Orang bilang membuat memori dengan sosok seorang ayah itu menyenangkan. Dari mulai memancing, berenang hingga bersepeda bersama. Tapi hal itu tak pernah ia rasakan sampai sekarang.
Langit bersyukur tapi kadang kala jika ia melihat teman-temannya yang berbahagia bersama ayahnya membuatnya iri. Rasa iri itulah yang membuatnya seperti ini, hidup dalam lingkup keluarga yang tak lengkap kadang membuatnya sakit hati.
"Mah kalau semisal aku masih pengen ketemu papah, mamah izinin gak?"
Nadine menoleh begitu mendengar hal itu. Ada rasa sakit dalam dirinya, tapi ia tak bisa apa-apa. Ia beralih menatap langit yang saat itu sedang sibuk membaca bukunya.
"Kalau mamah izinin gimana, hm?" tanya nadine meskipun sudah tahu jawabannya.
Langit menutup bukunya, lalu berpikir. "Ya kalau mamah izinin aku bersyukur, karena selama ini aku gak oernah ketemu sama papah. Apalagi kalau lihat teman-teman langit kalau hari ayah mereka bisa bawa ayahnya kesekolah, sedangkan aku?"
Nadine memudarkan senyumannya saat itu juga. Langit memang benar, seumur hidupnya ia memang tak pernah merasakan kehadiran sosok seorang ayah. Dan yang pasti ada satu hal yang nadine sembunyikan yang menjadi alasan langit tidak bertemu dengan sang ayah.
"Langit mau ketemu sama papah?" tanya nadine sedikit ragu namun diangguki antusias oleh langit.
"Mau dengerin mamah kan?."
~•0•~
Kertas itu ia genggam dengan tangan yang bergetar, tak percaya yang ia lihat. Alaska kembali membaca deretan kata itu dari awal sampai akhir. Namun tetap saja ia menemukan hal yang sama.
"Papah udah tau ini kan?" tanya Alaska menatap tajam Arga yang duduk disampingnya.
Arga mengangguk segera mendengar itu. Lalu ia beralih pada amplop cokelat yang tersimpan di laci dekatnya. Alaska langsung menyambar amplop itu dan langsung membuka yang terbyata isinya foto-foto langit.
"Kenapa papah nyembunyiin ini semua? Terserah alasan apalagi yang bakal papah buat. Tapi kenapa harus langit pah?" tanya alaska geram dengab kelakuan sang ayah.
"Alaska. Ini juga yang terbaik buat kamu sama langit dan mamah kamu juga."
"PERSETAN! Jangan jadian yang terbaik buat alasan pah! Aku mati-matian buat nyari adek aku, tapi nyatanya papah nyembunyiin dia." alaska bangkit dari duduknya dan membawa surat tes DNA tadi dengan foto yang diberikan Arga tadi.
"Bahkan disaat mamah diusir papah lebih bela wanita jalang gak tau diri itu. Aku kecewa sama papah." Setelah mengatakan itu Alaska pergi darisana mengabaikan teriakan Arga yang memanggilnya.
Ponsel itu menyala menampilkan nama langit. Alaska segera menjawab telepon itu namun yang ia dapat hanya kesunyian. "Bisa dateng ke gang deket sekolah." Begitu mendengar permintaan langit Alaska langsung mengendarai motornya hingga gang sekolah.
Begitu sampai Alaska langsung menemukan langit yang terduduk di trotoar jalan itu denfab keoala menunduk. Alaska yang melihat itu langsung menghanpiri Langit.
Langit yang melihat sepasang sepatu didepannya lalu bangkit dan tersenyum tipis. Sampai akhirnya pukulan itu mengenai perut Alaska secara tiba-tiba.
"Lo kenapa hah!" sarkas Alaska tak terima dengan perlakuan Langit padanya.
"Kenapa lo dulu gak nolongin mamah hah! Mamah sakit hati sama wanita jalang itu, kenapa lo gak nolongin disaat dia gak bisa ngapa-ngapain." ujar Langit yang mulai bercucuran air mata. Alaska menunduk tak kuasa melihat Langit yang menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumantara ✔
Teen FictionSeorang remaja yang bernama langit baskara, 17 tahun sudah ia hidup tanpa sosok seorang ayah. Hidup dalam dunia yang menurutnya kadang adil dan tak adil. "Kita punya masalah berbeda yang gabisa dianggap remeh, tapi mereka malah menganggap remeh masa...