Alaska menatap Langit aneh, sejak pulang dari taman. Langit hanya berbicara seperlunya saja, tidak seperti sebelumnya. "Apa gue kelamaan di toilet yah, makannya dia gitu." gumam Alaska menebak-nebak. "Tapi perasaan gue cuman sebentar deh." Alaska kembali bertanya-tanya.
Hal aneh lainnya pun terjadi, ketika Langit ingin ketoilet ia malah memanggil seorang perawat padahal disitu posisinya Alaska berada disampingnya. Tapi saat Alaska menawarinya untuk membantu Langit hanya berkata. "Gak pa-pa, abang istirahat aja." Dan terus seperti itu kala ia ingin membantu Langit.
Sampai malam menjelang, Langit tetap saja mengacuhkannya. Bahkan Nadine pun merasa aneh saat Langit terus mendiami Alaska. "Kamu berantem sama abang?" Langit menggeleng saat bertanya seperti itu, matanya tak sengaja melihat Alaska yang sedang tertidur pulas di sofa.
"Oh kirain, soalnya sejak pulang dari taman kalian terus diem-dieman." tutur Nadine.
"Engga, abang sama aku gak berantem kok. Mamah tenang aja." ujar Langit tersenyum.
"Yaudah syukur kalo gitu kamu gak berantem." kata Nadine sembari menarik selimut sampai sebatas dada Langit. "Tidur yah, istirahat biar cepet sembuh." Nadine mencium pucuk kepala Langit, setelah itu ia mematikkan lampu ruangan Langit.
Langit memejamkan matanya saat lampu itu berhasil dimatikan. Kini ruangan itu hanya dicahayai oleh lampu kota dari jendela. Beberapa menit berlalu, Langit kembali membuka matanya menatap Alaska dan Nadine yang sudah tertidur di atas sofa.
Langit menatap jendela kamarnya sendu. Ingatannya berputar kembali pada kejadian ditaman beberapa jam yang lalu, ia memejamkan matanya saat suara orang itu masih terngiang dikepala Langit. Ia kembali membuka matanya lalu beralih menatap Alaska yang tengah tertidur.
"Bang, gue cuman takut kalo omongan orang itu memang terjadi sama lo dan papah, dan itu buat gue sama mamah terluka."
~•0•~
Pagi ini Arga sedang bersiap-siap menuju rumah sakit untuk menemui Langit yang katanya hari ini akan kembali melakukan terapi setelah sebelumnya kemarin sudah dilakukan.
"Bi, makanan yang tadi saya bikin udah dimasukkin ke kotak bekal?" tanya Arga saat melihat Bi Irah.
"Sudah tuan, sudah dibawa Pa Ato juga ke mobil." jawab Bi Irah ramah.
Arga mengangguk. "Makasih bi, kalau gitu saya berangkat dulu." Setelah itu ia berlalu memasuki mobil mewahnya. Arga menatap kotak bekal yang di simpan disampingnya, membayangkan sebahagia apa nanti Langit saat tahu jika Arga memasakannya makanan.
Arga sesekali menatap ponselnya yang terus berbunyi akan notifikasi, tapi ia hiraukan begitu saja. Hari ini Arga hanya ingin menghabiskan waktu dengan Langit, dari mulai menemaninya terapi dan juga keliling. Arga sudah membayangkan hal itu dan juga sudah banyak cerita yang ia siapkan untuk Langit.
"Tuan kayaknya seneng banget, dari tadi senyum-senyum terus." ujar Pa Ato dari depan.
"Iya pa, hari ini saya mau habisin waktu sama Langit. Saya juga masakin makanan buat Langit. Makannya saya seneng." ucap Arga sedikit terkekeh.
"Wah pasti den Langit seneng papahnya dateng." ujar Pa Ato kembali.
Beberapa menit kemudian mobil yang ditumpangi Arga telah sampai dipelantaran rumah sakit. Arga tampak membungkuk sejenak pada Pa Ato, mau bagaimanapun Pa Ato lebih tua darinya tetap ia akan hormat pada yang lebih tua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumantara ✔
Teen FictionSeorang remaja yang bernama langit baskara, 17 tahun sudah ia hidup tanpa sosok seorang ayah. Hidup dalam dunia yang menurutnya kadang adil dan tak adil. "Kita punya masalah berbeda yang gabisa dianggap remeh, tapi mereka malah menganggap remeh masa...