Part 38»Fakta yang Menyakitkan

15 4 0
                                    

Seperti hari-hari sebelumnya, sejak 24 hari yang lalu Tenggara selalu bangun pukul 03.00 dini hari. Sebenarnya, itu bukanlah hal yang aneh karena di bulan-bulan biasanya juga Tenggara selalu bangun jam 03.00 dan kadang tidak tidur lagi, menunggu waktu Subuh dengan bertadarus atau mendengar kajian di HP-nya.

Tenggara bersama dengan orang tuanya sudah melaksanakan ibadah sahur sejak seperempat jam yang lalu. Kini, Tenggara sudah siap dengan gamis berwarna cream dan kerudung yang juga berwarna senada dengan gamis yang dirinya pakai. Dirinya memang sengaja belum berangkat karena berniat menunggu terlebih dahulu waktu imsak.

Biasanya, Tenggara menunggu waktu imsak dengan melanjutkan tadarusnya, tapi sepertinya berbeda dengan pagi ini. Pagi ini, entah mendapat mood dari mana, benda pipih berlogo apel digigit itu sudah ada di tangan Tenggara. Tenggara yang notabenenya malas dan jarang membuka story whatsapp dari kontaknya, mendadak pagi ini dirinya terlihat sangat anteng menonton tiap sw dari kontaknya.

Kebanyakan sw diskip oleh Tenggara. Tapi, ketika jarinya selesai men-skip entah yang ke berapa kalinya, Tenggara cukup lama di sw dengan kontak yang dinamai Kak Uta olehnya. Mata Tenggara sedikit menyipit, takut-takut apa yang dirinya lihat barusan hanya halusinasinya saja.

"Gue salah liat gak sih ini?", Tenggara mengucek matanya mencoba meyakinkan jika yang dilihatnya tidak benar. Namun, berulang kali Tenggara mengucek matanya, berulang kali pula Tenggara melihat hal yang sama dari HP di genggamannya yang menampilkan foto seorang perempuan di tata letak dengan caption Pap Malam dari si pembuat sw.

"Ini beneran, gak mimpi. Wait, jadi, Kak Uta udah taken?", monolog Tenggara bertanya pada dirinya sendiri. Mendadak hatinya serasa dihimpit oleh dua bongkah batu besar yang menjadikannya untuk mengambil nafas saja rasanya sangat sakit dan sesak. Jantungnya mendadak berdetak tak normal, bukan karena salting atau senang karena mendapat godaan, tapi karena Tenggara terlalu kaget dan tak percaya dengan apa yang dirinya lihat barusan.

Sebenarnya Tenggara ini bukanlah tipe orang yang cengeng apalagi karena suatu masalah kecil. Seberapa berat masalah yang hadir di hidupnya, Tenggara selalu berusaha baik-baik saja dan terlalu malas menjatuhkan air mata. Tapi, sepertinya di pagi ini berbeda. Karena setelah memastikan jika apa yang dilihat benar-benar nyata, tanpa sadar air mata jatuh dari pelupuk matanya, mengalir membasahi pipi tembamnya.

Tenggara tak akan sadar dan tau jika kini dirinya sudah terisak dan matanya sudah memerah akibat menangis. Ayah Fajar yang kala itu akan berangkat ke mesjid mengernyit heran dan langsung berjalan cepat menghampiri sang putri saat netranya menangkap jika putri tunggalnya itu tengah menangis namun dengan pandangan kosong menatap ke arah depan.

"Ra, Ra, kenapa? Istighfar, sadar-sadar hey.", ucapnya dengan sedikit menggoncang kedua lengan sang putri, berharap hal tersebut dapat menyadarkan Tenggara. Lamunan Tenggara buyar dan sontak Tenggara langsung menoleh ke arah sampingnya.
"Lho yah, kenapa?", tanya Tenggara setengah linglung membuat Ayah Fajar hanya mampu menggelengkan kepalanya heran.

"Justru ayah yang harusnya tanya, kamu kenapa nangis? Mana pandangan kamu kosong lagi. Kamu kenapa Ra? Kalau ada masalah cerita ya, jangan dipendem, jadikan kami sebagai orang tua sekaligus sahabat dan teman curhat buat kamu.", Ayah Fajar yang sangat tau dan peka jika putri tunggalnya itu sedang ada masalah tentu merasa khawatir.

Hembusan nafas kasar ke luar dari hidung Tenggara bertepatan dengan Tenggara yang menatap raut wajah khawatir sang ayah. Tenggara tersenyum manis, berusaha merubah raut wajahnya seolah tak terjadi apa-apa, walau pada kenyataannya, otaknya masih memutar kilas memori di mana dirinya melihat suatu fakta yang menyakitkan beberapa menit yang lalu.

"Ara gapapa kok, suer deh. Ara pamit deh, kelamaan nunggu jadi bikin Ara aneh ya kan yah?", ucap Tenggara menjawab pertanyaan ayahnya dengan berusaha meyakinkan jika dirinya baik-baik saja. Bertepatan dengan selesainya Tenggara berucap, terdengar pengumuman imsak dari speaker di masjid membuat Tenggara lantas segera pamit dan beranjak dari duduknya menuju ke madrasah tempat pelaksanaan kuliah Subuh seperti biasanya.

Tenggara & UtaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang