The situation is improving quickly

111 11 0
                                    

"Apa-apaan sih ini? Kalian gak liat ini masih di lingkungan sekolah?" ujar Yutha. Hening. "Setidaknya tahu situasi. Memang mau jadi bahan tontonan?" sambungnya lagi.

"Masuk. Masuk mobil sekarang," ucap Sagara. "Zack, bawa mobil," Jean menyuruh. Zack mengangguk singkat.

Kali ini, Terrific menggunakan satu mobil untuk bersama-sama. Sedari pagi pun memang mereka sudah berangkat mengenakan mobil Evan.

"Tenangin diri lo," tutur Zack selagi sebelum masuk ke dalam mobil. Evan mengangguk singkat. Keduanya baru masuk mobil. Evan duduk di depan, di samping Zack.

"Kontrol diri kalian, minimal tahu situasi. Kalau kalian ribut di depan parkir dan banyak siswa-siswi yang dengar, bukan cuma mereka yang akan merasa aneh. Tapi, bakal jadi berita heboh di sosmed," ungkap Yutha.

Dia yang paling muda, dia juga yang paling berpikir dewasa. Kadang kala, Evan malu karena dia gagal jadi pemimpin yang dapat memimpin anggotanya.

"Minta maaf ke Evan, Nic," suruh Jean. "Kenapa harus? Gue gak salah!" ketus Nichole. "Gue gak akan jalanin mobilnya sebelum keadaan kita semua tenang," putus Zack.

"Apa-apaan lo, Zack?! Gue mau pulang."

"Nichole!" sebut Steven dengan mata menajam. "Lo mau kita semua di sini terus? Minta maaf sama Evan," suruh Steven. Steven kesal karena Nichole tak juga meminta maaf. Dan malah membuat situasi semakin tegang. Yang lain terkejut juga akan marahnya Steven. Biasanya dia akan ikut diam saja. "Minta maaf sekarang, Nic," suruh Jean mengulang ucapannya.

"Ck, gue lagi yang salah," keluh Nichole.

"Nic, dewasa dikit," tegur Sagara. "Gue, gue yang minta maaf," ujar Evan. Merkea semua hening mendengar sk ketua membuka suara. Sedari tadi dia diam, tapi seharusnya itu tidak dilakukan. Evan sadar semua akar masalahnya ada dalam dirinya.

"Jalan sekarang, Zack," titah Evan. Dia menoleh ke arah jendela. Tak terlihat di mana keberadaan Alea. Mungkinkah sudah pergi? Atau memang dia bersembunyi? Entahlah.

Mobil pun melaju pergi, meninggalkan area parkir DHS. Begitu juga perdebatan itu tak lagi ada, tapi suasana masih terasa nyata. Tegang dan dingin.

***

"Arrgh!"

Bugh!

Evan membanting tas di atas kasur. Duduk di tepian ranjang dengan kaki dibuka selebar bahu. Kedua tangannya mengusap-usap wajahnya secara kasar. "Van, Van! Kenapa harus sekacau ini?" ucap Evan bermonolog.

"Lo biang masalah. Lo penyebab semua masalah hadir. Kenapa Van?"

"Segitu sulitnya lo buat damai keadaan?"

Evan terus-menerus memaki dirinya di dalam kamar. Tak seharusnya kejadian seperti tadi terjadi. Tak seharusnya Terrific ribut.

Sial. Ada apa dengan dirinya sampai membuat keributan seperti itu? Merogoh ponsel di saku celana, jari-jemari pria itu berselancar pada layar benda pipih tersebut. Segera mencari kontak Nichole dan menghubunginya.

Beberapa saat dia menunggu dengan menempelkan benda berlogo apel itu di telinga kiri. "Halo?"

Seseorang di seberang sana tak memberi sapaan balik. Evan menghela napas.

"Sorry, buat kejadian tadi di sekolah. Kalo ada tindakan gue yang bikin lo kesel, terus terang sama gue, Nic," ungkap Evan. Nichole masih tak juga bereaksi.

"Gue gak tau kalau sikap gue malah buat lo marah," lirih Evan. "Udah?" sahut Nichole. Terdengar Nichole masih kesal.

"Gue gak mood ngobrol, sorry, van." Lelaki bermata sipit itu mematikan sambungan telepon. Evan menghela napas.

I'll be Better with You (Lee Heeseung)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang