End»Janji yang Ditepati

31 3 0
                                    

"Maaf membuatmu menunggu. Saya hanya butuh waktu untuk memantaskan diri denganmu yang sangat sempurna itu."-Utara

"K-Kak Uta?", ucap Tenggara tergagap merasa percaya tak percaya dengan apa yang dirinya lihat sekarang. Rasanya bahagia sekaligus takut, takut jika yang dirinya lihat sekarang hanyalah ilusi semata.

Namun, ketika orang itu berjalan mendekat menuju ke tempat di mana Tenggara berdiri dan membuka suara, Tenggara percaya 100% jika yang dirinya lihat barusan nyata. Utara sudah kembali.
"Iya, ini saya Ra.", jawab Utara sambil melepas baret yang terpasang di kepalanya.

"Apa kabar Ra?", tanya Utara setelah dirinya sudah ada di hadapan Tenggara yang masih menunjukkan raut wajah keterkejutannya. Tenggara tampak gugup di tempatnya sambil meremas kuat rok plisket yang dirinya pakai.

"Kurang baik. Semenjak Kak Uta hilang tanpa kabar, setiap hari saya gak baik-baik aja.", jawab Tenggara yang membuat Utara menghembuskan nafas kasar, merasa bersalah karena telah membuat Tenggara tidak baik-baik saja.

"Maaf membuatmu menunggu. Saya hanya butuh waktu untuk memantaskan diri denganmu yang sangat sempurna itu.", ucap Utara sambil tersenyum tulus.

Respon Tenggara hanya menampilkan raut wajah biasa saja. Jujur saja Tenggara senang jika Utara kembali, tapi di satu sisi Tenggara juga kecewa pada Utara karena tak mengabarinya sama sekali.

______________________________________

Setelah pertemuan yang tak pernah disangka-sangka oleh Tenggara antara dirinya dan Utara di danau tadi, kini mereka berada di rumah minimalis milik Tenggara. Tenang, mereka mengobrol di kursi yang tersedia di depan rumah Tenggara.

Ayi dan Mayor Zayyan pun turut ikut ke rumah Tenggara karena memang mereka juga ada kaitannya dengan penjelasan yang akan disampaikan Utara pada Tenggara sekarang. Mereka terlibat dalam peristiwa menghilangnya Utara. Bukan hanya itu, mereka ikut ke rumah Utara karena memang diminta oleh Utara sendiri, takutnya jika hanya berdua akan menimbulkan fitnah nantinya.

Tak ada yang mengawali obrolan. Semenjak Tenggara membawa minuman dan cemilan dari dalam rumahnya lalu meletakkannya di atas meja yang ada di depan rumah minimalis itu, tak ada seorang pun yang berniat membuka obrolan.

"Jadi, gak ada yang mau ngejelasin nih?", tanya Tenggara sambil matanya menatap ketiga orang yang ada di hadapannya sekarang. Mayor Zayyan hendak mengeluarkan suara namun sentuhan lembut di tangannya yang berasal dari seseorang yang ada di sampingnya yaitu Ayi, membuat niat Mayor Zayyan urung. Kata-kata yang sudah di kerongkongan dan hampir ke luar harus Mayor Zayyan telan kembali tanpa jadi diucapkan.
"Biarin Kak Uta yang jelasin.", ucap Ayi sambil jempol tangannya mengusap-usap punggung tangan Mayor Zayyan.

"Maaf.", hanya satu kata yang bisa ke luar dari mulut Utara. Ekspresi wajah Utara menunjukkan raut wajah bersalah dan takut, takut jikalau Tenggara tak akan memaafkannya.

"Ara udah maafin Kak Uta, karena menurut Ara, Kak Uta gak salah. Kak Uta berhak ngelakuin apa aja yang Kak Uta pengen tanpa mesti kabarin Ara karena emang Ara bukan siapa-siapanya Kak Uta di sini---"

"Kamu siapa-siapanya saya Ra. Kamu bagian dari hidup saya.", ucap Utara memotong ucapan Tenggara karena merasa tak setuju dengan apa yang diucapkan oleh Tenggara. Menghiraukan Utara yang memotong ucapannya, Tenggara kembali melanjutkan kalimatnya yang tadi sempat terpotong dengan nada bicara yang bergetar seperti tengah menahan tangisan.

"Ara gak marah sama Kak Uta, Ara cuma kecewa aja. Kenapa setiap Kak Uta udah bikin Ara terbang setinggi angkasa, selalu dilanjut dengan Kak Uta yang ngejatuhin Ara sedalam samudera? Bukan lebay, tapi ini emang kenyataannya.", tak berniat memotong ucapan Tenggara lagi, Utara memilih menutup mulutnya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, mendengarkan semua keluh kesah Tenggara akibat dirinya.

Tenggara & UtaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang