Selamat membaca
*
*Setelah memantapkan semuanya, karena rasa sakit ini harus benar-benar berakhir. Aku mendatangi seseorang yang lebih berkuasa dariku, seorang Hakim Pengadilan. Jabatannya membuatku kesal memang, ketika hukum dapat dibeli dengan uang. Mengingat pada apa yang terjadi sebelumnya, ketika aku berusaha untuk merelakannya. Namun kini tidak lagi, aku bahkan rela menampakkan diriku kehadapannya.
Ketika beliau sendiri sedang merasa senang, tatkala tidak perlu mengelak dari perlawananku. Tapi kini aku buktikan, bahwa tidak ada yang bisa mengalahkanku selain kekuatanku sendiri. Aku duduk berhadapan langsung dengannya, sang Hakim kontroversial.
"Ekhem!!" kegugupan itu tidak terhindarkan, hingga harus minum air seteguk.
Lantas aku pun tertawa dalam diam, menyaksikannya yang sedang ketakutan.
"Alasan apalagi yang bakal kamu ucapkan?" tanyaku dingin.
"Jadi, kamu benar-benar berpikir bahwa aku melakukan semuanya karena uang? Bukan. Itu karena datamu masih kurang, itulah alasannya." bela sang Hakim.
Walaupun perbedaan usia kami sangat jauh, entah kenapa aku tidak memiliki rasa segan kepadanya.
"Jadi begitu?" ulangku.
"Ya." tekannya.
Situsi seperti ini selalu membuatku muak, hingga tidak mau terlalu lama terus berpura-pura bodoh lagi. Lantas, aku mengeluarkan sebuah bukti dimana ada selembar kertas yang diatasnya ada tanda tangan sang Hakim ini.
"Apa ini?" beliau pun tampak terkejut.
Karena mungkin tidak menyangka, hingga ingin langsung melenyapkannya. Dengan cepat tangannya hendak meraih kertas yang sedang aku geletakkan di atas meja, namun aku pun merelakannya untuk diambil olehnya. Sebuah bukti perjanjian dimana, Rafael akan terus membantu Aryan untuk lepas dari semua gugatan, dan tentu jaminannya uang serta perlakuan baik.
Aku pikir, apa itu saja cukup membeli hukum?
"Itu hanya salinannya," jelasku.
Terlihat Rafael langsung kecewa, dan masih tidak menyangka.
"Aku jadi terpikir sesuatu, apa kalian semua sungguh mengira aku bekerja dengan kepolisian? Salah. Karena aku bekerja sama dengan para Hakim, tentu saja Hakim yang tidak main Hakim sendiri." aku seperti membalikkan perkataan Hakim itu.
Uang dan Koneksi, adalah dua hal yang berbeda. Jadi itulah mengapa, aku memilih Koneksi alih-alih uang.
"Ck!" Hakim itu jadi berdecak kesal.
"Lucu sekali ya?" tanyaku.
"Jadi, apa pilihanmu? Aku gak akan lemah lembut padamu lagi," tekanku.
Pilihan yang cukup berat mungkin, hingga Hakim ini harus menimbang setiap langkah yang beliau ambil.
"Baiklah kalau begitu, ayo lakukan sesuai kemauanmu." akhirnya beliau pun setuju, tapi mungkin tidak semudah itu.
"Aku hanya minta satu syarat!" tekannya setelahnya.
Aku pun sudah menduga hal itu, memang tidak ada bantuan yang gratis, sekalipun telah membuat kesalahan yang tidak termaafkan.
"Lalu apa maumu?" tanyaku.
Sungguh, negosiasi yang konyol pada saat ini. Aku bahkan dibuat tidak berdaya, hanya karena aku tidak mau lagi ada kecurangan di dalamnya. Jikalau berbicara tentang harga, sepertinya lebih mahal adalah kejujuran dari pada kekuasaan. Ya, memang begitulah pada akhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BlindFold
AçãoPeringatan : kisah ini mengandung unsur kekerasan, juga perkataan yang buruk. Harap bijak dalam membaca. *Blindfold* Aku menutup mata untuk melihat Andra Aileen, seseorang yang sedang berjuang untuk mendapatkan kehidupan yang adil dan jujur. Dengan...