#23 Rasa Kekhawatiran

10 1 0
                                    

Selamat membaca

*
*

Semengerikan apapun sebuah permainan, akan lebih menyakitkan jika melibatkan orang tersayang. Ketika mulutnya hanya terdiam, dengan pikiran yang semakin tenggelam. Ini baru terlihat sangat tampak, ketika permainan baru saja di mulai. Ketika langkah kaki sudah berusaha pelan, agar teliti dalam mencari solusi, namun hari ini mungkin tidak bisa dihindari, apalagi menghilangkan rasa sakit yang tidak bisa dipungkiri.

Manik mata yang selalu bisa melihat ini, terkadang membuat aku ingin menutup sejenak. Hati yang mudah rapuh tidak bisa berpura-pura kokoh, ketika rasa sakit berasal pada diriku sendiri. Kecanggungan yang kerap terjadi, antara rasa kebingungan yang tiada henti, atau rasa kasihan yang selalu dirasakan. Ketika tidak ada kebersamaan yang diiringi canda dan tawa. Wajar jika kecewa, namun aku tidak ingin berhenti di sini.

Tidak ada pengertian, setelah berdebat perihal perbedaan pandangan. Aku membiarkan Galen keluar dari kamarku dengan perasaan marah, lalu setelahnya aku merasa resah. Kaki ini tidak bisa melangkah, dan hanya bisa memandanginya dari celah pintu yang terbuka.

"Sebegitu pentingkah aku?" batinku, berpikir begitu.

Dalam waktu yang bersamaan, aku membuat seorang ibu dan anak ini tidak tenang. Ibu duduk termenung di tepi ranjang miliknya, dengan tatapan kosong yang mengarah ke depan.

"Sungguh! Ini situasi yang sangat aku benci!!" tekanku kesal.

"Bagaimana jika nanti aku bisa melukai hati seorang ibu lagi? Bukan. Mungkin hatinya telah hancur sekarang!!" pikiranku terus berkecambuk.

"Atau bahkan, sejak saat itu hatinya sudah tidak berperasaan. Lalu aku harus gimana? Ketika aku tahu apa resikonya." aku sungguh tidak bisa berpikir lagi.

"Tapi aku gak bisa kabur lagi bukan?" inilah alasan yang sangat tepat.

Sesuatu yang telah aku siapkan, tentu harus aku hadapi dengan penuh percaya diri. Semua akan baik-baik saja, dan aku meyakini hal itu.

Dret!!!

Bunyi ponsel bergetar, dan itu membuat aku gemetar. Hingga aku langsung berlari pergi, agar tidak ketahuan karena sedang mengawasi diam-diam. Tapi, jika sudah berapa kali melihat momen ini, tentu seorang ibu akan melihat. Ketika anaknya sedang melempar kasih sayang, atau bahkan sedang dalam pertengkaran. Ibu menolehkan kepala sejenak, melihat bayangan hitam yang cepat menghilang.

Kali ini senyuman terlukis tipis, entah berarti apa karena hatinya ingin sekali menangis. Bayangan yang kabur berlari keluar rumah, sembari mengumpat diri karena tidak berhati-hati.

"Perasaan udah aku matiin notif pesannya!" kataku kesal, namun aku juga penasaran.

Aku lantas membuka pesan yang dikirim oleh seseorang. Entah dari siapa, namun yang pasti dari seseorang yang dirinya sedang terancam.

"Sialan!!" umpatku, langsung berlari pergi.

Kepergianku yang diiringi perasaan marah, dilihat oleh hati seorang ibu yang sedang terluka. Tapi tidak ada yang bisa dihentikkan, ketika berbicara perihal hidup seseorang. Pesan itu seperti ancaman, yang tentu tidak bisa aku hindarkan. Aku pun lantas berlari kencang, menuju tempat kendaraanku terparkir. Lalu aku kemudikan dengan kencang, menuju tempat seseorang.

Hidup yang bukan hanya tentang diri sendiri, di saat ada banyak campur tangan orang lain. Kelicikan ini membawaku ke tempat yang belum sempat aku masuki, dan kini aku harus masuk ke dalamnya. Tapi sebelum itu, aku meyakinkan diriku sejenak. Waktu yang telah ditentukan, harus sesuai jadwal. Pada saat ini, menunggu adalah kewajiban.

Ketika sudah waktunya, aku langsung berlari masuk ke dalam. Ketika jam telah menunjukkan, pukul setengah sepuluh malam.

Krek!!

BlindFoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang