Kejelasan

212 21 13
                                        

"Pertama kali gue ngerasa hal yang beda, rasa yang lebih dari apa yang pernah gue rasain sebelumnya. Pertama kalinya gue nginjak dapur buat masak, gak peduli kuku-kuku gue bakalan rusak, gak peduli bau dapur bakalan nempel di baju gue. Pertama kalinya gue seneng-seneng di tempat yang sederhana, gue ngerasa kehangatan yang belum pernah gue rasa. Semua tentang dia itu pertama buat gue, tapi kenapa ini seolah hal yang biasa buat dia? Hiks... gue... gue harus apa, Josh?"

Joshep segera merangkul Aurora dari samping. Mengusap bahu Aurora yang mulai bergetar.

"Mungkin lo anggep gue bego karna mudahnya jatuh cinta sama orang yang baru gue kenal, tapi itu yang gue rasain, Josh. Kalau dia gak punya perasaan lebih, kenapa dia perlakuin gue beda? Kenapa dia buat gue ngerasa spesial? Kenapa dia kasih gue harapan?" Joshep yang mendengar itu menutup matanya. Salah satu tangannya mengepal.

"Kenapa? Kenapa dia malah bikin perasaan gue tumbuh makin besar tiap harinya? Seharusnya gue enggak naruh harapan sebesar ini Josh. hiks... Andai gue bisa milih, gue lebih milih untuk enggak jatuh terlalu dalam secepat ini, Josh." Suara Aurora yang terdengar lirih membuat Joshep semakin sakit mendengarnya.

"Dia berubah. Waktu kami ketemu dia malah cuek sama gue hiks... Seenaknya bilang mau pergi ngedate di depan gue. Hiks... Tadi gue ke apartemen dia dan wanita itu... tante-tante yang nganterin dia malem itu juga ada di sana! Sakit, Josh. Sakit... hiks Dia senyum lebar waktu cewek itu dateng. Beda banget waktu gue yang dateng." Billy membawa Aurora ke dalam pelukannya. Hatinya sakit, bahkan untuk menyebut namanya saja Aurora rasanya tak sanggup.

"Segitu cintanya lo sama Om Billy, Ra?" Aurora hanya menganggukan kepalanya di pelukan Joshep.

"I love him, Josh. I love him so much... Sesederhana itu ungkapan rasa gue, Josh. Tapi k-kenapa rasanya sesakit ini. Rasanya baru kemarin gue seneng banget, gue-"

"Udah!! Stop!! Udah, Ra!! Gue mohon cukup!! Lo yang tersakiti di sini, jadi gue mohon berhenti!! Gue gak suka lihat lo berantakan kayak gini," ujar Joshep tegas memotong kata-kata yang akan keluar dari mulut Aurora. Ia mencengkram kedua pundak Aurora. Rasanya sudah cukup untuk mendengar kepahitan gadis itu.

"Josh?" Aurora terkejut melihat mata Joshep yang mulai berkaca-kaca. Pria itu membentaknya. Untuk pertama kali suara Joshep sekeras ini.

"Kenapa, Ra? Kenapa?! Kenapa harus dia?! Ada banyak orang diluar sana yang bakalan nerima lo!! Kenapa dia, Ra!? Kenapa?!" Air mata itu telah lolos. Ia tak bisa menahan nya lagi. Semuanya. Bukan hanya Billy dan Aurora yang tersakiti disini, tapi Joshep juga.

Bagi Joshep memang menyakitkan ketika mengetahui orang yang di sukai Aurora adalah Omnya sendiri, tapi ternyata lebih menyakitkan ketika melihat Aurora serapuh ini karena patah hati.

"Tapi Josh, gue cin-"

"Persetan dengan cinta dia!! Itu gak cinta... gak cinta. Lo cuma kagum, Ra. Iya, cuma rasa kagum. Yang lo dapetin cuma luka, lebih baik lo berhenti, Ra." Kini suara Joshep tidak sekeras tadi. Bahkan terdengar lebih memohon.

"Lo inget kan waktu gue bilang bakalan lindungin lo?" Aurora hanya mengangguk sebagai jawaban masih dengan isakannya.

"Itu masih berlaku sampai sekarang. Gue bakal lindungin lo. Gue gak akan ngebiarin lo terluka, Ra." Joshep tersenyum sambil menghapus air mata Aurora yang masih saja mengalir.

"Makasih, Josh." Joshep kembali memeluk Aurora. Gadis itu kembali menumpahkan tangisannya di pelukan Joshep. Tangan kanan Joshep naik mengelus punggung Aurora, berharap dapat sedikit menenangkan gadis itu. Cukup lama mereka terdiam dengan posisi seperti itu. Hingga isak tangis Aurora tak terdengar lagi.

Om Jadian Yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang