#7 Jalan Keluar

5 1 0
                                    

selamat membaca

*
*

Begitulah caraku mengincar lawan, dengan mencari kelemahan yang bisa langsung menjatuhkannya. Akhir-akhir ini, orang hanya tertuju pada reputasi. Dengan menghalalkan segala acara, agar namanya baik di mata semua orang. Tapi, jujur itu sangat menjijikan, karena adanya kecurangan perihal penilaian seseorang.

Dan ya, tujuannya terlihat sangat jelas. Bahwa, ada keinginan di mana seseorang itu mengakui kekuasaannya. Tentu hal itu tidak bisa dibuka secara cuma-cuma, sehingga aku menahan untuk tidak membukanya. Tapi untuk seseorang yang tahu hal itu juga, tidak bisa menerima bagaimana caraku bertindak.

Tatkala baru selangkah kaki melangkah keluar dari gedung persidangan, aku langsung di serbu banyak pertanyaan. Semua orang tertuju padaku, dengan mikropon serta kamera yang mengarah kepadaku. Dari banyaknya sambutan, tatapan seseorang yang berada di belakanglah yang paling menarik perhatianku.

Mungkin dia memiliki banyak pertanyaan untukku, dan aku pun juga. Seperti, "haruskah kamu bersikap terus terang seperti ini?"

"Pak Andra, bagaimana pendapat bapak pribadi perihal kasus ini?" tanya seseorang.

"Apa anda puas dengan hasilnya?" tanya yang lain.

"Lalu bagaimana langkah anda selanjutnya pak?" tanyanya.

"Pak, tolong jawab!!" semua orang lantas memohon, karena aku tidak kunjung berbicara.

Setelah larut dalam pikiran, aku lantas mengangkat tangan. Hal itu aku lakukan, untuk membuat semua orang diam. Karena disinilah, aku bintang utamanya.

"Sudah aku bilang kan, aku lebih suka dengan kejutan. Menjadi seseorang yang gak bisa ditebak, itulah mottoku." begitulah prinsip.

"Jadi, alih-alih berbicara saja, lebih baik kita tunjukkan. Bahwa, gak ada yang berkuasa di sini selain nama jabatan. Itulah yang harus dijadikan prinsip," dan itu yang diharapkan olehku.

Tidak banyak kata, lebih banyak memberi aksi, begitulah aku. Tidak suka bertele-tele, apalagi mengotori tangan sendiri.

"Kalai begitu, saya ijin pergi." aku lantas membelah kerumunan.

Banyaknya wartawan, membuat aku sedikit kesulitan hingga tidak bisa fokus. Untunglah para polisi sigap mengawal, hingga aku berhasil keluar dari kerumunan, lalu berdiri tepat di mana seorang wanita sedang memandangiku dari kejauhan. Namun sepertinya aku sangat telat, karena wanita itu sudah tidak ada lagi di tempatnya.

Sang Jurnalis ternama itu, sudah pergi jauh hingga aku hanya bisa memandangi punggungnya saja. Karena posisi masih berdiam diri di tempat, membuat wartawan masih mengerumuniku, untunglah mobilku segera datang, lalu pintu pun terbuka. Dan ya, aku hampir lupa, aku membawa seseorang bersamaku.

"Cepet naik!!" perintah Galen, karena aku sempat mematung bingung.

Aku lantas masuk ke dalam mobil, lalu duduk di sebelah Galen. Tidak lupa, aku memusatkan perhatianku padanya.

"Kenapa?" tanya Galen sedikit ngegas.

"Aku punya sesuatu yang aku mau tanyain ke aku!" kataku penuh penekanan.

"Silahkan," Galen menerimanya tanpa adanya penolakan.

"Tapi sebelum itu, kita harus menghadap ibu lebih dulu!" tegas Galen setelahnya.

"Kenapa? Ada terjadi sesuatu pada ibu?" aku seketika panik.

"Aku gak tau, maka dari itu kita harus cari tahu bersama." begitu, pikir Galen.

Aku seketika langsung gusar, dan merasa ada yang janggal. Ya, Galen bukanlah tipe anak penurut, jadi wajar jika aku tidak bisa langsung percaya padanya.

BlindFoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang