Bab 14 Cooking

60 6 0
                                    

Ia mekangkah menapaki jalanan yang basah itu karena hujan. Guyuran hujan itu membasahi dirinya yang hanya dibaluti oleh jaket tebal berwarna hitam.

Denting ponsel itu terdengar. Pria itu menepi sejenak untuk melihat ponselnya yang mengeluarkan bunyi notifikasi.

F

Done

Senyum itu mengembang dari sudut bibirnya, menatap sederet kata yang menjadi kebahagiaannya. "Sedikit lagi semuanya jadi sempurna."

~•0•~

Makan malam itu terasa hangat. Karena di temani candaan yang dikeluarkan oleh Langit dan juga Alaska.

Langit memakan makanannya dengan lahap. Sampai ia teringat sesuatu yang harus keluarganya ketahui. "Oh iya pah, besok datengnya jam 7 beresnya sampai jam 9. Udah beres acaranya kalau papah mau pulang, pulang aja. Aku juga izin pulang telat nantinya, karena ada tournament Futsal." ucap Langit menatap seluruh keluarganya.

"Ngapain papah pulang kalau kamu aja ada pertandingan?."  kata Arga memasukkan suapannya ke dalam mulutnya. "Papah ikut aja sama kamu, biar nanti jadi pendukung terbaik." Lanjutnya membuat Langit tersenyum bahagia.

"Abang juga deh mau liat."

"Mamah juga mau liat."

Mendengar Alaska dan Nadine berucap bersamaam membuat Langit terkekeh. Ia bahagia, bahkan sangat bahagia di kelilingi keluarganya yang selalu memdukungnya.

Kini Langit paham mengapa Nadine sempat menyembunyikan ayah dan kakaknya. Karena Nadine belum siap, jika nantinya Langit akan kecewa dan meninggalkan kehangatan keluarganya.

"Makasih semua, udah selalu dukung aku."

~•0•~

Hiruk pikuk itu terjadi di sekolahan Langi. Sejak kejadian dimana ia datang membuat semua orang terus menatap mereka dengan aneh.

"Padahal dulu rumornya, istrinya selingkuh sama laki-laki lain. Jangan-jangan dia bukan asli darah daging pak Arga?"

Langit tersenyum kecut mendengar obrolan kecil orang di dekatnya yang masih saja mempertanyakan tentang dirinya. "Ternyata bukan ibu-ibu aja yang suka gosip."

Merasa risih, akhirnya Langit bangkit dan berlalu dari sana. Ia berniat pergi ke rooftop untuk menenangkan kepalanya, sesekali ia menatap jam yang melekat ditangannya.

Masih jam setengah 7. Sedangkan acara Anak&Ayah akan berlangsung sekitar 30 Menit lagi. Sesampainya di rooftop, Langit langsung membaringkan badannya di atas kursi kayu di dekat tembok pembatas.

Pikirannya mulai terbayang dengan ingatan masa lalunya. Dulu ia tak pernah hadir ketika ada acara Anak&Ayah. Karena rasa iri itu selalu ada pada dirinya, saat orang lain atau bahkan sahabatnya bisa bersenang-senang dengan ayahnya sendiri.

Langit terkekeh mengingat pertemuannya pertamanya dengan Arga. Pantas saja saat ia bertemu dengan Arga, perasaannya tak bisa di deskripsikan. Nyatanya Arga adalah ayahnya yang saat itu belum ia ketahui.

Pria itu mulai bangkit dari tidurnya dan berjalan menuju area pembatas gedung sekolahnya. Menatap hamparan gedung dan merasakan angin yang menerpa wajahnya.

Bumantara ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang