Rejection (We are friends)

142 17 2
                                    

"Aku juga sudah kagum sama kamu sudah lama. Cuma ya emang aku belum sempat ke konser."

"Maaf, ya," ucap Alea tulus.

"Kenapa minta maaf? Gue juga gak marah."

"Yang lain juga pantas lo kagumi, bukan gue ajah." Evan tidak ingin Alea menyukai Terrific karena dia seorang. Evan mau seseorang yang menjadi fansnya, juga mencintai sekawanannya.

"Tentu. Semua anggota Terrific aku suka semua."

"Baguslah," Evan menyeruput es jeruk.

"Aku tahu, mungkin kesannya kamu bosan dengan pertanyaan ini. Tapi, tetap saja aku ingin menanyakan. Kamu kenapa gak mau kembali manggung lagi?"

"Lo nungguin?" kedua alis Evan terangkat sesaat.

"Sudah pasti," jawab Alea.

"Gue bingung, Lea. Gue gak tau kenapa gue gak mau manggung."

"Kalau kamu bikin konser lagi. Kali ini aku bakalan usahain hadir. Meskipun sulit dapat izin adik-adik."

"Thanks."

"Kenapa ucapin terima kasih?"

"Lo mau nonton konser gue."

"Tanda tangan dari gue masih lo simpan?"

"Iya. Jelas masih ada.
Fotonya juga masih aku bawa-bawa."

Evan terkekeh. "Kok ketawa? Emangnya lucu?"

"Iya," ujar Evan. Tangan Evan terulur, mengusap puncak kepala Alea, secara sadar dia melakukan itu. "Bawa terus, ya fotonya," titah Evan. Alea menunduk, senyumnya tertahan.

"Aku terus yang cerita. Sekarang gantian kamu yang cerita," suruh Alea.

Evan mengangguk. "Gue gak nyangka kalau pertemuan di hari kecelakaan itu ternyata sampai sejauh ini."

"Kalau gue gak nolong waktu itu, kayaknya hidup gue gak bakalan ada seru-serunya."

"Gue jadi punya teman cewek yang bisa gue ajak cerita."

'Teman? Lagi-lagi teman.'

Evan menyerocos dari A sampai Z. Mengenal lebih jauh tentang Evan, hati Alea benar-benar tak bisa terkontrol. Semuanya, pesona lelaki itu selalu buat dia jatuh hati, bertubi-tubi. Kekurangan seorang Evan, tak membuat Alea menutup diri. Namun, cerita yang Evan ucapkan justru membuat Alea terpukul.

Evan, pria yang terlihat sempurna serta utuh itu ternyata juga rapuh.

"Gue iri. Gue iri karena lo dan Bunda di panti asuhan sangat dekat. Padahal kalian berdua gak ada hubungan darah."

"Evan...," sebut Alea.

"Gue sama mama...," ujar Evan menggantung. "Gue kehilangan momen itu, Lea," lirih Evan.

"Kamu baik-baik ajah?"

"Gue baik-baik ajah," sahut Evan. "Habisin makanannya. Setelah ini pulang." Evan bangkit dari kursi. Dia membenarkan seragamnya. Apa memang harus dirinya membuka lebar-lebar permasalahannya kepada gadis yang juga biaa disebut baru masuj ke dalam hidupnya? Sepertinya, Evan harus memberikan rem, secepatnya menyudahi obrolan.

Keduanya sudah hampir 2 jam menghabiskan waktu di kantin sejak selesai ekstrakurikuler, hanya berdua. Dengan kondisi kantin yang sepi. Atas permintaan Evan sendiri.

"Kamu beneran gak apa-apa?" tanya Alea, dia melihat raut wajah Evan seketika berubah setelah menceritakan atau menyebutkan mamanya tadi.

"Ayok, pulang," ajak Evan. Tak menggubris pertanyaan gadis itu mengenai kondisinya.

I'll be Better with You (Lee Heeseung)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang