"Ayok, kenapa lo diam?"
"Kamu kenal cewek tadi?" ucap Violet. Dia melihat ada sesuatu yang tidak dia ketahui. Terlebih saat tak sengaja berpapasan dengan seorang gadis yang tengah membawa buku, berjalan seorang diri sambil terdiam menatap ke arah mereka berdua.
"Siapa?"
"Cewek tadi," sahut Violet. Rasanya selalu masih sama, sesak. Sesak tiap kali Evan memandangi sesuatu berlebih yang bukan dirinya. Meskipun sudah tak lagi memiliki hubungan, entah kenapa hal sepele tadi menyakitkan dan membuatnya penasaran.
"Ayok pulang, nyokap lo udah nunggu lo di rumah," lagi-lagi Evan mengalihkan pembicaraan. Menutup sebuah hal yang memang Violet ingin ketahui. Dari perihal sahabatnya dan sekarang pun Evan tak menjawab atas apa yang dia tanyakan.
"Evan, please, jawab aku. Kamu selalu mengalihkan hal-hal yang aku lagi tanyain."
"Apa karena kita udah nggak seperti dulu lagi?" keluh Violet. Tergambar jelas kesedihan di wajahnya. Tetapi, melihat ekspresi datar dari mantan kekasihnya, Violet akhirnya membuang egonya jauh-jauh.
Menghela napas, dia lalu kembali meminta maaf. "Maaf, maaf kalau aku bikin kamu nggak nyaman." Dari pada terjadi hal buruk, dan malah membuat Evan marah karena rasa ingin tahunya, Violet akhirnya memilih mengalah. Sudah cukup dia membuat kesalahan di masa lalu. Seharusnya Violet tak lagi keterlaluan. Tak apa untuk seperti ini dahulu selama Evan berada di sisinya. Bukankah hal itu saja harus dia jaga baik-baik? Sudah lama dia tak berkomunikasi baik dengan Evan. Jadi, Violet tak mau membuang kesempatan dan merusak keadaan lagi.
'Maaf Vio, gue belum bisa percaya sepenuhnya.'
"Ayok pulang," ajak Evan. 'Untuk sekarang lebih baik seperti ini.'
***
Seorang pria yang tengah berada di dalam mobil dan hendak menghubungi seseorang, dia mengurungkan aktivitas itu karena ternyata orang yang akan dihubunginya sudah tiba di samping mobil miliknya. Menurunkan kaca mobil, dia pun berkata, "masuk."
Masih sama-sama mengenakan seragam sekolah DHS, dengan pakaian yang terlihat sedikit berantakan. Terjadi keheningan sementara waktu. Dari kedua orang yang bersahabat itu tak ada yang memulai bercakap, sekedar bertanya maksud atau berbasa-basi. Sampai akhirnya merasa jenuh, Zack pun menghela napas dan mengutarakan maksud ajakan pertemuan tersebut.
"Gue kecewa sama lo," itu yang dia ungkapkan. Suatu kejujuran sebagai seorang sahabat melihat perilaku sahabatnya yang baginya bertentangan.
"Van, gue tahu dia masa lalu lo. Tapi, lo yang paling tahu atas perasaan lo sekacau apa dulu perbuatan dia ke lo tuh bagaimana."
"Apa cuma mau lampiasin masalah orang tua lo dan balas dendam ke masa lalu lo itu?"
Evan menyahut karena obrolan Zack sedikit menyinggung perasaannya. "Lo berpikir seburuk itu tentang gue?"
"Ya, gimana gue nggak berpikir aneh-aneh? Orang tua lo baru cerai. Terus tiba-tiba lo bisa dekat sama mantan lo."
"Lo sendiri lagi dekat sama Alea, Van. Itu bakalan bikin lo keliatan brengsek."
"Gue brengsek?" Evan menunjuk dirinya.
"Gue gak bisa ikut campur terlalu dalam soal percintaan lo. Hati lo ya lo yang atur. Tapi, gue juga sebagai sahabat gak suka dengan tingkah lo belakangan ini."
"Bro, ada gue dan yang lain yang mikirin soal lo. Juga, Alea yang khawatir sama keadaan lo. And i know, dia bukan sekedar seorang fans biasa buat lo."
"Kenapa lo malah terjebak sama labirin yang sama?"
Ucapan Zack membuat Evan sering kali bungkam. Tak ada jawaban yang dapat dia temukan. Kenapa dan bagaimana dia berada di situasi tersebut? Kenapa dia malah terjatuh lagi pada pusaran hitam? Lembah atau jurang yang tak pernah dia ingin temui lagi. Sekarang, dia malah berdekatan dengan tempat yang dahulu begitu gelap baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll be Better with You (Lee Heeseung)
JugendliteraturIni tentang kisah Evan Antonio yang terpaksa hiatus dari boyband lantaran dia diselingkuhi pacarnya saat anniversary, hubungannya kandas di acara musik usai selesai perform. Terrific. Ya, dia adalah ketua dari boyband tersebut. Tapi, itu tidak lagi...