Saranghae

207 26 6
                                    

Flashback on~ Pov:Jung Hoseok

"Yoboseiyo, Taehyung-ah." Sapaku. Aku berusaha keras agar suaraku tetap terdengar stabil. Sejak kepulanganku dari rumah Jimin aku menghabiskan waktu untuk menangisi semua kesalahanku. Yah, ini semua salahku.

"Chagiya, gwenchana?"

"He em, jam berapa penerbangan mu?"

"Hmmm...3 jam lagi. Waeyo?"

"Aku merindukanmu."

"Oh...ayolah sayang, kau sendiri yang membatalkan pertemuan kita. Atau haruskah aku membatalkan keberangkatanku?"

"NO. Jangan lakukan itu." Jawabku cepat. Namja ini sering bertingkah melawan agensi. Dan itu cukup mengkhawatirkan untukku.

"Lalu...?"

"Aku akan menemui mu."

"Sekarang?"

"Yah, mari kita habiskan waktu bersama sebelum berpisah."

"Owh...aku bisa merasakan bahwa kau mencintaiku."jawab Taehyung.

"Aku akan pergi sekarang."

"Oke. Berhati-hatilah."

Apa yang dikatakan Jimin benar, aku jalang. Tapi aku sama sekali tidak menyesali apa yang terjadi. Yang terjadi antara aku dan Suga Hyung memang seharusnya terjadi. Jika tidak, mungkin sampai saat ini aku tidak akan bisa benar-benar melepas cinta pertamaku itu.

Jimin adalah segalanya bagiku. Lebih dari apapun yang ku miliki. Melukainya adalah dosa yang ku sesali sepanjang hidupku. Jadi aku akan memberi apa yang dia inginkan.

Apartemen Taehyung sangat mewah. Rumah ternyaman kedua setelah tempat tinggal orang tuaku. Mungkin aku akan merindukan tempat ini seperti aku merindukan pemiliknya.

"Taehyung-ah." Sapaku kepada Namja tampan yang hampir 2 tahun menjadi orang yang paling dekat denganku. Dia kekasihku.

"Chagiya, kemarilah." Jawabnya sambil menepuk paha kokoh miliknya.

Aku tersenyum dan mendaratkan bokong ku di tempat yang dia mau. Lengannya melingkari pinggangku yang ramping.
Ku elus Surai hitam yang terasa sangat lembut itu. Mengamati dan menyentuh setiap jengkal wajahnya. Ku bingkai wajahnya yang luar biasa tampan dengan kedua tanganku.
Memori otakku mulai ku penuhi dengan segala hal tentangnya. Termasuk rasa manis dari bibir tipis miliknya.

"Sayang, Gwenchana?"

"Ne. Kau sudah menyiapkan semua yang kau perlukan?"

"Tentu saja, tidakkah sebaiknya kau ikut denganku?" Tanyanya.

"Kau secara tidak langsung mengajakku mengkonfirmasi rumor itu?" Tanyaku sambil tertawa.

"Aku tidak mengkhawatirkan apapun."

Selalu itu yang dia katakan sejak rumor kami menyebar. Aku yang gigih berusaha dan meminta agensi menutupi sedangkan Taehyung bahkan melakukan pembiaran.
"Aku iri padamu, kenapa aku tidak bisa setenang dirimu?"

"Mungkin karena kau mengkhawatirkan masa depan karirmu."

"Apakah kau tidak mengkhawatirkannya?" Tanyaku.

"Aku sangat percaya pada Uri Army."

Mataku berkaca-kaca mendengarnya. Perkataan Taehyung benar. Bukankah seharusnya aku juga percaya Army? Kenapa aku begitu sulit melakukannya?

F AK E    L OV ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang