai dasar yang di mana ada banyak siswa-siswa berjalan. Lantas, dia juga memandangi kondisi lapangan dan juga orang-orang yang berlalu-lalang dalam geming. 

Beberapa menit berlalu, ponsel Evan bergetar di saku celana. Dia merogoh seraya mengeluarkan benda sejuta umat tersebut. Nomor tak dikenal menghubunginya. Tidak, bukan menelepon, melainkan memberi pesan. 

081XXXXXXXXX

Halo, Mas Evan. Ini dari pihak rumah sakit. Pasien Alea sudah membaik dan sudah siuman.

Membaca pesan itu, sudut bibir kiri lelaki itu terangkat. Apa suatu kesalahan ketika dia mengutamakan hal yang lebih darurat? Di satu sisi Evan ingin menyalahkan dirinya, di sisi lain ia ingin bangga berhasil menolong gadis tersebut. Tapi, kejadian itu juga yang membuat Evan kini berada di rooftop untuk mendinginkan emosinya yang meluap. Dia juga tidak bisa menerima amarah Jean begitu saja. Evan punya alasan kenapa dia datang terlambat. Namun, Jean tampak begitu kecewa. Bahkan, malam hari itu saat Evan usai mengurus masalah di rumah sakit, dia langsung pergi ke rumah Jean. Tapi, Jean menolak kehadiran Evan mentah-mentah. 

Evan ingin marah pada lelaki itu. Tapi, dia di sini juga salah karena tidak memberi tahu lebih awal. Dan Jean juga tidak salah juga jika kecewa juga marah besar terhadap dirinya. Di situasi seperti ini Evan tidak tahu harus berbuat. Sampai seseorang tiba-tiba datang tanpa dia sadari. Deheman singkat membuatnya menolah. 

"Ekhem," kata seseorang di belakangnya. Berdiri dengan mengantongi kedua tangan di dalam saku celana abu-abu. 

"Sorry, kalau gue ganggu lo. Tapi, lo sepertinya butuh teman juga."

Zack mengambil langkah. Menghela napas kecil, dia ikut duduk di samping Evan. "Gue tahu situasi ini sedang gak baik. Hm, gue gak mau berpihak ke siapapun. Lo dan Jean sama-sama sahabat gue," ucap Zack. 

"Jadi, kemana lo malam itu?" tanya Zack. 


***





"JEAN!" panggil Nichole dengan suara yang sedikit keras. Lelaki itu lantas menoleh. Wajahnya terlihat masam. Terlihat tak bergairah. Wajar, ini semua karena Evan- itu yang dia pikirkan. Seharusnya pesta gila itu tidak ada. Maka, semua akan baik-baik saja. 

"Hm, kenapa?"

"Nggak. Gue cuma mau minta tungguin. Sekalian bareng ke kelas, haha," Nichole masih bisa tertawa di saat situasi sedang panas-panasnya. Anak kurang ajar! 

"Ck, udah jangan gitu muka lo! Asem diliatnya," ledek Nichole. Pria jangkung itu merangkul bahu Jean dengan santai. Meski sedang tidak mood, Jean membiarkan Nichole melakukan apapun sesuka hati. 

Setibanya di kelas, Sagara dan Steven tampak sedang bercanda. Entah apa yang mereka bicarakan. Tapi, tawa Steven yang begitu nyaring menandakan ada hal yang begitu lucu. 

***


Ethan tidak akan pernah melupakan Terrific apapun yang terjadi. Sungguh, tidak akan pernah. Langkah kakinya dengan sangat yakin dan kaki panjang itu melangkah dengan cepat untuk mengejar sahabatnya terutama Jean. Satu yang Evan harus lakukan adalah menjelaskan. Sebelum lebih berantakan lagi, ia harus membereskan hal yang semestinya ia lakukan. Evan melihat ke sekitar area parkir. Matanya menjelajah. Ternyata ia sangat cepat kehilangan Jean. Padahal keluar dari kelas beberapa menit yang lalu. Seharusnya Evan bisa lebih cepat. Namun, memang sepertinya ia terlambat. 

I'll be Better with You (Lee Heeseung)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang