04. Perubahan Itu Nyata.

33.5K 1.9K 76
                                    

○●○Veel Plezier○●○

"Bagaimana? Kau sudah siap untuk menghadiri perjamuan malam ini?"

Selona menatap pantulan lelaki yang menyembul dibalik pintu tengah menanti jawabannya. Segera, Selona mengangguk dan lantas berdiri. Berjalan perlahan menuju lelaki tidak sabaran itu.

Setelah berdiri tepat di depan lelaki itu. Selona mulai mengaitkan tangannya pada lengan lelaki itu sembari berjalan menuruni anak tangga.

"Kita terlihat seperti sepasang kekasih sungguhan. Dan kau sungguh cantik malam ini"

Selona memutar bola matanya dan berdehem pelan. Memberi reaksi seminim mungkin kepada lelaki itu.

Setelah mobil sport merah itu melaju begitu kencang. Selona mulai menoleh ke samping, pada pemandangan malam yang sangat indah. Ibukota memang selalu indah pada malam hari.

"Kau memotong rambutmu hari ini?"

Selona menoleh sebentar pada Raymond lalu kembali memandangi pemandangan kota. Kemudian berkata singkat, "Ya"

Setelah dua hari tinggal di rumah, Raymond. Selona mulai membiasakan dirinya. Perempuan itu juga sering membaca kembali buku harian dari Selona, guna untuk membuatny

Raymond mengernyit dengan satu alis terangkat. "Akhir-akhir ini kau sering berkata begitu singkat. Apa dokter salah meresepkan obat untukmu, sehingga kepalamu sedikit tidak bekerja?"

Selona memejamkan kedua matanya. Cukup muak dengan semua itu. "Bisakah kau diam?"

Hening.

Perkataan tersebut membuat Raymond meminggirkan kendaraannya ke samping jalan. Tatapan nya tiba-tiba berubah kesal.

"Kau kenapa sih?"

Selona tidak menjawabnya dan berusaha mengabaikannya. Perempuan itu memilih pura-pura tertidur saja hingga beberapa saat, terasa mobil lelaki itu sudah kembali melaju.

"Kau sepertinya perlu dirawat kembali di rumah sakit. Otakmu sepertinya sakit"

Terserah kau saja. Selona memilih tidak akan banyak melakukan interaksi dan menunggu hingga mereka memutuskan pertunangan. Setelahnya, dia akan memilih tinggal jauh dari Ibukota dan menikmati hidup yang tenang.

Tiga puluh menit kemudian, mereka berdua telah tiba di sebuah hotel berbintang lima. Raymond segera turun dari mobilnya dan mulai membuka pintu untuk Selona sembari membiarkan perempuan itu menggandeng tangannya.

Saat mulai melangkah, Selona secara cepat tersenyum manis dan beradaptasi dengan cepat pada semua tamu yang telah menanti kehadiran keduanya.

"Oh Selona, hari ini kau sungguh cantik sayang"

Larissa berjalan mendekat dan memeluk Selona. Senyuman bahagianya tidak pernah luntur ketika melihat Raymond dan Selona bersama.

"Ibu bisa saja. Padahal yang cantik itu Ibu. Lihat, gaun Ibu yang indah ini begitu menarik perhatianku sejak memasuki hotel. Di mana Ibu membelinya?"

Larissa menjadi malu-malu mendengar pujian itu. Padahal umurnya kini akan menyentuh kepala lima sebentar lagi. Tentu saja, dia tidak pernah salah memilih pasangan untuk anaknya sendiri.

"Jangan memasang wajah seperti itu, Ibu! Itu membuatku ngeri mendengarnya"

Larissa menatap tajam kepada putranya, lalu segera mengambil Selona dari Raymond untuk dia pamerkan kepada teman-temannya.

"Jangan mengambil perempuanku, Ibu! Hari ini dia sangat cantik dan aku tidak akan rela membiarkannya!"

Selona berdecih dalam hati mendengarnya. Meskipun demikian, perempuan itu tetap memasang Senyuman manis dan kemudian berujar kepada Raymond. "Sebentar saja, Mondy... setelahnya aku akan kembali kepadamu"

Melihat keromantisan anak dan calon menantunya, Larissa merasa sangat bahagia. Tidak ada lagi hal yang perlu dia cemaskan lagi dalam hidupnya setelah ini.

"Kau ini banyak sekali protesmu! Padahal Lona sudah seharian ini bersamamu!"

Setelah mengatakannya, Larissa telah membawa Selona untuk pergi dari sana dan meninggalkan Raymond yang terkekeh geli.

Pesta perjamuan malam ini begitu meriah. Larissa telah mengeluarkan banyak uang untuk mengadakan acara untuk kesembuhan calon menantunya.

Setelah sampai di depan teman-temannya. Larissa membawa Selona dan membantunya duduk di sebelahnya.

"Aduh Selona... lama tidak bertemu ya"

"Bagaimana keadaanmu, sayang?"

Melihat kedua bibi itu, Selona lantas mengernyit samar. Meskipun tidak mengenalnya, Selona mulai kembali berakting.

"Apa itu sungguh bibi? Aku bahkan hampir tidak mengenali bibi karena riasan indah yang bibi kenakan"

Perkataan tersebut lantas membuat wanita paruh baya itu tersipu. Lalu salah orang itu mulai mencolek Larissa. "Di mana kau mendapatkan calon menantu semanis ini? Tolong berikan aku satu"

Enak saja.

Mereka pikir Selona adalah benda? Perempuan itu kembali tidak habis pikir.

Larissa tertawa kecil dan perlahan mengelus lembut rambut bergelombang Selona yang di gerai.

"Tidak ada Selona yang lain. Dia Satu-satunya"

Terlihat raut kecewa dari keempat teman-teman Larissa. Dengan cepat, Selona menangkap suasana yang tidak menyenangkan dan mulai mencairkan suasana.

"Bibi-bibi bisa menganggapku sebagai putri maupun teman. Aku siap kok"

"Andai saja menantuku seperti Lona, yang mau diajak kemanapun. Pasti akan sangat menyenangkan mempunyai menantu seperti teman"

Selona merasa tidak enak hati, lalu kemudian berkata. "Bibi bisa memulainya kok. Biasanya kami hanya merasa malu dan tidak percaya diri, juga merasa canggung. Kami takut melakukan banyak kesalahan yang bisa membuat mertua menjadi membenci kami. Bibi bisa mulai melakukan percakapan percakapan yang menyenangkan atau pun melakukan kegiatan yang membuat kalian menjadi dekat. Terkadang juga kami sangat kebingungan karena harus menebak-nebak suasana hati Ibu mertua. Contoh saja, Bibi bisa saja mengajaknya berbelanja bersama lalu makan di sebuah restoran dan kemudian berbicara santai"

Salah satu bibi itu mulai menanggapi, "Yang dikatakan Lona itu benar. Kau sepertinya lupa saat baru saja menjadi menantu. Kau tahu sendiri perasaan canggung itu apalagi hanya tatapan saja, tapi seperti akan dilahap hidup-hidup. Berlaku baiklah dengan menantumu setelah ini, Ema"

Ema mengangguk mengerti tapi teringat akan sesuatu. Kemudian perempuan paruh baya itu mulai menatap Selona, padahal perempuan itu belum juga menikah tapi seperti sudah sangat berpengalaman. "Lona tau semua itu darimana?"

Selona mencoba bersikap tenang lalu tersenyum manis sembari berkata. "Aku selalu berusaha memposisikan diri dengan semua orang, Bibi Ema"

Kali ini Larissa kembali kagum akan calon menantunya yang terlihat lebih dewasa. Sungguh perempuan yang sangat cocok bersanding dengan Raymond.

"Ibu dan Bibi-Bibi, aku permisi dulu ingin ke toilet sebentar"

"Silahkan, sayang"

Selona segera menjauh dari sana. Perempuan itu berjalan perlahan sembari mencari-cari keberadaan dari Raymond. Setelah dirasa tidak menemukannya, Selona menyerah dan berjalan menuju toilet.

"Ayo cepat, sayang..."

Langkah Selona terhenti mendengar suara di ujung lorong yang sepi. Tanpa melihatnya, Selona sudah tahu siapa orang tersebut.

Setelah mengambil napasnya cukup dalam, Selona mulai mendekati kedua orang tersebut. Raut wajahnya sangat datar saat ini.

Sesampainya di ujung lorong, terlihat mata sipit lelaki itu membesar mendapati Selona manatapnya jijik dengan tangan terlipat di depan dada.

"Aku tahu kau terlalu terburu-buru, Mondy. Tapi bisakah kau menundanya sedikit lebih lama lagi? Kau tidak malu jika ketahuan oleh Ibumu sendiri?"

○●○Veel Plezier○●○

I'm Selona [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang