Siang ini, Langit sedang mencari bahan-bahan untuk ujian prakteknya bersama Gibran. Semua toko sudah mereka kunjungi, tapi tak ada yang menyediakan bahan yang mereka cari.
Sebenarnya Langit sudah mulai prustasi karena lelah terus berjalan ke sana kemari. Ia menatap Gibran yang sedang bertanya pada salah satu penjaga toko di sana, tak lama Gibran menghampirinya dengan muka yang masam.
"Ada?" tanya Langit menatap sahabatnya itu.
Gibran menggeleng ikut duduk di bangku dekat Langit. Seharian ini, Langit dan Gibran mencari bahan-bahan yang diperlukan. Beberapa sudah ada yang di beli, namun hanya tinggal satu barang lagi yang belum terbeli karena tidak ada yang menyediakannya.
"Emang cari apaan sih? Lo nyuruh gue nemenin, tapi sendirinya gak ngasih tau mau nyari apa." protes Langit menatap Gibran.
"Nyari kain planel." jawab Gibran membuat Langit menghela nafasnya.
"Nah kan, coba aja lo ngasih tau gue kita lagi nyari apa. Pasti dari tadi udah beres." tutur Langit tak percaya dengan sahabatnya itu.
"Gue kira lo denger dari tadi gue nyari apa." ujar Gibran tak mau kalah dengan Langit.
Langit berlalu meninggalkan Gibran yang menatapnya kesal. "Cepet! Biar gue bisa pulang." Langit mulai meninggalkan area toko itu diikuti Gibran dibelakangnya.
Perjalanan itu mereka tempuh sekitar 30 Menit. Sampai akhirnya mereka sampai di sebuah toko kain yang bisa di bilang jauh dari perkotaan elite. Gibran menatap sekitar area tersebut, hanya ada satu toko yang buka dari banyaknya toko yang berjejer di sana.
Langit turun dari motor sportnya lalu berjalan ke arah satu toko yang masih buka. Tampak si penjaga toko sangat ramah saat melayani pelanggan, dan yang membuat Gibran semakin tercengang adalah interaksi antara penjaga toko tersebut dengan Langit yang sudah seperti teman lama.
"Eh... ada nak Langit." sapa penjaga toko tersebut saat melihat Langit mukai memasuki area tokonya.
Tampak Langit tersenyun sebelum akhirnya memberikan salam padanya. Susah lama sekali Langit tak berkunjung kemari, setelah ia dan Nadine pindah ke rumah Arga membuatnya jarang sekali membeli alat-alat jahit Nadine disini.
"Iya bu, oh iya bu masih ada kain planelnya?" tanya Langit tersenyum.
"Yah selalu ada dong. Nak Langit mau warna apa aja?" tanya kembali si penjual toko sembari mempersiapkan secarik kertas untuk menulis yang dibutuhkan Langit.
Langit melirik Gibran yang sedang melihat-lihat kain batik yang ada disana. "Ran, mau warna apa kainnya?" tanya Langit sedikit meninggikan suaranya.
Gibran menoleh memperhatikan Langit. "Warna item, merah, biru ama Kuning." jawabnya lalu kembali pada kegiatannya.
Mendengar itu, penjaga toko atau sekaligus pemilik toko yang bernama Bu Susi itu terlihat mencatat apa yang tadi Gibran ucapkan. Setelah itu, ia masuk untuk mencari barang yang dibutuhkan Langit dan Gibran saat ini.
Kemungkinan akam lama mencarinya. Akhirnya Langit memutuskan untuk menghampiri Gibran yang kini sedang melihat beberapa sampel jas yang tergantung disana.
"Nanti kalau nikah, gue mau pake jas yang ada disini deh. Nah nanti buat lo sama yang lain pake batik yang disana tuh," tunjuk Gibran pada deretan kain batik disana.
"Udah ngomongin nikah, punya pacar aja belum." sindir Langit yang langsung memdapatkan pukulan di area belakang kepalanya.
"Bukannya ngedo'ain temennya biar dapet jodoh cepet, malah nyindir." tutur Gibran tak terima dengan ucapan Langit. "Tapi-tapi, pacar online gue lebih banyak dari pada punya elu." bangga Gibran mengingat Followers di sosial medianya lebih banyak dirinya dibanding Langit dan juga Fajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumantara ✔
Teen FictionSeorang remaja yang bernama langit baskara, 17 tahun sudah ia hidup tanpa sosok seorang ayah. Hidup dalam dunia yang menurutnya kadang adil dan tak adil. "Kita punya masalah berbeda yang gabisa dianggap remeh, tapi mereka malah menganggap remeh masa...