Our Story (strange and warm hug)

95 12 0
                                    

Mana tahu kalau yang mereka dapatkan sama bentuknya. 'O' itu bentuk yang mereka dapatkan.

"Gila, kok bisa sama?" bukan Evan yang berbicara melainkan Jean.

"Ini bukan berarti kita jodohkan?" celetuk Bebby, gadis itu langsung membuang wajahnya. Jean tertawa, "anjir!" Jean menutup mata sesaat dengan tangannya.

Evan dan Alea sendiri hanya sama-sama memperlihatkan senyum manis mereka. Ini adalah hal yang mudah. Mereka mendapatkan bentuk yang mudah untuk dikerjakan daripada kelas atau tim yang lain. Tapi, bukan berarti gulali bentuk 'O' hanya mereka berdua saja yang dapat. Ada beberapa kelas yang lain pun mendapatkan bentuk yang sama.

Dalam hati Alea berkata, 'bahwa menuruti kata hati adalah jalan terbaik. Terima kasih, Evan.'

Alea kini tahu permainan yang akan mereka mainkan.

"Oke semua! Kalian pasti sudah familiar dengan permainan ini. Kalian juga pasti paham bagaimana cara menyudahi permainan ini. Ibu tidak akan memberi arahan. Sekarang, waktunya permainan dimulai!"

"Go!"

Semua peserta lomba duduk di lapangan bersama. Dengan kawat kecil seperti lidi, Jean dan Evan kompak bersamaan mengerjakan permainan tersebut.

"Le, kok bisa lo pilih yang tepat? Lo lucky banget tau! Untungnya ya, lo dapat bentuk yang ini. Coba kalau bintang atau payung atau gajah atau yang lain! Gak kebayang sih susahnya kayak apa!" selama permainan sedang berlangsung, Bebby sibuk mengoceh. Beberapa waktu, Alea yang banyak menyelesaikan permainannya.

"Lea?" ucap Bebby lagi. "Jadi, gimana lo pilihnya?"

"Ikuti ajah kata hati." Alea kembali mengarahkan kawat kecil ke arah gulali. Membentuk sesuai apa yang dia dapatkan.

"Gak selamanya tahu, Le, kalau ikuti kata hati itu benar," celetuk Bebby.

Di saat setengah jalan, bentuk gulali mereka hampir selesai. Mata Evan mengarah kepada dua gadis di sampingnya. Tidak, lebih tepatnya ke satu gadis saja. "Udah?" ucap Evan. Alea yang mendengar itu menyahut, "sedikit lagi, kamu?" tanya Alea balik.

"Sama."

"Ekhem," Jean berdeham singkat. Evan pun kembali menyelesaikan pekerjaan. "Gue juga pengen ikutan ngobrol," ujar Jean.

"Ya lo kalau mau ngobrol-ngobrol ajah," kata Evan dengan tampang datar.

Karena ukuran gulali cukup besar. Mereka harus menyelesaikan permainan itu berpasangan.

"Sedikit lagi nih," ucap Jean. Jean kembali membasahi kawat kecil dengan air liur. Tiba-tiba muncrat karena batuk, Evan yang di depannya terkena air liurnya.

"Anjir!" teriak Evan. Semua orang terkejut. Lelaki itu menjadi pusat perhatian seketika. Benar-benar semua pasang mata tertuju padanya. Evan bangkit. "Van, sorry Van, lidah gue hampir kena tusuk."

"Uhuk!" lagi, cowok itu batuk dagi.

"Parah, lo jorok banget asli!" Evan duduk lagi sembari mengusap celananya.

"Celana gue kena liur lo, Je."

"Evan, ada apa kamu?"

"Nggak Bu. Nggak ada apa-apa!" sahut Jean lantang.
"Semua gara-gara lo."

"Jauhan," suruh Evan dengan mata menatap nyalang. "Alah, gitu doang lo. Liur gue nggak bau, tenang Van."

"Ayok selesaikan dengan tenang semuanya! Jangan ribut!"

"Evan, kamu nggak apa-apa?"

***



Lelah, tapi menyenangkan sekaligus. Sudah memasuki petang hari. Senja pun sudah hampir tenggelam. Malam pun hadir. Aktivitas di puncak Bogor belumlah selesai. Para murid belum diperbolehkan beristirahat. Setelah magrib tiba, untuk mereka yang beragama islam diwajibkan menunaikan salat berjamaah. Kali ini, untuk salat sendiri semuanya diperbolehkan meninggalkan tenda, kecuali memang yang sedang berhalangan.

I'll be Better with You (Lee Heeseung)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang