Aurora terbangun dari tidurnya yang tidak nyaman itu. Ia tertidur dalam kondisi duduk di atas kursi dengan tangan dan kaki terikat serta mulut yang ditutupi lakban. Sudah terhitung tiga hari Aurora berada di sini.
Aurora meringis saat seseorang menarik lakban yang menutupi mulutnya. Orang itu meletakan makanan yang di bawanya di meja kecil dekat Aurora.
"Udah bangun ya, princess?"
Aurora yang ditanya seperti itu malah tertawa. Melihat respon Aurora membuat orang yang baru datang itu kesal. Ia berjalan mendekat lalu mencengkram kuat rahang Aurora.
"Gak nyangka ya orang kayak lo bisa ngelakuin hal rendahan kayak gini," ujar Aurora tanpa rasa takut, bahkan senyumnya malah semakin lebar.
"Jangan kurang ajar! Saya bisa aja lenyapin nyawa kamu sekarang juga!"
"Cuih! Lo pikir gue takut!"
Orang itu semakin marah ketika Aurora meludahi wajahnya. Ia mengambil sebuah pisau dari saku seorang penjaga di sana lalu menodongkannya di dekat leher Aurora.
"Apa kedengarannya cuma ancaman?" Tanya orang itu sambil menekan ujung benda tajam itu lalu menariknya semakin panjang pada leher putih Aurora hingga mengeluarkan darah.
"Sshh."
"Cukup!"
Orang itu menoleh ketika mendengar suara di belakangnya. Ia kembali menegakan tubuhnya dan menjauhkan pisau itu dari leher Aurora.
"Ngapain kamu di sini?"
"Cuma nganter makanan. Tapi dia malah gak tau terima kasih," ujarnya sambil menunjuk Aurora yang tersenyum sinis menatap mereka. Lehernya terasa perih, namun ia tidak ingin terlihat lemah.
"Jangan kepancing emosi. Aku masih mau main-main."
Orang itu tidak menjawab sama sekali. Ia lebih memilih pergi dari sana setelah melempar pisau tadi pada pria berbadan kekar di sudut ruangan. Rasanya tidak akan bisa menahan diri untuk tidak menyakiti Aurora.
"Dia mudah emosi, jangan lo pancing terus. Gue gak mau kecolongan. Dia bisa aja ngehabisin lo kalau gue gak ada," ujar orang yang baru datang tadi pada Aurora. Ia menarik salah satu kursi dan duduk berhadapan dengan Aurora.
"Peduli apa lo, Anjing!" Teriak Aurora membuat orang itu tertawa.
"Sedikit demi sedikit gue mulai tau kenapa CEO W Corp tergila-gila sama lo," ujar orang itu lalu menekan luka di leher Aurora dengan jari telunjuknya.
"Akkh!"
"Gimana? Sakit?" Tanya orang itu sambil tersenyum. Jarinya masih menekan luka Aurora yang masih mengeluarkan darah.
"Psikopat gila!" Teriak Aurora membuat orang itu tertawa.
"Psikopat gila? Gue cuma mau main game. Sayangnya gue gak punya temen. Jadi gue ajak kalian buat main bareng. Kali aja kita bisa temenan. Gue baik kan?"
Aurora menghindar ketika orang itu akan menyentuh pipinya.
"Jangan bikin kesabaran gue habis. Gue gak mau buru-buru bunuh lo. Gue masih mau main sama kalian," ujar orang itu kini melepaskan jarinya dari leher Aurora. Ia berdiri dari duduknya lalu mengusap kepala Aurora sambil tersenyum.
"Dia udah repot bawain makanan buat lo. Abisin," ujar orang itu lalu pergi meninggalkan Aurora. Saat di depan pintu ia berbalik sebentar menatap dua orang penjaga yang ada di sana.
"Pastiin dia habisin makanannya! Kalau dia gak makan, kepala kalian saya jadiin menu untuk besok. Mungkin dia lebih suka kalau kalian yang suapi hahah!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Om Jadian Yuk!
Teen FictionNamanya Aurora, Aurora Esther. Gadis 18 th yang suka sama Om sahabatnya yang keren abis.. Billy Wesphal. Siapa yang bisa menolak pesona pria tampan itu? Tidak satupun, termasuk Aurora. Aurora melupakan satu hal bahwa, ia juga tampak sempurna di mata...