"Sial. Ke mana Evan?"
Jean menggerutu seorang diri. Beberapa kali dia menghubungi lelaki itu, tetapi tak mendapatkan jawaban. Jean kini yang tersiksa. Merasa bahwa Evan sangat marah padanya.
Jean pikir Evan masih di sekitaran area rumah sakit. Karena belum lama sekali lelaki itu keluar dari kamar Steven, tetapi beberapa kali Jean mencari tak menemukan keberadaan cowok dengan julukan Ace itu.
"Ck, angkat Van! Angkat!" kesal Jean. "Lo di mana, Van?" gumamnya.
Jean menggigit bibir bawahnya, panik. Mondar-mandir di depan ruang kamar Steven. "Argh!" Jean menutup telepon. Dia menoleh ke arah pintu sesaat. Masih memikirkan Steven, tetapi juga dia harus meminta maaf kepada Evan karena dia sudah begitu salah paham.
Akhirnya, dia memutuskan mengirim pesan kepada Sagara atau yang lain agar menemani Steven di rumah sakit.
Jean yang sudah mendengarkan penjelasan runut dari Steven tentang Evan kini sekarang membuatnya marah, marah terhadap dirinya sendiri. Dia terus memaki kebodohannya dalam hati.
Sekarang, dia tahu kenapa semua orang berada di pihak Evan, karena dia sendiri selalu tidak pernah mencoba mengertikan posisi Evan.
Selesai mengirim pesan pada sahabatnya, Jean memutuskan pergi dari rumah sakit.
Flashback on*
"Jean, udah. Lo nggak tahu kan Evan kemarin datang ke rumah sakit buat nemenin gue pas kalian semua udah pulang?"
Deg. Jean diam. Tiba-tiba ada sesuatu dalam dirinya yang seolah runtuh dan melemah.
Saat itu juga Evan memilih keluar dari ruang kamar, pergi agar tidak semakin memperkeruh suasana. Terlebih membuat Jean mungkin malu. Biarkan saja Steven yang menjelaskan.
"Evan?" Steven yang memanggil Evan pun tak digubris. Evan benar-benar tak ingin berada di sana dengan suasana yang terbilang sedang berada di dalam labirin yang sulit untuk mencari di mana pintu keluarnya.
"Ini gara-gara lo Evan jadi pergi," dumel Steven. Matanya menatap sinis.
"Je, Evan udah jelasin ke gue kalau dia pergi buat nemuin salah satu anak panti asuhan yang lagi sakit sama kayak gue. Hanya saja penyakit dia lebih berat dari gue, Jean. Anak kecil itu kena kanker stadium 3. Dan lo bayangin nggak gimana jadi anak kecil itu yang ingin ketemu Evan?"
"Kanker stadium 3, Jean," ulang Steven. Wajah pria berkulit cerah itu berubah sendu. Dia jadi ingin menangis. Bibirnya tak menampakan senyum.
Jean menunduk. Jadi, itu yang terjadi? Dia... salah paham sungguhan?
"Evan udah bicara sama gue semuanya. Dia mungkin nggak bisa jelasin ke kalian. Tapi, dia udah minta maaf ke gue langsung, Jean. Evan nggak salah."
"Evan... Evan datang nemuin lo?" Jean mencoba memastikan lagi.
"Iya, Jean. Gue nggak lagi ngarang."
"Anak kecil itu salah satu dari panti asuhan yang tinggal sama Alea." Sambung Steven.
"Lo harus minta maaf sama Evan pokoknya."
"Dia juga salah. Dia nggak pernah mau cerita, Stev."
"Gue mau minum obat, terserah lo mau gimana, gue udah jelasin ke lo juga. Dan jangan lo marah sama Evan lagi," Steven meraih obat di atas nakas. Dia sibuk melakukan aktivitasnya, sementara Jean sibuk dengan kepalanya yang terasa pusing. Dan sepertinya sekarang dia yang akan sakit.
"Stev, gue harus temui Evan dan Alea sekarang."
Steven melongo. Terkejut dengan reaksi Jean.
"Gue pergi. Lo baik-baik ajah kan sendiri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll be Better with You (Lee Heeseung)
Teen FictionIni tentang kisah Evan Antonio yang terpaksa hiatus dari boyband lantaran dia diselingkuhi pacarnya saat anniversary, hubungannya kandas di acara musik usai selesai perform. Terrific. Ya, dia adalah ketua dari boyband tersebut. Tapi, itu tidak lagi...