Menikah bukanlah perkara mudah. Hidup sendiri saja terkadang banyak masalah, apalagi jika seseorang harus hidup bersama orang lain selama sisa hidupnya. Ada yang mengatakan bahwa setelah menikah mereka kehilangan kebebasan, tapi ada pula yang mengatakan bahwa menikah membuat hidup mereka menjadi lebih berwarna. Felix tak tau ia berada di sisi mana. Di satu sisi ia marah karena memutuskan untuk menikah dan kehilangan orangtuanya, namun di sisi lain ia merasa beruntung karena memiliki suami yang sangat perhatian. Ah, bukankah sebentar lagi ia akan memiliki keluarganya sendiri? Ia tak seharusnya berlarut-larut dalam kesedihannya kan?
"Ini sudah direncanakan sejak awal, Pak. Saya bukannya ingin membantah perintah anda, tapi saya pikir mengubahnya sekarang adalah hal yang mustahil."
Felix yang sedang membaca buku di ruang tengah menoleh ke arah ruang kerja Changbin. Dari celah pintu yang setengah terbuka Felix dapat melihat suaminya yang kelihatan kesal ketika berbicara dengan seseorang melalui telepon. Pembicaraan itu terdengar serius dan Changbin kelihatan memijat kepalanya dengan alis yang bertaut.
Merasa tak sopan menguping terlalu lama Felix pun memutuskan untuk bangun dan pergi ke dapur. Ia ingin memasak sesuatu. Sebuah makanan sederhana yang pasti disukai semua orang. Kurang lebih 30 menit berlalu hingga Changbin datang untuk mengambil minum.
"Apa yang sedang kau buat?" Tanya Changbin penasaran sembari mendekati Felix.
"Pudding coklat, katanya makanan manis bisa membantu menenangkan perasaan," ucap Felix sembari memasukkan pudding yang baru dibuatnya ke dalam kulkas agar cepat dingin.
"Maaf, apa kau mendengarku marah-marah?" Tanya Changbin yang merasa tak enak pada Felix.
Felix tersenyum kemudian pemuda manis itu melakukan sesuatu yang biasanya dilakukan Changbin untuk menenangkannya. Ya, menangkup pipi lelaki itu.
"Marah adalah hal yang manusiawi, kakak tidak perlu meminta maaf."
Changbin terpaku menatap wajah suami manisnya. Siapa bilang laki-laki tak boleh cantik? Pemuda manis itu memiliki kecantikan alami yang mampu membuat hati Changbin menjadi tenang. Ia tak munafik bahwa ia awalnya tertarik pada Felix karena parasnya, namun kini ia sadar bahwa pemuda manis itu juga memiliki sifat yang tak kalah cantik dari wajahnya.
"Apa aku boleh menciummu?" Tanya Changbin tanpa sadar.
"Eh?"
Kebingungan Felix seketika menyadarkan Changbin. Lelaki itu terkekeh pelan sembari menggelengkan kepalanya kemudian ia mundur agar dirinya tak berpikir macam-macam.
"Maaf aku lancang, sepertinya kewarasanku sedang tidak pada tempatnya"
Felix menahan tangan Changbin. Wajahnya memerah dan ia menunduk menatap lantai sebelum kemudian berbisik pelan.
"Boleh kak."
"Apa, Fel?"
Changbin mendengarnya tapi ia meragukan pendengarannya di waktu itu.
"Boleh," ulang Felix dengan malu-malu membuat Changbin tersenyum menahan rasa gemas. Lelaki itu mengikis jarak di antara mereka kemudian tangannya menyentuh pipi Felix sebelum kemudian bibir mereka bertemu. Keduanya memejamkan mata dengan iringan suara detak jantung yang terdengar bersahutan.
Perlahan Changbin menggerakkan bibirnya dan Felix menyambutnya dengan baik. Keduanya saling melumat dengan lembut hingga Felix lebih dulu melepas tautan bibirnya setelah dirasa jantungnya tak sanggup lagi menahan debarannya.
Changbin hanya diam memperhatikan wajah Felix yang memerah dan dengan rasa gemas yang menggebu ia pun menarik Felix ke dalam pelukannya.
"Benar katamu, sesuatu yang manis dapat menenangkan perasaanku," bisik Changbin di samping telinga Felix membuat pemuda manis itu semakin merona malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Words 7 [ChangLix]
FanfictionKumpulan oneshoot, twoshoot, manyshoot ChangLix Even though I look like I don't care, actually my heart is just for you. Three Words, I Love You Started : August 3rd, 2023 ⚠️BXB AREA⚠️ Cerita dan ide original dari Sweetbearry10. Saya hanya meminja...