#38 Tembok Pertahanan

5 1 0
                                    

Selamat membaca

*
*

Setelah menampakkan diri di hadapan banyak orang, tentu akan ada banyak pertanyaan yang datang, namun aku abaikan semuanya. Karena yang terpenting proses persidangan akan tetap berjalan, dengan mengagendakan banyak persoalan yang selama ini belum selesai. Kembali kepada titik awal, dimana aku ditahan tanpa adanya pertimbangan, aku pun mengulangnya dari momen itu.

Tempat dimana ada pertanyaan, perihal apa yang dilakukan, serta apa yang akan menjadi taruhannya. Aku dipenjara selama beberapa bulan, tanpa adanya perlakuan yang baik, itulah mengapa aku merasa dendam. Tapi, kupikir aku tidak sekejam itu. Sebab, untuk apa aku berada di sini lagi? Duduk bersandar di ruang tunggu kepolisian dengan satu kaki yang diangkat.

Berada di tempat yang sama terkadang memang memgingatkan aku pada masa yang kelam. Namun entah kenapa, aku malah merasa kasihan. Mungkin karena hal itu tidak benar.

"Kamu boleh pergi," terdengar suara dari balik tembok.

Kaki kiriku yang sebelumnya aku taikkan kiri aku turunkan, diikuti dengan tubuhku yang sedikit merunduk. Aku seperti menyiapkan diri sebelum bertemu. Hingga manik sudut mata kiriku, melihat ada dua kaki mungil berdiri di sebelahku. Setelah melirik sekilas aku lantas berdiri, lalu menghadapkan tubuhku pada sang pemilik kaki.

Bruk!!

Pukulan mungilnya menyentuh bahuku, di saat aku belum sanggup menatap penuh wajahnya. Hanya hembusan nafas yang dapat terdengar, dengan amarah yang dapat aku rasakan. Lalu setelahnya aku mendengar suara tangisan, membuat aku berani meluruskan pandangan.

"Kenapa kamu jahat sekali..." entah ini kalimat jahat keberapa yang aku dengar.

Jika biasanya aku malah senang, kini aku hanya bisa menatapnya datar.

"Kenapa kamu lakuin ini kepadaku!!!" pukulan demi pukulan terus dilayangkan.

Rasanya tidak sakit memang, namun entah kenapa hatiku merasa sakit. Mungkin caraku kejam, lantas aku menjadi orang jahat di mata semua orang, padahal yang aku lakukan hanyalah menegakkan keadilan. Dalan artian, aku tidak semena-mena dalam memilih lawan, jikalau bukan memang orang itu yang mulai duluan. Tapi kini aku dibuat luluh seketika.

Pukulan itu berubah menjadi tarikan, tatkala pertahanannya runtuh dilanda kesedihan. Qiara menarik kencang bajuku, diikuti dirinya yang mulai rapuh, tanpa sadar tanganku menahannya, lantas aku pun menariknya ke dalam pelukanku. Ruang sunyi ini, menarik kami kedalam hancur leburnya perasaan hati. Tanpa aku sadari, aku terlalu menaruh banyak empati di dalamnya.

Entah berarti apa rasa ini, namun yang paling terasa hanyalah rasa sepi tatkala harus menahan rasa sakit sendiri.

***

Ibarat tembok yang telah berdiri kokoh, seketika runtuh hanya kuatnya perjuangan seseorang. Ketika sebuah masa bisa menyatukan, dengan menyingkirkan segala perasaan marah, sebab hati ini sudah mulai goyah, dengan kuatnya rasa kasih sayang yang telah diberikan. Ketidakmampuan akan melindungi terkadang membuat Naira kesal, bermula dari dirinya yang hanya selalu menghindar.

Namun sialnya, tatkala Naira ingin bergerak sendiri selalu tidak bisa, sebab selalu ada saja orang yang selalu melindungi. Terlihat, bagaimana masalah ini berlalu, hingga Naira dan adiknya harus rela berjauhan untuk sementara waktu. Di situlah peran Aksa sangat penting, karena selalu ada untuk Naira, melainkan Andra yang bukan lain Nalendra Aileen.

Naira tampak lusuh, di lorong perusahaan Eunola. Seseorang berlari karena mengkhawatirkan kondisi Naira, bukan seseorang yang dinantinya memang, karena di saat ini situasinya sedang tidak memungkinkan.

BlindFoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang