○●○Veel Plezier○●○
Sekembalinya ke hotel, Raymond tidak pernah lagi keluar dari kamarnya selama dua hari ini. Bahkan ponselnya juga dinonaktifkan. Hal itu membuat Larissa cemas di negara lain dan segera menghubungi Selona untuk bertanya.
Selona yang mengetahuinya segera merasa bersalah. Namun dia meragu untuk mendatangi lelaki itu lagi. Mengingat hubungan pertunangan mereka telah lama berakhir.
"Ibu tahu kau cukup ragu, sayang. Tapi keadaan di perusahaan begitu mendesak dan hanya anak itu yang bisa melakukannya" terpaksa Larissa harus mengatakan kebohongan itu, agar perasaan Selona langsung tergerak.
Selona menggigit bibir bawahnya dan mengangguk pelan. Dia pun mengatakan, "Aku akan ke sana, Bu"
Larissa senang mendengarnya, wanita itu pun segera mengirimkan alamat hotel Raymond. Kemudian dia menambahkan, "Katakan saja pada resepsionis, bahwa kau datang untuk menemui tunanganmu dengan menunjukkan kartu pengenal. Mereka pasti akan langsung mengantarmu ke ruangan kamarnya"
Selona mengangguk pelan. Hembusan napas berat keluar begitu saja dari hidungnya. Dia kemudian menoleh pada ruang wardrobe, dan melangkah masuk tanpa ragu.
Setelah berganti pakaian, Selona mengambil kedua ponsel yang terletak di atas meja. Tangannya memasukannya dengan cepat ke dalam tas. Setelah merasa tidak meninggalkan sesuatu lagi, Selona mulai melangkah keluar dari kamarnya.
Hari ini Aayri ada kelas siang dan baru akan pulang ketika sore hari. Begitupun dengan Ayah dan Ibunya yang sudah pergi sejak pagi hari. Kedua orang tuanya benar-benar orang yang sibuk, mereka adalah pencari uang sejati.
Setelah membuka pintu mobil belakang dan memasukinya, supir sudah menjalankan mobil. Selona tidak henti-hentinya menatap jam pada ponselnya. Melihat menit demi menit itu terus berlalu, itu sukses membuatnya gugup. Padahal perkataannya kemarin benar-benar tidak terpikirkan olehnya. Itu keluar begitu saja. Namun sekarang malah menyakiti orang lain.
Selona memalingkan pandangannya ke samping, pada pemandangan luar yang selalu tampak menyenangkan. Melihat orang-orang sibuk dengan buku atau ponsel ditangannya, tentu sukses menghilangkan kegugupannya. Setidaknya untuk saat ini.
Sekitar tiga puluh menit telah berlalu, Selona kini berdiri di depan ruangan kamar Raymond. Disatu tangannya, dia memegang ponsel yang diberikan Ayahnya. Dan, satu tangannya lagi memegang kartu akses kamar dari Raymond.
Selona berusaha mengatur napasnya, dia harus tetap tenang. Selama dua menit perempuan itu berdiri tanpa bergerak, tapi akhirnya satu tangannya terangkat untuk menyentuhkan kartu itu pada sensor pembuka pintu.
Hal pertama yang Selona lihat adalah, kegelapan. Ya, di sini gelap sekali. Seperti bukan kamar hotel pada umumnya. Selona meraba dinding sekitar, dia mencari-cari letak penyimpanan kartu agar ruangan ini menjadi terang kembali.
Setelah lampu ruangan menyala, Selona langsung mencari keberadaan dari Raymond. Tampak laki-laki itu sedang tertidur dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Lantas, dia segera mendekat dan menunduk sembari menurunkan selimut itu hingga sebatas dada dengan sangat hati-hati.
Selona merasa tidak beres ketika melihat Raymond yang bergerak gelisah dalam tidurnya. Tanpa ragu, tangannya telah menyentuh pipi lelaki itu.
"Dia demam" ringis Selona. Sudut tubuhnya benar-benar panas.
Perempuan itu langsung menyimpan tasnya di atas nakas dan pergi mengambil air hangat. Saat di dapur, dia cukup kesulitan mencari kain yang akan digunakan untuk mengompres. Terpaksa, dia menghubungi layanan kamar dan meminta dibawakan kain kecil sekalian bubur hangat beserta obat penurunan demam. Tentunya itu semua dilakukan oleh penerjemah bahasa yang ada diponselnya. Selona mana bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Selona [END]
FantasyKematian yang sungguh mengenaskan membuat jiwa Nomia menjadi tidak tenang dan hal itu membuatnya berakhir memasuki tubuh seorang perempuan yang telah mati akibat bunuh diri. Mungkin semesta memberinya kesempatan kedua untuk membuatnya menjalani kehi...