Hari mulai larut, Langit masih enggan terlelap meskipun jam sudah menunjukkan tengah malam. Ia membuka laci nakasnya, menuangkan beberapa butir obat yang di resepkan oleh dokter Rizal sebelumnya ke atas telapak tangannya.
Langit menatap jendela kamarnya. Ia meraih kruk yang bersandar di dekatnya. Ia berjalan membuka pintu balkon kamarnya, remaja itu duduk di kursi yang ada disana sembari memandang bintang yang menghiasi langit saat tengah malam.
Sampai matanya terfokus pada seseorang yang baru saja masuk kedalam sebuah bangunan kecil. Langit memicingkan matanya, ia baru sadar jika ada bangunan kecil disana. Ia beranjak dari duduknya, mengamati bangunan itu sampai seseorang kembali masuk ke dalam bangunan bercat putih.
Lama Langit menunggu, orang itu keluar dari bangunan itu dengan sebuah kotak kayu di pegangnya. Langit mengikuti arah kemana orang itu berjalan, sampai akhirnya orang itu pergi menggunakan sebuah mobil hitam.
Matanya menatap bangunan itu, rasa penasarannya semakin bertambah saat melihat pintu bangunan itu belum tertutup sempurna. Langit ingin sekali melihat isi dari bangunan itu, tapi jika ia turun jam segini yang ada ia bisa ketahuan belum tidur oleh beberapa pekerja di rumahnya.
"Gue harus cari tau besok."
~•0•~
Matahari itu bersinar menerangi kota jakarta. Langit membuka matanya perlahan, ia menatap jendela kamarnya yang tirainya sudah terbuka. Langit menggosok matanya lalu tak sengaja melihat sebuah nampan yang sudah tersaji di atas meja belajarnya. Ia turun dari ranjangnya menatap makanan yang terlihat enak, sampai matanya melihat sebuah sticky note kuning yang tertempel di ujung nampan.
Mat pagi anak ganteng:)
Hari ini mamah harus ke luar kota nemenin papah, Abang ada acara reuni sama temen SMA nya. Jadi kamu jaga diri baik-baik yah. Ini ada sarapan, mamah liat tadi kamu nyenyak banget tidurnya jadi enggak mamah bangunin. Jangan lupa dimakan yah, obatnya juga jangan lupa :)
-mamah-Langit tersenyum saat itu. Sesuai dengan pesan Nadine, Langit menyantap makanan itu hingga habis tak lupa dengan memakan obat yang sudah tersedia disana dalam sebuah piring kecil. Setelah memakan obat, Langit teringat dengan rencananya yang akan mengunjungi bangunan kemarin yang sempat ia lihat di malam hari.
Ia beranjak dari duduknya, meraih kruk yang sudah menemaninya beberapa hari ini. Langit keluar dari kamarnya, lalu berjalan menuju sebuah tangga. Kadang Langit merutuki Arga karena rumah sebesar ini tidak memiliki lift sama sekali. Langit menghela nafasnya kasar, baru setengah tangga yang ia lewati tapi lelahnya seperti yang sudah lari maraton. Langit berlanjut menjalankan kakinya, hingga akhirnya sampai pada ujung tangga.
Ia menatap sekitarnya. Sepi. Langit tersenyum karena ini kesempatan emas baginya, ia berjalan menuju kebelakang rumah yang ternyata ikut sepi. Ia berjalan dengan santai, sampai akhirnya melihat bangunan yang semalan ia lihat. Langit melihat keatas yang ternyata tepat sekali dengan balkon kamarnya.
Ia berjalan menuju pintu bangunan itu. Langit menelan salivanya gugup, hampir saja tangan itu meraih knop pintu bangunan itu. Sebuah panggilan membuat Langit menjauh dari sana.
"Den Langit ngapain disini?" Tanyanya.
Langit mendesah kesal pada pak joko yang bertanya. Padahal sedikit lagi ia tahu soal isi bangunan itu, tapi Pak Joko datang seolah menahan Langit untuk tidak membuka pintu itu. "Nggak lagi ngapa-ngapain cuma lagi jalan-jalan aja, lagian pak joko ngapain nyari saya?" tanya Langit kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumantara ✔
Teen FictionSeorang remaja yang bernama langit baskara, 17 tahun sudah ia hidup tanpa sosok seorang ayah. Hidup dalam dunia yang menurutnya kadang adil dan tak adil. "Kita punya masalah berbeda yang gabisa dianggap remeh, tapi mereka malah menganggap remeh masa...