#19 Batu Penghalang

3 1 0
                                    

Selamat membaca


*

*


Sebuah kekhawatiran yang tidak berarti, ketika seseorang yang di khawatirkan seperti tidak perduli. Galen pulang dengan tatapan kosong, karena tidak tahu harus mengeluarkan reaksi apa. Kesedihannya tidak berujung, sedangkan amarahnya berakhir kepada sang Jurnalis terkenal. Entah itu hal benar atau bukan, Galen baru memikirkannya sekarang

Tatkala langkah kaki Galen memasuki rumah, Galen mendapati sang ibu yang sedang duduk di ruang keluarga sembari menonton berita.

"Ibu?" panggil Galen.

Galen langsung berjalan mendekati sang ibu, yang tengah fokus mendengarkan sebuah kabar yang sedang ramai.

"Apa kamu ketemu kakakmu?" tanya ibu, seperti tahu.

"Engga, aku pergi dan pulang sendirian." Galen langsung kecewa, dan duduk di samping ibunya.

Sebuah berita yang selalu berputar tentang Andra, antara prestasi sekaligus tragedi. Menjadi seorang penguasa bukan berarti bisa menguasai semuanya, terlebih ketika menjadi seseorang yang harus bersikap adil.

"Ibu," panggil Galen, di tengah keheningan.

"Kenapa?" tanya ibu tanpa menoleh.

"Salahkah aku, jika khawatir padanya?" pertanyaan Galen sungguh mengejutkan.

"Aku terkadang mikir, untuk apa mengkhawatirkan seseorang secara berlebihan. Dunia ini sangat mengerikan, kita juga gak tahu sama apa yang bakal terjadi, tapi kita punya hak untuk memilih. Diam atau bergerak," Galen membagikan kecemasannya.

"Diam berarti kamu terluka, bergerak kamu juga bisa terluka. Gak ada yang lebih baik memang, tapi diam bisa mengghindari masalah." begitulah, pikir Galen.

"Aku cuma takut ibu!!" tapi inilah yang paling Galen takutkan.

Manik mata Galen menatap sendu ke arah ibunya, lalu di sambut dengan tatapan datar milik sang ibu. Sangat terlihat jelas, bahwa sang ibu lebih mengerti tentang ketakutan yang sesungguhnya.

"Kamu tau, rasa sakit itu juga bukan pilihan." kalimat yang ibu ucapkan, memang sangat benar.

"Itu keadaan, dan gak semua orang bisa menerimanya. Jadi, kenapa berbicara tentang pilihan, sedangkan gak semua pilihan bisa menguntungkan." jabar sang ibu.

"Kaka kamu bukan lagi menjalani pilihannya, tapi sedang menerima takdir hidupnya. Itulah yang dia lakukan," lanjut sang ibu, menyimpulkan perjalanan tentang hidup Andra.

"Maka dari itu aku benci dengan hidup ini!" tekan Galen, langsung memalingkan wajahnya.

Di balik ucapannya yang kejam, Galen berusaha menahan segala rasa ketakutan yang Galen rasakan. Di saat itu juga, ada seseorang yang tidak sengaja mendengarkan percakapan ibu dan anak itu. Andra telah pulang kerumah, ketika ada ibu dan anak sedang berbagi perasaannya.

Andra tidak mau mengganggunya, tapi obrolan itu membuat Andra tidak bisa pergi begitu saja. Ketika ada banyak orang yang perduli tentang Andra, di situlah Andra mengerti betapa berartinya setiap momen yang terjadi di hidup ini.

"Ibu juga benci!!" kata ibu tiba-tiba.

Ucapan ibu membuat Andra semakin ingin mendengarnya.

"Tapi mau gimana lagi, ibu gak punya hak untuk menghentikkannya. Maka biarkanlah, bahkan saat sakit pun dia gak akan ngeluh, tapi tetap biarkan saja. Kita hanya bisa mendukungnya, kamu juga harus mendukungnya. Maka kita jadi saling mendukung," kata ibu setelahnya.

BlindFoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang