19. Dia Tidak Ingin Menjawabnya.

18.7K 1.2K 1
                                    

○●○Veel Plezier○●○

Sekitar pukul delapan malam, Selona baru kembali pulang ke kediaman Raymond. Mungkin karena kelamaan duduk di dalam kereta jadi membuatnya begitu kelelahan hingga melangkah pun begitu sulit untuknya.

Setelah menutup pintu mobil taksi,  Selona melangkah dengan kaki berat ke dalam pekarangan rumah.

Salahkan Raymond yang mempunyai rumah yang begitu luas hingga membuatnya terus menyemangati tubuhnya agar tidak jatuh sebelum tiba di dalam kamarnya.

Selona kembali tertegun melihat tangga itu. Berkali-kali melewati nya, baru kali ini Selona begitu bermasalah dengan benda tersebut. Hingga terpikirkan untuk tidur malam ini pada salah satu kamar tamu. Sedetik berikutnya, Selona mulai menggelengkan kepalanya.

Itu ide terburuk yang pernah ada. Selona bahkan masih belum bisa melupakan kejadian kolam renang itu.

Mau tidak mau Selona harus menaiki tangga dengan berpegangan tangan pada besi pembatas. Hal itu justru menimbulkan tanda tanya kepada beberapa Pelayan yang melihatnya.

"Nona Selona baik-baik saja?"

Selona berbalik sembari tersenyum. "Aku baik-baik saja. Tenang saja"

Setelahnya Selona segera menegakkan tubuhnya dan mulai menaiki tangga seperti biasanya. Hal itu dilakukannya agar para Pelayan tidak lagi mencemaskannya.

Selona memasuki kamarnya dan langsung saja menguncinya.

Setelah selesai mandi, Selona langsung menjatuhkan dirinya di atas kasur tanpa memakai pakaian dahulu.

Hampir saja terlelap, Selona kembali membuka lebar-lebar kedua matanya saat ada yang mengetuk pintu kamarnya.

Dengan cukup terganggu, Selona mulai berdiri dan berjalan mendekati pintu sembari memperbaiki tatanan handuknya yang akan melorot.

Selona membuka pintu dan ternyata Pelayan yang datang untuk menawarkan menu makan malam kepadanya.

"Aku sepertinya tidak akan bergabung untuk makan malam, Bibi. Aku ingin beristirahat lebih awal"

"Tapi Nona—"

Selona yang merasa tidak enak langsung saja mengatakan, "Jika begitu, pisahkan saja makanan untukku, Bibi. Mungkin jam tiga pagi akan kumakan"

Pelayan itu mengangguk mengerti. "Baik, Nona Selona. Akan saya jamin rasa makanannya akan lezat. Jangan lupa untuk dipanaskan di dalam microwave. Kalau begitu, saya ke bawah dulu"

"Tentu, Bibi"

Kepala Pelayan itu segera turun untuk menyajikan makan malam untuk Raymond dan Adeline.

Setelah tiba di dapur, wanita berusia 39 tahun itu langsung dihadang oleh Raymond.

"Apa yang dikatakan Selona?"

Kepala Pelayan itu sontak menunduk sembari menjawab. "Nona Selona mengatakan akan tidur lebih awal, Tuan"

Raymond melirik ke atas, tepat ke arah kamar Selona. Kejanggalan-kejanggalan yang perempuan itu munculkan semakin membuat lelaki itu tertarik. Bahkan tadi supir melaporkan padanya bahwa perempuan itu menaiki taksi menuju ke stasiun kereta.

Untuk apa dia pergi ke stasiun kereta?

○●○●○●

Saat ini telah pukul dua belas malam, Raymond baru saja keluar dari kamar tamu. Setelah mengambil air mineral pada kulkas dan meminumnya, lelaki itu tidak juga bergerak dari dapur.

Raymond heran dengan keberadaan kepala Pelayan dengan satu rekannya yang sedang begitu sibuk memasak. Kemudian lelaki itu bertanya, "kalian memasak untuk siapa malam-malam begini?"

Kedua Pelayan itu sontak terkejut dan langsung saja berbalik ke arahnya. Dengan gugup, kepala Pelayan mulai berkata. "Ini untuk Nona Selona, Tuan"

Raymond menaikkan satu alisnya, "Selona?"

Kedua Pelayan itu mengangguk. "Benar, Tuan. Nona Selona tidak sempat makan malam karena tidur lebih awal. Jadi kami membuatkannya makanan, jikalau Nona Selona terbangun dan lapar"

Raymond tahu itu dan hanya mengangguk-ngangguk sebagai jawaban.

Ketika mengingat Selona. Bukankah perempuan itu mengalami gangguan tidur akhir-akhir ini? Perempuan itu juga sering bermimpi dan kesulitan terbangun.

Bahkan masih membekas diingatannya saat mendengar perkataan dan juga melihat raut wajah penuh ketakutan Selona dalam tidurnya.

Sebenarnya apa yang terjadi pada Perempuan itu?

Sejak kepulangan nya dari rumah sakit, perempuan itu sudah sangat berbeda.

Apa dokter telah salah memasukan cairan ke dalam selang infusnya hingga membuat perempuan itu menjadi berbeda?

Itu bisa saja terjadi.

Raymond kini menaiki anakan tangga dan berniat menghampiri Selona di dalam kamarnya. Saat telah memutar kenop pintu dan mendapati itu terkunci, ekspresi Raymond tiba-tiba berubah suram.

Perempuan itu juga mulai mengunci kamarnya akhir akhir ini.

Setelah beberapa saat berdiri di sana, Raymond memutuskan menuju kamarnya di seberang. Masa bodo dengan Selona.

Raymond sejak tadi terus memejamkan kedua matanya. Namun lelaki itu cukup kesulitan. Bahkan sudah jam dua dini hari, dan lelaki itu belum juga tertidur.

Hingga sayup-sayup terdengar suara alarm di seberang kamarnya. Raymond langsung terbangun dan berjalan ke luar dari kamarnya. Alarm itu tidak juga berhenti sampai lelaki itu tiba di depan pintu kamar Selona.

Hendak untuk mengetuk nya, Raymond mengurungkan niatnya dan mulai turun menuju sofa ruang tamu. Karena hanya ruangan ini yang bisa menjangkau Selona jika perempuan itu keluar dari kamarnya.

Cukup lama Raymond duduk di sana, hingga Selona telah keluar dengan handuk yang terlilit ditubuhnya dengan wajah yang cukup sembab.

Raymond meneguk ludah sesaat, setelahnya lelaki itu mulai menyadarkan dirinya sendiri.

Selona mulai menuruni tangga dengan sangat perlahan. Bahkan Selona saat ini tidak menyadari kehadiran Raymond di ruangan tamu.

Saat telah tiba di dapur, Selona membuka kulkas dan mengeluarkan wadah makanan itu. Setelah membuka penutupnya, Selona tiba-tiba tersenyum lucu. Kepala Pelayan itu sungguh sangat memperhatikan nya.

Selona memasukan makanan itu ke dalam microwave. Setelah menunggu selama beberapa menit, Selona mulai mengeluarkannya sembari mengambil nasi dan mulai menyantapnya dengan senyuman yang tidak pernah terlepas diwajah nya.

Raymond yang sejak tadi hanya memerhatikan, kini memutuskan untuk berjalan menuju dapur.

"Kau habis bermimpi lagi?"

Selona menghentikan makannya, perempuan itu melirik Raymond lewat ekor matanya. Heran juga dengan kedatangan tiba-tiba lelaki ini. Padahal Selona mengira bahwa semua orang telah tertidur.

Raymond mengambil mineral botol di dalam kulkas dan berjalan mengitari meja. Lelaki itu memilih duduk di depan Selona yang sedang makan.

"Kau tidak ingin menjawabnya?"

Raymond mulai membuka penutupnya lalu memberikan mineral botol itu ke hadapan Selona dan masih terus menanti jawaban dari perempuan itu. Kemudian Raymond kembali bertanya yang akhirnya berhasil membuat Selona melihat ke arahnya.

"Aku selalu penasaran tentang mimpi mu itu, bolehkah aku mengetahui kau memimpikan apa? Siapa itu Heros dan mengapa dia menahanmu, juga kenapa lehermu menjadi patah?"

○●○Veel Plezier○●○

I'm Selona [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang