40. Perlu Kuseret?

15.3K 934 25
                                    

○●○Veel Plezier○●○

Sepuluh hari telah berlalu dengan cepat. Di Ibukota saat ini, tampak laki-laki itu masih tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya berpijak. Raut wajahnya selalu menunjukkan kesuraman.

Semenjak ditinggal pergi oleh perempuan itu, suasana hatinya tidak pernah baik. Semua hal bisa memancing kekesalannya. Dan, dia juga baru menyadari tentang perasaannya yang sesungguhnya.

Waktu itu, dia hampir saja menyusul perempuannya. Namun kecelakaan itu menggagalkan segalanya. Apalagi saat tersadar, Ibunya terus saja mengawasinya sepanjang waktu. Tidak ada cara sebelum dia benar-benar pulih. Akan tetapi, saat dia benar-benar pulih, Ibunya terus memberinya banyak tanggungan dan membuatnya semakin sibuk sepanjang hari di kantor. Bahkan wanita itu mengirimkan Arman di dekatnya agar dia tidak bisa leluasa kabur.

Saat ini, Raymond baru saja keluar dari kamar Selona. Dia melangkah masuk ke kamarnya dan langsung membuang diri di atas ranjang. Dia begitu merindukan kehadiran dari Selona. Setiap akan menutup matanya, bayangan perempuan itu terus menghantuinya hingga dia selalu kekurangan tidur.

Ponselnya yang berada ditangannya tidak pernah terlepas dan Raymond hendak akan menelepon Selona lagi. Akan tetapi, sebelum dia menekan kontaknya, pintu kamarnya kini diketuk oleh seseorang.

Raymond sepenuhnya heran, mengingat saat ini sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Tentunya semua Pelayan telah kembali ke paviliun.

Belum sempat dia menyahut, terdengar suara kaki melangkah masuk dengan begitu perlahan. Tampak orang itu begitu malu-malu dengan penampilannya sendiri.

"Siapa?" tanya Raymond. Pandangannya masih fokus dengan layar ponselnya.

"Tuan..."

Raymond menyingkirkan ponselnya sebentar, pandangannya kini tertuju pada perempuan itu. Ketika melihatnya, Raymond kini tahu bahwa perempuan itu adalah salah satu Pelayan yang bekerja di rumahnya. Hanya saja, Pelayan itu bertindak sangat berani malam ini dengan pakaian terbukanya yang tipis. Bahkan panggilannya beberapa waktu yang lalu terdengar begitu sensual.

Laki-laki itu jelas tahu apa maksud dari tindakan berani perempuan itu. Namun saat ini Raymond tidak bereaksi banyak selain menaikkan alisnya.

"Siapa?" tanya Raymond. Dia kembali mengulangi perkataannya saat perempuan itu tidak juga menjawabnya. Raut wajahnya berangsur-angsur menjadi datar.

"Aku... Merlin, Tuan"

Pelayan itu perlahan-lahan berjalan dengan pasti untuk mendekati Raymond.

Saat pertama kalinya mengetahui Selona telah meninggalkan rumah ini, Merlin tentunya sangat senang. Dia seakan mendapatkan kesempatan yang teramat sangat langka. Siapa yang bisa menolak pesona Tuan muda mereka yang begitu menawan. Apalagi taraf hidup sekarang begitu mahal. Maka malam ini, dia benar-benar melancarkan aksinya.

Seharian tadi, perempuan itu menghabiskan waktu untuk mencari lingeri terseksi di pusat perbelanjaan. Tidak tanggung-tanggung, dia langsung menghabiskan banyak uang untuk satu pakaian itu.

Merlin benar-benar percaya diri akan tubuhnya. Dia sangat yakin, Raymond akan berakhir dengannya malam ini.

Merlin kini menghentikan langkahnya. Jaraknya sekarang dengan ujung ranjang kurang dari satu meter. Perempuan itu menunggu Raymond untuk bereaksi. Mengingat lingeri ini benar-benar memperlihatkan tubuh indahnya dan mustahil bagi seorang lelaki untuk tidak tergoda dengan itu.

"Tuan..." panggilnya lagi dengan setengah mendesah. Dia bahkan menggigit ujung jari telunjuk nya dengan tersenyum menggoda di depan Raymond.

Namun sampai saat ini, Raymond tidak juga mengubah raut wajahnya. Dia benar-benar tidak suka dengan perempuan tidak tahu diri seperti Merlin ini, dan dia tidak pernah mengharapkan akan berhubungan dengan seseorang yang jauh dibawah strata hidupnya. Sehingga semua mantan kekasihnya dulu adalah supermodel teratas.

"Pergilah, aku tidak melakukannya dengan seorang Pelayan sepertimu" itu terdengar sangat kejam.

Bahkan Merlin sudah begitu malu karena Raymond tidak juga menunjukkan ketertarikannya. Pada akhirnya Raymond kembali mengambil ponselnya dan mulai menaruh perhatiannya lagi pada benda tersebut.

Merlin tidak ingin tindakannya berakhir sia-sia. Jadilah dia mulai naik ke atas ranjang dan mulai menyentuh secara perlahan dada bidang Raymond yang masih terbalut oleh kaos putihnya. Gerakannya dibuat dengan begitu sensual dan menggoda.

Tanpa pikir panjang, Raymond langsung menepis tangan itu dan segera menjauh. Wajahnya langsung  memerah marah dengan mata sipitnya yang tampak melirik Merlin dengan sangat tajam. Melihat perempuan itu saja sungguh membuatnya sangat jijik.

Kemudian dia mencari kontak Erwin dan menghubunginya. Dia tidak ingin repot-repot menyentuhkan tangannya pada perempuan tidak waras itu.

Setelah panggilannya tersambung, dia lalu berkata dengan cepat. "Bawa pergi perempuan gila di dalam kamarku. Terserah mau kau apakan dia"

Setelah mengatakannya, Raymond segera berjalan keluar sembari membanting pintu kamarnya. Hal itu membuat Merlin terlonjak kaget dan menjadi kelabakan saat Erwin kini terlihat masuk dengan raut wajah yang dingin.

Sontak, Merlin segera menutupi area penting ditubuhnya menggunakan kedua tangannya.

"Mau keluar sendiri atau perlu kuseret?"

○●○●○●

Setelah merasa tenang dengan berkemudi di jalan raya, Raymond kemudian menepikan mobilnya saat melihat minimarket yang masih terbuka.

Saat akan melangkah masuk, mata sipitnya lalu tertuju pada mi instan cup yang terpajang rapi di samping kirinya.

"Kau mau juga?"

Sekelebat ingatan tentang Selona kembali terputar. Akhirnya dia melangkah mendekat dan memilih untuk makan makanan instan itu saja. Padahal tadinya Raymond hendak membeli sebungkus rokok, tapi tergantikan oleh mi instan cup itu.

Setelah menyeduh dan membayarnya, Raymond keluar dan memilih duduk di meja yang pernah mereka berdua duduki sebelumnya.

"Ada apa?"

Raymond menutup matanya, bahkan mi cup itu tidak lagi membuatnya berselera. Bayang-bayang Selona terus terputar dipikirannya seperti film pendek.

"Aku merindukanmu dan calon anak kita"

———

Di tempat lain, Selona yang baru terbangun dari tidurnya karena alarm, sontak menyentuh atas dadanya yang terasa berbeda dari biasanya.

Bahkan kali ini dia tidak lagi menangis seperti malam-malam sebelumnya. Sungguh ini kemajuan yang akan sangat menggembirakan bagi Ifya.

Hanya saja saat ini perasaannya terasa begitu kosong, dan itu membuatnya kebingungan. Saat akan bangun dan keluar dari kamarnya, tiba-tiba ponselnya berdering.

Selona mendekat dan melihatnya. Matanya berkedip dua kali saat nama lelaki itu kembali terlihat.

Padahal pertunangan mereka sudah berakhir seperti perkataan lelaki itu. Namun kenapa hingga saat ini dia masih menghubunginya.

Selona masih terus melihat ponselnya yang layarnya mati dan menyala itu. Terhitung sudah tiga panggilan yang dia lewatkan. Ketika panggilan ke-empat itu, Selona hendak mengangkatnya, tapi terhenti dengan kehadiran Astrid di belakangnya.

"Akhir-akhir ini Lona selalu bangun dijam seperti ini, apa Lona merasa tidak nyaman di rumah ini?"

Selona buru-buru mematikan layar ponselnya dan berbalik untuk melihat Ibunya.

"Lona sangat nyaman kok, Bu. Apa alarm ponsel Lona yang membuat Ibu terbangun?"

Astrid menggeleng. Mustahil jika dia mendengar alarm ponsel Selona. Mengingat kamar putrinya itu kedap suara. Tadi dia tidak sengaja terbangun karena terlalu haus, tapi ketika melihat kamar Selona terbuka, dia menjadi penasaran dan bertanya. Malah saat ini dia baru tahu kalau putrinya memasang alarm diwaktu seperti ini.

○●○Veel Plezier○●○

I'm Selona [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang