○●○Veel Plezier○●○
"Aku juga merasa aneh, Ifi. Saat di Jepang, bahkan jadwal tidurku jauh lebih fleksibel. Namun saat tiba di sini lagi, dan walaupun hanya menyebut namanya, aku kembali kambuh. Itu terasa aneh. Walaupun aku tidak lagi melihat mereka"
"Jadi saat kambuh beberapa hari yang lalu, siapa yang membantumu? mengingat di sini kau tidak tinggal bersama keluargamu"
Selona termenung sesaat lalu menjawabnya dengan suara pelan. "Raymond"
Ifya melebarkan kedua matanya. Bukankah mereka berdua sudah tidak bertunangan lagi. Kok bisa sih mereka bertemu lagi?
"Pada kedua waktu itu?" tanya Ifya dengan wajah penasaran.
Selona kembali mengangguk. Tentu saja, karena Raymond yang duluan menyinggungnya. Jika tidak membicarakannya juga, pasti Selona tidak akan kambuh.
"Mau melakukan terapi?"
Selona memikirkannya selama beberapa detik, lalu menggeleng pelan. Pil obat saja sudah cukup untuknya.
"Berikan saja aku pil, punyaku sudah hampir habis"
Ifya mengembuskan napas pelan. Selalu saja menolaknya, bagaimana mau sembuh jika hanya mengandalkan pil obat. Namun, Ifya tidak bisa melakukan hal lebih selain menyetujui keinginan dari pasien.
Ifya kemudian memberikan obat itu pada Selona.
"Jika tidak benar-benar kambuh, pil ini jangan diminum, ya?"
Selona mengangguk dengan hati senang. Semenjak bertemu dengan Ifya, dia merasa seperti mendapatkan seorang teman untuk berkeluh kesah dan berbagi lelucon. Diam-diam, dia juga berharap agar Ifya juga menganggapnya sebagai teman, alih-alih sebatas pasien dan dokter.
"Kau benar-benar akan menikah dengan Raymond Yolano?"
Selona sebenarnya juga meragu tapi akhirnya mengangguk kecil. Ya, seperti itulah. Padahal tadinya dia merasa tidak akan melakukannya.
"Jika terbiasa datang ke klub, semua orang di sana tahu jelas, bahwa calon suamimu itu sering berganti perempuan. Kau tahu?"
Selona kembali mengangguk, tanpa diberitahu pun, dia sudah jelas mengetahuinya. "Itu bagus jika dia bertingkah, aku dengan tenang bisa meninggalkannya sehingga tidak merasa bersalah. Sebenarnya aku menerimanya kembali karena merasa terbebani akan semua perilakunya. Jadi jika suatu saat dia berbuat kesalahan, aku bisa meminta cerai dengan leluasa"
Ifya terperangah dan menatap Selona tidak percaya. "Kau tidak mencintainya?"
Selona merasa bingung sejenak, lalu menimpali, "Aku suka, tapi tidak dengan cinta. Cintaku sudah habis dengan seseorang dan sepertinya tidak akan bisa sedalam itu lagi"
Dia pernah begitu dalam mencintai seseorang, hingga semua perangainya dia abaikan dan pura-pura tidak tahu. Namun, sekarang perasaan mencintai itu tidak akan pernah datang lagi, walaupun Raymond bersikap begitu manis padanya, dia tidak akan mau mencintai lelaki itu hingga kembali menjadi perempuan lemah.
Ifya mengerti. Jika datang untuk konseling, Selona benar-benar menceritakan kecemasan hatinya. Itulah yang membuat mereka berdua semakin dekat, apalagi umurnya dan umur Selona juga hanya terpaut beberapa bulan.
"Ya, untungnya kau sudah move on dengan lelaki brengsek itu. Lelaki itu bukan manusia, tapi binatang. Iya kan?"
Selona tertawa mendengarnya. Dia kemudian langsung berdiri sembari memperbaiki letak tali tasnya. "Jika undangannya sudah ada, aku pastikan kau orang pertama yang mendapatkannya"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Selona [END]
FantasyKematian yang sungguh mengenaskan membuat jiwa Nomia menjadi tidak tenang dan hal itu membuatnya berakhir memasuki tubuh seorang perempuan yang telah mati akibat bunuh diri. Mungkin semesta memberinya kesempatan kedua untuk membuatnya menjalani kehi...