#12 Sebuah Usaha

7 1 0
                                    

Selamat membaca

*
*

Memulai hari dengan melakukan kegiatan baik, guna mencoba sesuatu kegiatan yang memang seharusnya di jalankan. Pagi ini aku mengikuti sarapan pagi, yang biasanya aku lewatkan begitu saja. Tapi anehnya, suasana tampak biasa-biasa saja, seperti sudah menjadi kebiasaan.

"Ibu, aku mau coba ikannya," kataku, sembari menunjuk sepiring ikan yang berada di dekat tangan ibu.

Ibu melirikkan matanya, tatkala aku memintanya.

"Ambil aja sendiri!" kata ibu.

Sungguh aku tidak percaya, dengan respon ibu seperti itu.

"Nih!" kata Galen, sembari memberikan sepotong ikan kepadaku.

Aku tersenyum tipis, gua menghargai kebaikan Galen. Karena aku tahu, Galen tidak sepenuhnya membantu, melainkan ada maksud mengejek di dalamnya. Jujur, tatkala makan memang jarang ada obrolan, karena memang tidak ada yang ingin dibicarakan satu sama lain. Makan hanyalah rutinitas, sehingga tidak ada yang spesial di dalamnya.

Ini seperti mengingatkan aku, dimana ada peraturan yang tidak mengijinkan berbicara ketika sedang makan. Aku pun terdiam, saat mengingat momen itu. Diamku bukan berarti simbol kecewa, karena memang tidak ada yang bisa menebak apa isi hati seseorang.

"Jangan sedih, nih ambil punyaku juga," Galen bahkan sampai salah paham.

Kerinduanku, langsung berhenti di sini.

"Siapa juga yang sedih," kataku kesal.

"Lalu kenapa?" tanya Galen penasaran.

"Bukan apa-apa." aku pun tidak mau bercerita.

"Jangan buat aku penasaran!" jengkel Galen.

"Berhenti merengek!" hentakkan itu, berasal dari suara ibu.

Bukannya merasa kesal, aku dan Galen malah sangat senang.

"Apa kalian puas?" tanya ibu.

"Sangat!" timpal Galen, dan aku pun hanya bisa tersenyum lega.

Membuat ibu berbicara, dengan menggunakan pertengkaran antara kaka beradik. Itu adalah trik yang sering kami berdua lakukan.

"Kalau begitu cepet habisin makanan kalian, setelah itu kalian pergi sana!" sebuah kalimat perintah, yang entah kenapa kami artikan sebagai kalimat yang jahat.

Sontak kami berdua terdiam, sebab kami benar-benar tidak bisa mengerti setiap ucapan yang keluar dari mulut ibu.

"Udah semakin siang waktunya!!" kata ibu, langsung menghentikkan kesalahpahaman kami.

"Oh, aku kira aku bakal di usir dari rumah." Galen pun tampak lega.

"Syukurlah," kataku, ikut merasa lega.

Sangat sulit membuat ibu bahagia, namun sangat mudah membuat ibu murka. Yang bisa kami lakukan, hanyalah berusaha menjadi anak yang baik.

***


Hari memang sudah sangat siang, tatkala aku berangkat dengan diantar supir pribadiku. Pundi-pundi kekayaan yang aku dapatkan, selama ini aku gunakan demi memenuhi kebutuhan alih-alih keinginan. Bukan bermaksud menimbun kekayaan, hanya saja aku ingin menggunakannya dengan baik.

Sama halnya dengan kejayaan, kesuksesan karirku tidak membuat aku merasa tinggi. Karena aku percaya, di atas kekuasaan ada kekuasaan. Begitulah, fakta yang amat kejam. Mobil bermerek membawaku ke tempat dimana aku memiliki kekuasaan, tapi diatasku ada lagi yang lebih berkuasa.

BlindFoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang