V : Violet?

92 11 6
                                    

"Berhenti."

"Lepas!"

Dengan kencang lelaki itu menyentak tangan seseorang yang tiba-tiba saja menarik pergelangannya tanpa permisi.

"Ma-af."

Takut, perempuan itu langsung melepaskan genggaman tersebut. Namun, dia tak menyerah untuk menyita waktu lelaki yang sudah lama dia harapkan untuk berjumpa.

"Aku mau bicara sama kamu, aku mau jelasin kenapa dulu aku pergi tinggalin kamu."

"Please, Evan...," dia memohon, tetapi tidak juga terlalu keras.

Kali ini, dia berbicara dengan nada yang lebih tenang. Tidak memaksa, namun tetap berharap lelaki itu setidaknya mau mendengarkan penjelasan seorang gadis yang tengah menjaga kafe.

Seorang gadis cantik yang rambutnya dibiarkan tergerai. Menutupi bagian leher jenjangnya yang dahulu padahal sering ditampakan.

"Maafin aku, Evan. Tapi, aku ingin kali ini kamu mau sejenak dengar kata-kataku."
"Maafin aku. Maaf."

"Maaf Evan. Aku beneran nyesel...."

"Arrgh," Evan mengacak rambutnya frustrasi. Kenapa hidupnya serumit ini? Baru saja orang tuanya bercerai, kini dia kembalu bertemu dengan perempuan dari masa lalunya. Apakah semesta tengah mengutuk dirinya?
Apakah dia tidak memperbolehkan dirinya hidup dengan tenang?

Setidaknya, tinggal di Jakarta yang luas ini, kenapa dia harus tidak sengaja bertemu dengan Violet? Kenapa harus Violet? Kenapa gadis itu memakai seragam kafe di sana?

"Evan, aku memang salah waktu itu. Aku gak bisa berterus terang dengan kamu. Maafin aku."

"Lo selingkuh, Vi."

"Aku tau, aku minta maaf dan aku akan jelasin semuanya di sini. Tolong kasih aku kesempatan buat bicara."

Manik mata keduanya beradu. Satu menandakan permohonan, sementara di sisi lain mata cowok itu terlihat kebingungan.

"5 menit."

Padahal, niatnya dia hanya ingin melarikan diri dari kejadian mengerikan perceraian orang tuanya. Sekarang, dia dia justru terjebak dengan seseorang yang telah membuatnya trauma akan bermusik.

Kenapa ini terjadi?

"Jadi, waktu itu...."

***

"ORANG TUA GUE UDAH CERAI, JE!"

"KELUARGA GUE UDAH BERANTAKAN!"

"KALIAN LEBIH BAIK PERGI TINGGALIN GUE!!"

"BUAT APA KALIAN DI SINI?!"

Emosi lelaki itu meluap-luap. Para sahabatnya tak ada yang berani berkutik. Diam di tempat bagai patung. Juga, membiarkan Evan melampiaskan segala keluh kesahnya. Bukan mereka tak berani meredam emosinya, namun mungkin dengan teriakan seperti itu akan membuat sahabatnya lebih tenang.

"Buat apa lo semua masih betah di sini?" suaranya mulai lebih rendah.

"Buat apa...," Evan menunduk. Tergambar jelas bahwa lelaki itu benar-benar rapuh. Bohong jika dia tidak kehilangan sang ayah. Dia tetaplah manusia biasa. Sulit sekali untuk belajar ikhlas dengan cepat.

"Van, kita semua sahabat lo. Kita datang ke sini karena peduli sama lo."

Evan menggeleng. "Dulu bokap gue peduli banget sama gue. Tapi, sekarang... apa? Dia selingkuh. Dia cerai sama mama."

"Kalau kalian benci sama gue, risih sama gue, kalian bisa pergi tinggalin gue. Gue gak ingin kalian terpaksa sahabatan dengan gue."

Menarik tas di lantai yang sempat terjatuh, Evan bangkit seraya berjalan pergi. Meninggalkan para sahabatnya yang masih berdiri di tempat. Saat Zack hendak menyusul, Sagara menahan dirinya.

I'll be Better with You (Lee Heeseung)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang