Bab 12 Penyesalan

123 7 0
                                    

Sepulangnya dari berolahraga. Alaska langsung memasuki rumahnya dengan wajah lelah. Hendak berjalan menunu kamarnya, namun matanya tak sengaja melihat Nadine yang sedang berdiri di depan sebuah figura foto yang terletak di dekat ruang kerja Arga.

Memilih mengurungkan niatnya untuk ke kamar dan menghampiri Nadine yang terlihat masih betah melihat foto itu.

"Lagi apa mah?" Alaska datang dan langsung memeluk sang ibu dari belakang.

Nadine sedikit menolehkan kepalanya dan kembali fokus pada foto di depannya. "Lagi liatin ini, mamah kira udah papah buang." jawab Nadine.

Mendengar itu Alaska merasa sedikit tersinggung. Membuatnya berhasil mengingat kembali masa lalunya. Menatap foto itu sendu, sampai akhirnya sebuah ide terlintas dibenaknya.

"Mah! Gimana kalau kita foto keluarga lagi? Sekarang kan udah ada Langit." ucap Alaska berdiri di depan Nadine.

Memdengar itu Nadine segera mengangguk setuju. Memang salah satu keinginannya untuk berfoto kembali saat keluarganya kembali utuh, ditambah sekarang adanya Langit yang membuat keluarga itu semakin ramai.

"Boleh. Nanti biar mamah yang bicara sama papah." jawab Nadine mampu membuat Alaska semakin berbinar.

~•0•~

Jam pelajaran itu sudah selesai sepenuhnya. Kini anak-anak SMA ANDROMEDA sedang berkumpul di depan gerbang, menunggu gerbang itu dibuka.

Sedangkan Langit terduduk di sebuah bangku dekat pos satpam. Memperhatikan kerumunan yang sedang menunggu gerbang tersebut dibuka. Sebenarnya ia bisa saja pulang tanpa menunggu gerbang depan dibuka. Tapi kali ini ia tidak di perizinkan untuk membawa motornya. Alhasil ia harus menunggu gerbang tersebut dibuka dan menunggu jemputan yang akan menjemputnya.

"Lo masih belum pulang juga?" Gibran datang yang langsung memberikannya pertanyaan.

Langit menggeleng. Ia menggeser sedikit hingga memberikan ruang untuk duduk Gibran. "Lo sendiri?" tanya Langit balik pada Gibran.

"Belum, gue lagi nungguin adek sepupu gue yang kelas 10." jawabnya bersandar pada kursi yang di dudukinya.

Langit mengangguk paham. Sebenarnya ia juga baru tahu jika Gibran mempunyai adik sepupu yang juga bersekolah disini. Gibran juga menjelaskan jikasannya adik sepupunya itu baru pindah dari luar kota ke Jakarta, yang membuat Gibran sebagai kakaknya membimbingnya untuk beradaptasi mengingat jika ia akan segera lulus.

Tak lama gerbang itu terbuka. Siswa dan Siswi berhamburan segera keluar dari sana membuat sekolah yang di dekat jalan itu menjadi macet oleh siswa dan siswi yang menyebrangi jalan belum lagi jemputan yang memarkirkan kendaraan mereka di bibir jalan.

Langit yang melihat gerbang itu terbuka segera bangkit dari duduknya. "Gue duluan yah, kayaknya udah di depan jemputannya." ucap Langit yang langsung diikuti oleh Gibran.

"Iya, kayaknya dia juga udah beres." Setelah mengatakan itu Gibran pergi dari sana meninggalkan Langit yang masih berdiri di tempatnya.

Melihat kepergian Gibran. Sampai seruan dari seseorang berhasil membuyarkan lamunannya. Ia menoleh ke arah suatu itu, di sana sudah ada mobil yang ternyata menjemputnya.

Langit berjalan menghampiri mobil berwarna hitam itu. "Pa. Mampir dulu ke toko roti yah." ucap Langit memasuki mobilnya.

Pria paruh baya yang menjadi supir Langit itu mengangguk. Kini mobil itu berjalan dengan kecepatan sedang menuju sebuah Toko Roti yang sangat terkenal di daerah sana.

Bumantara ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang