37. Si Anak Angkat.

14K 847 6
                                    

○●○Veel Plezier○●○

Anehnya, perkataan itu malah dipercayai saja oleh orang tuanya. Tanpa tahu bahwa Selona sangat ketakutan karena harus menunggu seorang diri. Membeli makanan pun terasa sulit karena perbedaan mata uang yang sangat jelas.

——

Selona akhirnya dibiarkan oleh Aayri untuk menumpang di mobil kekasihnya. Melihat kemesraan di depannya dengan pembahasan yang tidak sepenuhnya dia mengerti, membuatnya hanya bisa menghela napas. Setidaknya Aayri tidak meninggalkannya di bandara tadi.

Dia pun segera menoleh pada kaca mobil. Melihat bangunan-bangunan tinggi itu begitu menjulang sangat tinggi, itu terlihat berbeda dengan bangunan di Ibukota. Hanya saja, di kota ini, tampak penduduknya yang begitu sangat sibuk. Orang-orang lebih banyak berjalan kaki dengan langkah yang besar. Kota Tokyo sepertinya tidak cocok untuknya yang begitu menikmati waktu ketika berjalan kaki.

"Kakak Lona beneran tidak ingin jalan-jalan dulu?"

Selona melirik ke depan, pada Aayri yang menyembul di balik kursi penumpang di depannya.

"Tidak, Yuri. Aku ingin istirahat saja"

Aayri terlihat tidak senang lagi. Terlebih pada nama yang Selona panggilkan untuknya.

"Namaku Aayri, kakak Lona" protes Aayri dengan wajah cemberut. Sebenarnya ekspresi itu terlihat menggemaskan, setidaknya kepada para lelaki yang melihatnya.

Selona segera menaikkan alisnya, dia lalu menekankan, "memang benar, itu adalah namamu sebelumnya. Yuri, bukannya Aayri"

Masih tidak terima, Aayri lantas berucap setengah berteriak. Bahkan kekasihnya pun ikut menoleh ke samping karena perempuan bergigi ginsul itu. "Tapi Ibu dan Ayah sudah lama mengganti namaku jadi Aayri. Jadi kakak Lona juga harus memanggilku dengan nama itu"

"Kau masih Yuri, bagiku" timpal Selona menutup pembicaraan mereka.

Selona menghirup napas dalam-dalam sembari memejamkan kedua matanya. Dia begitu lelah hari ini bukan tanpa alasan. Malam tadi tidurnya hanya berlangsung dua jam. Ketika bangun, dia sudah disibukan dengan memesan tiket dan sedikit berkonsultasi dengan Ifya. Pagi-pagi sekali dia menyempatkan datang ke kediaman Ibu Larissa agar wanita itu tahu bahwa pertunangannya dengan Raymond telah berakhir. Dan seperti dugaannya, itu berjalan dengan lancar.

Selona kini berdiri tepat di depan sebuah rumah dengan desain yang cukup modern di bandingkan kediamannya di ujung kota. Melihat taman dengan tanaman dan bebatuan di halamannya, itu tampak begitu indah.

"Kakak Lona masuk saja, aku akan keluar untuk jalan-jalan dengan Jio"

Selona segera menggeleng. Di tempat ini belum ada yang bisa dia percaya. Dia takut kejadian tidak tahu letak kamar saat di kediamannya itu akan terulang kembali. Maka satu-satunya cara adalah, dengan mengajak Aayri ikut masuk dengannya.

"Antarkan aku ke kamar dulu, Yuri"

Tampak Aayri telah mendengus sebal. Wajahnya tidak terlihat ceria lagi, dia sepertinya sangat kesal dengan Selona. Sebelum menemaninya masuk, Aayri menyempatkan mendekat pada mobil kekasihnya, Jio. Dia terlihat mengucapkan beberapa kata. Sampai-sampai Jio ikut melirik ke arah Selona dengan tertawa kecil. Entah apa yang telah mereka bicarakan. Sampai-sampai telah membuat telinganya menjadi terasa panas.

Selona masih berdiri dan menunggu dengan sabar. Perempuan itu kemudian mengambil ponselnya di dalam tas ketika benda itu berdering.

Drrrrttttt!

Panggilan dari Raymond.

Melihat kontak itu yang tengah menghubunginya, dia memilih mengabaikannya.

