#9 Aku Juga Manusia

10 1 0
                                    

Selamat membaca

*
*

Siapapun dirimu, itu dapat dilihat dari lingkunganmu. Apapun yang kamu ucapkan, akan selalu benar di hadapan mereka yang menyukaimu. Tapi prinsipmu, menandakan bahwa kamu adalah seseorang yang tegas. Begitulah yang Naira yakini dalam hidupnya. Sehingga, seberat apapun yang dialami Naira tidak membuatnya merasa gentar.

Dengan penuh percaya diri, kaki jenjang Naira melangkah masuk, membawanya ke dalam perusahaan yang telah membesarkan namanya. Tentu, itu adalah hasil kerja keras dari Naira Aileen. Sehingga Naira merasa berani dan berhak, menyuarakan pendapatnya.

Tapi jika berbicara tentang rasa hormat, Naira sama sekali tidak mau ambil pusing terhadap atasannya. Langkah kaki Naira semakin yakin, tatkala beberapa langkah lagi kaki Naira tiba di ruangannya. Pintu ruangan yang tiba-tiba terbuka, membuat Naira kalang kabut dan hendak bersembunyi.

"Yak!! Naira. Jangan kabur!" hentinya dengan cepat.

Seseorang yang baru saja keluar dari ruangan Naira adalah Edgar, sang pimpinan redaksi di balik catatan milik Naira. Saat itu juga Naira tidak bisa menghindar, sehingga Naira membiarkan ruangannya dikuasai oleh atasannya.

"Aku sama sekali gak mengira kalau kamu bakalan nekat muncul di publik seperti itu," terlihat Edgar sungguh tidak mengerti.

"Bukannya aku udah bilang?" ulang Naira, pada ucapannya tempo hari.

"Maka dari itu aku bilang, siapa yang akan mengira. Yak! Naira!! Apa kamu sadar dengan apa yang telah kamu lakukan?" amarah Edgar memuncak.

"Aku cuma mengikuti ucapanmu, bahwa aku akan melakukan apa yang harus aku lakukan!" tegas Naira.

"Jadi, kamu ngelakuin itu berdasar pada kalimat itu?" terang Edgar.

"Em, aku merasa harus ngelakuin itu. Karena itu kayak salah satu bentuk dukunganku dalam menyejahterakan karyawan," jelas Naira.

"Oh Naira!! Sejak kapan kamu bisa sebodoh ini!!" Edgar sepertinya langsung sakit kepala karena tindakan Naira.

Edgar menyenderkan kepalanya, pada kursi yang posisinya tidak bisa di ubah. Sedangkan Naira malah tersenyum puas, karena berhasil mengelabui atasannya itu.

"Bentar!!" henti Edgar, merubah posisi duduknya.

Kini Egdar meluruskan duduknya, dengan tatapan tajam yang mengarah kepada Naira.

"Kamu gak sebodoh itu Naira. Mana ada seorang mahasiswa lulusan terbaik di univeritasnya, buruk dalam memahami ucapan." itulah tentang Naira yang selalu Edgar ingat.

"Kamu- kamu gak sengaja kan?" tuduh Edgar.

"Engga," elak Naira cepat.

Namun tagapan tajam pak Edgar, membuat Naira merasa sangat tersudut.

"Kamu pikir, aku gak punya kerjaan lain apah? Tapi walau aku ini lulusan terbaik di universitasku, bukan berarti aku ini sangat sempurna." jelas Naira.

"Aku juga manusia!" tegas Naira, penuh penekanan.

Terlihat Edgar semakin tampak gusar, dengan tidak bisa berkata-kata lagi. Di saat seperti ini, yang dibutuhkan Edgar hanyalah ketenangan yang sangat sulit Edgar dapatkan. Tapi, dari pada terus berlama-lama berdebat dengan Naira, membuat Edgar semakin sulit atau bahkan tidak akan mendapatkan ketenangan.

Edgar lantas bangkit dari duduknya, diikuti Naira yang ikut bangkit berdiri.

"Jangan antar aku!" larang Edgar, yang dijawab gelengan kepala Naira.

Edgar lantas berjalan keluar dari ruangan Naira, tanpa di antar atau bahkan dilirik sedikit pun oleh Naira. Saat suara pintu tertutup terdengar, Naira bisa mengeluarkan suara tawa yang sedari tadi Naira tahan.

BlindFoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang