Melting

86 14 2
                                    

"Panas ya?" ucap Evan. Alea tersenyum kecil sebagai jawaban.

"Topi gue, gue tinggal di tenda."

"Terus kenapa?"

"Kalau ada gue kasih ke lo."

"Aku nggak apa-apa," ujar Alea. Keduanya berjalan dengan santai untuk menuju ke tenda. Di sisi kanan kiri ada banyak tumbuhan asing. Mentari sudah hampir berada di tengah-tengah di atas kepala mereka.

Jadi, setelah beberapa jam bersama, apa Alea akan selalu menolak ajakan pertemanan dari lelaki itu? Apakah Alea tetap memusingkan ucapan-ucapan di luar sana yang tidak menyukai kedekatannya itu?

Alea menoleh ke samping, "Evan," panggilnya. Dengan kedua tangan berada di saku celana, cowok cool itu menyahut dengan deheman serta mata tertuju pada lawan bicara.

"Terima kasih sudah ajak aku ke tempat tadi," tulus Alea. Evan tak menyahut dengan suara, tapi lelaki itu melebarkan senyum manis. Manis yang begitu manis. Jika ada kesempatan, Alea akan pingsan di tempat. Alea langsung menoleh ke depan jalan. Mana bisa dia bertahan terus memperhatikan senyum pria itu?! Keduanya kembali meneruskan perjalanan.

"Gue juga," Evan membuka suara. "Gue berterima kasih karena lo udah jadi pendengar yang baik buat gue. Terutama dengerin soal cerita gue dan orang tua gue di masa lalu," jelas Evan.

Setelah itu, tak lama ponsel di saku Evan bergetar. Pria pemilik senyum manis tersebut mengeluarkan ponsel seraya mengeceknya.

"Sebentar," ucap Evan. "Ada apa?" tanya Alea.

Jalan keduanya terhenti. Evan menyahut panggilan dari Zack. Entah ada sesuatu apa. Alea hanya berdiam diri menunggu di samping pria itu.

"Halo?"

Suara di seberang sana menyahut. Ternyata bukan hanya Zack sendiri. Terdengar suara ramai-ramai dari sahabatnya yang lain.

"Van, Van di mana lo?"

"Cepet ke tenda. Anjir pacaran mulu," oceh Nichole.

"Hm," deham Evan.

Jadi, dia tidak menggubris ucapan Nicholekah? Dia tidak bicara 'tidak berpacaran' dengan Alea? Dia langsung mematikan sambungan telepon. Dan sahabatnya di tenda heboh. Pembicaraan yang tidak sampai 1 menit itu selesai. Evan menaruh kembali ponselnya ke saku semula.

"Nggak lelah kan?" tanya Evan.

"Nggak kok," sahut Alea jujur. Ya, sekalipun 500 meter, 1 kilo meter pun akan dia tempuh jika itu bersama sang idola. Alea benar-benar bahagia, itu yang dia rasakan. Jujur saja dia ingin barang kali waktu berhenti agar bisa menikmati waktu lebih lama bersama Evan Antonio. Tapi, lagi-lagi mustahil sebab Evan mengajaknya cepat-cepat kembali ke tenda.

"Teman gue nunggu di tenda," ujar Evan.

"Nggak apa-apa santai ajah jalannya. Selama belum ada instruksi dari guru," sambung Evan.
Mendengar itu, Alea bernapas lega.

"Lea," sebut Evan. "Iya?" tanya Alea. Bibirnya kembali tertutup rapat.

"Setibanya di DHS, pulang gue antar ke panti," tutur Evan.

***



"Bajir Lea, lo lama banget berduaan sama Evan?!" celoteh Bebby. Bukan marah, dia lebih merasa iri. Karena, Jean tak melakukan hal yang sama dengan Evan. Lagi-lagi Bebby membayangkan Jean akan menghampirinya dan membawanya ke suatu tempat, sama seperti apa yang Alea rasakan. Namun, itu tidak mungkin terjadi. Bebby mencebikkan bibir. Kesal. Alea yang baru tiba ke tenda langsung diterpa beberapa pertanyaan dan ocehan dari sang sahabat.

I'll be Better with You (Lee Heeseung)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang