Kalau lapar, ya makan. Kalau haus, ya harus minum. Tapi, kalau lagi cemburu sama kamu, aku harus apa? Bicara langsung untuk dapat kepastian kamu, begitukah?
***
"Sejak kapan lo kepikiran soal beasiswa ke Belanda?"
Zack yang tengah memakan sarapannya pun tertunda. Tidak disangka kalau Nichole kembali mau bicara dan bertanya.
"Beberapa bulan lalu," jawab Zack.
"Gue gak benar-benar berpikir buat ninggalin negara ini, itu masih plan A ajah," jawab Zack. "Karena, bisa ajah gue pilih plan B nantinya atau plan yang lain," sambungnya.
"Terus apa plan B lo itu?"
"Ya, menetap di sini terus."
Nichole mengangguk-angguk paham. Dia mulai bisa mengontrol dirinya sejak mendengar penjelasan Jean kemarin. Meski begitu, Nichole sendiri takut kalau itu benar-benar terjadi. Faktanya, jauh dari seorang sahabat itu tidak mengasyikan. Kesepian. Dia belum siap. Dia sendiri merasa masih jauh untuk kelulusan.
"Gue bahkan belum punya plan apa-apa kedepannya gimana," keluh Nichole.
"Ya, makanya pikirin," ujar Zack.
"Gue cuma berharap kita bisa kumpul terus sama-sama," Nichole berubah melow. Tak biasanya lelaki penuh banyak candaan itu jadi berubah melankolis. Zack pun bertingkah dengan sengaja menyentuh dahi Nichole.
"Perasaan nggak panas," gumam Zack. "Ck, gue gak lagi sakit," aku Nichole, kesal.
Belakangan ini memang emosi mereka semua sedang naik turun. Terlebih sejak orang tua Evan bercerai. Evan yang memilih menjauh tanpa sebab dan penjelasan membuat keadaan tak lagi baik-baik seperti sebelumnya. Nichole merasakan masalah mereka tak bisa disepelekan.
"Kita udah dewasa, Nic. Kalau lo nggak punya plan apa-apa. Mau dibawa ke mana kelanjutan hidup lo. Lo harus punya tujuan, bahkan setiap hari lo harus tahu mau apa," celoteh Zack.
Nichole hanya menyimak ucapan sang sahabat. Pikirannya terlalu kalut. Dia sendiri bingung ke mana Nichole yang ceria dan sering membawa lawakan itu?
Saat keduanya masih melanjutkan obrolan mereka, kedatangan seseorang ke dalam kelas membuat keduanya terdiam. Memperhatikan gaya orang itu masuk, Zack dan Nichole tak mampu mengeluarkan kata-kata. Evan tampak kacau dengan keadaan seragamnya yang dibiarkan tidak dimasukkan. Tangan bajunya sedikit digulung hingga siku. Apa Evan memang sengaja merubah diri sejauh itu? Dia berantakan. Itu terlihat jelas. Atribut pun tidak lengkap. Apa dia baik-baik saja?
Sementara itu, Evan langsung mendaratkan dirinya di kursi tanpa menyapa keduanya. Evan masih memilih bungkam. Dia benar-benar menjauhi sahabatnya sendiri.
"Zack," cicit Nichole. "Gue malas," sahut Zack, paham apa yang Nichole maksud. Zack bukan tak ingin menghampiri Evan, tetapi dia tak mampu mengontrol dan menghadapi ego seorang Evan Antonio.
Zack yang terlalu sibuk dengan pembicaraannya akhirnya tak mampu menyelesaikan sarapannya dengan baik. Beberapa sahabatnya pun berdatangan ke kelas, termasuk Sagara. Selang beberapa menit, Evan mendapatkan panggilan masuk dari seseorang. Tak lama pria itu keluar dari kelas. Mengabaikan keenam sahabatnya yang memandangi dirinya pergi menjauh tanpa berbasa-basi.
"Gue ngerasa Evan beneran gak baik-baik ajah," ucap Yutha. "Kita harus gimana?" tanyanya.
"Iya, apa kita mau terus-menerus kayak gini sama Evan?" lanjut Steven.
"Biar gue usahain bicara sama dia," Sagara menyahut.
"Gar, lo yakin?" ucap Jean sembari menopang dagu. "Kemarin-kemarin lo deketin Alea. Apa nggak akan jadi masalah?" Jean diam sedari kemarin bukan berarti tak menyadari tingkah laku Sagara. Semuanya dia perhatikan dan tahu gerak-gerik mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll be Better with You (Lee Heeseung)
Teen FictionIni tentang kisah Evan Antonio yang terpaksa hiatus dari boyband lantaran dia diselingkuhi pacarnya saat anniversary, hubungannya kandas di acara musik usai selesai perform. Terrific. Ya, dia adalah ketua dari boyband tersebut. Tapi, itu tidak lagi...