"Ayo, kakak Lona"

Selona mengangguk dan mengekori Aayri di belakang. Saat telah mengganti sepatunya menggunakan sendal rumah, dia mendongak dan langsung saja dibuat terpukau dengan desain dalam rumah ini. Melihat interior sekitar didominasi oleh kayu, Selona segera mengetuk-ngetukan tangannya ke samping. Jelas saja dinding itu dari kayu. Lantainya pun sepenuhnya dari kayu. Namun ketika melihat jauh ke depan, pada ruang tamu di depannya, tampak dinding itu terbuat dari beton.

(Ilustrasi gambar)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Ilustrasi gambar)

Dapat Selona lihat perbandingan yang sangat jelas dari kedua rumah yang dimiliki orang tuanya.

Meskipun tidak seluas rumah di ujung kota, tapi rumah ini terlihat sangat aesthetic dimatanya. Selona jadi jatuh cinta kali pertama melihatnya. Benar-benar indah.

"Kenapa berhenti, kakak Lona? Ayo masuk!"

Aayri menarik tangan Selona dan akhirnya membuat perempuan itu kembali berjalan. Kini, mereka telah sampai di dalam kamar Selona. Itu lebih bersih dari dugaannya.

"Karena terlalu semangat, Ibu langsung menyuruh Maid untuk membersihkan kamar kakak sejak pagi-pagi buta tadi. Soalnya kakak Lona kasih kabarnya tiba-tiba banget," Selona mengernyit kala mendapati perubahan ekspresi dari Aayri. Perempuan itu pun hanya menantikan kelanjutan perkataan dari adik angkatnya itu.

"Tapi, tenang saja kakak Lona. Aayri tidak jadi kok untuk menukar kamar kakak Lona dengan kamar milik Aayri. Jadi kamar ini masih sepenuhnya punya kakak Lona"

Sebelum pergi, Aayri kembali mengatakan beberapa kalimat yang membuat Selona menoleh dengan tatapan yang malas.

"Oh ya, Maid di sini semuanya pintar bahasa kakak kok. Kakak Lona tidak perlu cemas seperti kali terakhir kakak Lona di sini. Kalau begitu Aayri pergi dulu, jangan telepon atau chat-chat Aayri jika itu tidak urgent banget. Pokoknya harus yang penting banget jika mau telepon-telepon Aayri"

Selona hanya mengangguk-ngangguk. Walaupun tidak diberitahu pun, dia tidak akan juga menelepon perempuan bergigi ginsul itu.

"Makasih, Yuri" ucapnya dengan tulus.

Aayri mendelik sembari mencebikan bibirnya ke arah Selona. "Ih berapa kali Aayri bilang, untuk jangan panggil-panggil dengan nama Yuri lagi!"

Selona mengendikan bahunya dan segera berbaring di atas ranjang. Mengabaikan Aayri yang masih misuh-misuh di dekat pintu masuk kamarnya.

"Pergi sana" usirnya yang tidak juga ditanggapi oleh Aayri.

Aayri malah menunjuk ke dalam tas selempangnya yang tergeletak di atas ranjang. "Itu ponsel kakak Lona ya yang bunyi-bunyi terus? Kenapa tidak dijawab? Apa telepon itu dari kakak Raymond?"

Oh astaga, selain menyebalkan, Aayri juga ternyata terlalu penasaran. Dia tidak tau bahwa manusia seperti Aayri memang benar-benar ada di dunia ini.

"Kau melupakan kekasihmu, Yuri? Dia pasti sudah jadi lumutan sekarang ini. Sana, pergilah"

Refleks, Aayri menepuk kepalanya dan segera berlari pergi. Ternyata perkataannya barusan sangatlah mujur.

Setelah kepergian Aayri, Selona mulai bisa bernapas dengan tenang. Perempuan itu segera bangun dan memilih mengambil tas selempangnya. Dia mulai merogoh ke dalam tas nya untuk mengecek siapa lagi yang tengah meneleponnya.

Raymond.

Masih orang yang sama.

Dengan tiga belas panggilan tidak terjawab darinya.

Tanpa keraguan, Selona lantas menyalakan mode hening sementara pada ponselnya. Ya, itu lebih baik. Setelahnya, dia langsung menyimpan ponsel itu kembali ke dalam tas nya. Berusaha tidak peduli akan semua panggilan tidak terjawab dari lelaki itu.

○●○Veel Plezier○●○

I'm Selona [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang