"Nyatanya, citra seseorang gak akan benar-benar kembali semula setelah orang tersebut berbuat hal yang buruk kepada kita."_Tenggara
Waktu memang bergulir tak terasa. Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari, hari berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Semua terasa seperti berjalan secepat kilat, sebetah itu kah kita di dunia?
Perasaan baru kemarin bulan Ramadhan, kok sekarang sudah berada di bulan Ramadhan lagi. Iya, hari ini tepat tanggal 21 Ramadhan. Jarum pendek jam klasik di dinding kamar Tenggara baru menunjukkan pukul 03.00 dini hari dan Tenggara sudah nampak bangun dari tidur nyenyaknya. Setelah sekitar 2 menit berdiam dan berusaha mengumpulkan nyawanya serta mengikat rambutnya yang dia biarkan tergerai saat tidur tadi malam, Tenggara segera turun dari kasur king sizenya dan mulai melangkah menuju ke kamar mandi.
Tenggara memang terbiasa dengan mandi pagi, sebenarnya sih dingin tapi kalau sudah kena tubuh mah seger kok, this is real no hoax. Selesai dengan kegiatan rutinitas pagi di kamar mandi seperti mandi dan lain-lain, Tenggara melangkah menuju ke ruangan walk in closhet untuk memilih baju yang akan dirinya pakai pagi ini.
Pilihannya jatuh pada abaya hitam dan kerudung segi empat warna cream. Selesai dengan aktivitas bersiapnya, Tenggara sedikit melirik ke jam dinding, masih pukul 03.30, ada waktu untuk dirinya melaksanakan shalat sunnah Tahajud.
Sajadah bulu berwarna navy itu dia gelarkan, setelahnya Tenggara mengangkat tangannya sambil mengucap takbiratul ihram, melaksanakan shalat sunnah Tahajud dengan berusaha khusyu.
Setelah salam kedua karena memang Tenggara melaksanakan 4 rakaat shalat sunnah Tahajud, Tenggara membuka mushaf al-Qur'an kesayangannya yang berwarna pink pastel dan mulai bertadarus."Raa, sahur.", ketukan pintu dan suara seseorang dari luar kamarnya membuat Tenggara yang tengah bertadarus berhenti. Dirinya mengakhiri kegiatan tadarusnya dan melipat mukenanya yang kemudian dia letakkan di laci tempat biasanya dia menyimpan mukena.
"Selamat pagi kesayangannya Ara.", ucap Tenggara setelah sampai di meja makan. Di sana sudah ada Ayah Fajar yang tengah menyemil keripik singkong alot serta Mamah Senja yang tengah menyiapkan menu sahur pagi ini untuk keluarga kecilnya.
"Pagi juga kesayangan kita.", jawab mereka kompak yang berhasil membuat Tenggara tersenyum lebar.
Tepat di jam 04, menit ke 05, dan detik ke 25, keluarga kecil itu mulai melaksanakan ibadah sahur.Seperti Ramadhan-Ramadhan sebelumnya, walaupun sudah duduk di kursi SMK, Tenggara tetap mengikuti kegiatan kuliah Subuh yang selalu dilaksanakan setiap bulan Ramadhan. Tidak hanya ketika Ramadhan saja, hari-hari biasa pun jika tak sibuk dan tak ada tugas sekolah, Tenggara pasti akan menyempatkan untuk mengikuti kegiatan Maghrib mengaji.
______________________________________
Madrasah kala itu lumayan penuh. Bukan hanya oleh santri dan santriwati yang selalu hadir di hari-hari biasa, tapi juga penuh oleh para santri dan santriwati yang pulang dari pondok pesantren. Sama seperti santri dan santriwati yang lainnya, Ayi juga nampak hadir di sana. Dia sudah ada sejak dua hari yang lalu, dan di dalam dua hari itu pula belum ada sama sekali satu kata pun yang terucap dari mulutnya, bahkan sekedar menyapa kepada Tenggara pun tidak.
Di tempatnya duduk yang kebetulan ada di barisan pertama dekat dinding, Tenggara menyenderkan punggungnya. Sambil menunggu kedatangan Ustadz Ramdan dan Utara yang memang selalu hadir ketika kegiatan kuliah Subuh, netra cokelat milik Tenggara menatap lurus ke depan. Tak jarang, dirinya juga selalu menoleh ke arah Ayi yang kebetulan duduk di barisan ketiga yang tengah mengobrol dengan santriwati satu ponpesnya.
"Lo bilang kita gak boleh asing Ay, nyatanya lo sendiri yang ingkar.", ucap Tenggara dalam hati. Ya, sejak dua hari yang lalu mereka memang tak terlibat obrolan sama sekali. Boro-boro mengobrol, bertegur sapa saja tidak. Tenggara yang notabenenya malas memulai menyapa dan mengajak mengobrol dan Ayi yang seperti tidak menghiraukan kehadiran Tenggara, seolah dirinya dan Tenggara tak pernah saling kenal satu sama lain membuat tak ada yang memulai obrolan di antara mereka sampai detik ini.
Senggolan pada lengan dari si pelaku di samping Tenggara membuat Tenggara yang tengah melamun sontak langsung menoleh. Alisnya dinaikkan satu seolah tanda dirinya bertanya pada seseorang yang telah menyenggol lengannya.
"Lo gak ngobrol sama sahabat lo?", tanya Sari yang sejak tadi menyadari ke mana arah pandang Tenggara.
"Bahkan gue gak tau apakah gue sama dia masih sahabatan atau nggak kak.", jawaban dari Tenggara membuat Sari mengernyitkan kedua alisnya bingung, merasa tak faham dengan apa yang dikatakan oleh Tenggara.Tenggara yang mengerti jika kakak kelasnya itu tak faham dengan apa yang dirinya ucapkan lantas kembali membuka suara.
"Maksud gue tuh, ngeliat sikap dia yang seolah gak kenal sama gue bikin gue mikir dua kali kalau kita masih sahabatan atau nggak." , lanjut Tenggara menjelaskan maksud perkataannya yang sebelumnya. Perkataan yang ke luar dari mulut Tenggara itu lumayan panjang, sukses membuat Sari melongo kaget, merasa aneh dengan Tenggara yang notabenenya selalu berkata singkat, ini dengan sepenuh hati bersedia menjelaskan panjang lebar."Ini serius lo Ra?", tanya Sari setengah tak percaya, pasalnya baru kali ini Sari mendengar Tenggara seniat itu mengeluarkan banyak kata dari mulutnya. Sempat ingin menjawab, namun suara salam dari dua orang yang berbeda usia itu membuat semua santri dan santriwati yang sudah duduk di dalam madrasah segera memfokuskan dirinya ke depan untuk memulai kegiatan kuliah Subuhnya, termasuk Tenggara. Tenggara hanya menanggapi ucapan Sari dengan deheman sebelum seluruh tubuhnya dia fokuskan menghadap ke depan, tepatnya ke tempat di mana Ustadz Ramdan tengah duduk dan bersiap untuk tadarusan.
______________________________________
Tenggara sedikit berlari menerobos gerombolan santriwati yang akan pulang ke rumah mereka masing-masing. Tenggara setengah berlari mengejar Ayi yang sudah lebih dulu ke luar dari madrasah.
Ay, lo apa kabar?", ucap Tenggara sebagai obrolan pembuka. Dirinya mesti menurunkan gengsi, mengumpulkan niat serta keberanian untuk menghampiri Ayi.Senyuman manis Tenggara dibalas dengan senyuman singkat oleh Ayi. Hanya saja, jawaban dari Ayi membuat gurat cerah di bibir Tenggara perlahan terbenam kembali.
"Baik, gue duluan, sahabat gue Isma udah nunggu.", jawab Ayi tanpa menunggu tanggapan dari Tenggara. Ayi kembali melangkah bersama seseorang yang katanya adalah sahabatnya.Tenggara tak mempermasalahkan jika Ayi yang merupakan sahabatnya itu memiliki sahabat lain selain dirinya. Hanya saja, respon Ayi seolah jika dirinya adalah orang asing. Tanggapannya seolah bahwa pertanyaan yang diajukan Tenggara sama sekali tidak penting. Entah Tenggara yang perasa atau memang wajar jika Tenggara merasa sakit hati, Tenggara merasa jika kini hubungannya dengan Ayi tak sama seperti dulu. Menurut info, Ayi sudah datang dari ponpes sejak 3 hari yang lalu, tapi dia sama sekali tidak mengabari Tenggara. Memang sudah sejauh itu kah dirinya dengan Ayi? Mana janji Ayi sebelum dirinya berangkat ke ponpes?
"Jadi, kita beneran asing Ay? Lo ingkar Ay.", monolog Tenggara sambil kakinya melangkah meninggalkan pekarangan madrasah, tepat di mana tadi dirinya menyapa Ayi yang berakhir dengan hati Tenggara yang harus mememar biru.
"Nyatanya lo gak bener-bener tobat Ay.", tak ingin terlalu memikirkan karena memang dekat dan tidaknya Ayi dengannya tak akan merubah apa-apa, Tenggara kembali bermonolog sambil kakinya terus melangkah benar-benar menjauhi pekarangan madrasah Al-Huda.
TBC
*:..。o○ ○o。..:*Jangan lupa tinggalkan jejak! Vote dan komen di tiap paragraf ・ᴗ・
![](https://img.wattpad.com/cover/357187361-288-k212447.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tenggara & Utara
Подростковая литератураApa jadinya jika Tenggara, si cewek introvert dan anti dengan yang namanya jatuh cinta berubah 180° menjadi jatuh cinta sedalam-dalamnya pada sosok Utara yang merupakan anak guru ngajinya. Sayangnya, Tenggara hanya bisa mencintai dalam diam sosok Ut...