Happy Reading!
"Apa kondisi ayah sudah baik - baik saja?" Ariana masih ingat jika ayahnya masih terlihat kurang sehat saat ia memilih untuk melarikan diri. Perasaaan bersalah karena harus meninggalkan duke begitu saja membuat Aiana selalu khawatir.
"Dia masih perlu memulihkan energinya. Namun, sejauh ini peningkatannya sudah sangat baik. Dia sudah bisa berjalan, dan beraktifitas walaupun tubuhnya masih mudah lelah."
"Apa kau tahu, sebenarnya penyakit apa yang ayah derita? Seingatku dia tidak pernah sakit seperti ini secara tiba - tiba."
"Entahlah, dokter hanya berkata jika ia sangat kelelahan sehingga kondisinya menjadi sangat lemah secara signifikan."
"Bukankah itu sangat tidak masuk akal untuk orang yang terlatih dengan tubuh bugar yang selalu berlatih pedang seperti orang gila."
"Kau mengatai ayahmu sendiri gila?" Ariana mengedikkan bahunya tak peduli.
"Setidaknya itu kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana ia berlatih setiap hari. "
"Ya, aku pernah mencoba mengikuti cara berlatihnya. Bukan semakin mahir aku justru semakin muak dengan pedang."
"Lihat! Hanya ayah yang tidak pernah mengeluh jika ia harus mengangkat pedangnya. Tapi apa dia akan baik - baik saja jika dia tau kita tidak pulang ke rumah?"
"Seharusnya dia tidak mengetahuinya. Bukankah kau sudah dengar tadi jika perputaran waktu di kuil ini membuat perbedaan waktu di antara kedua dunia berbeda. Seharusnya bukankah di luar sana waktu berjalan lebih lama."
"Apa berlatih pedang membuat otakmu tidak berfungsi? Tentu aja di luar akan lebih cepat. Seingatku beberapa menit saja di kuil ini sama dengan beberapa jam di dunai asli.
"Benarkah? jika begini, menurutmu butuh berapa lama sampai ayah mendatangi kuil?"
***
Suara hantaman pintu yang sangat keras menggema di seluruh kuil membuat semua orang di dalam kuil pasti terkejut. Duke Arnold menendang pintu kuil sekuat tenaga dengan kakinya.
"Keluar kalian para penyihir sialan!"
Polo keluar nyaris berlari menghampiri duke berharap lelaki itu tidak menghancurkan bagian dalam kuil, "Sudah lama kita tidak bertemu duke, mungkin sekitar belasan tahun lalu di duniamu."
"Hentikan basa - basimu, dimana anak - anakku?" Langkah Duke yang lebar saat mendekati Polo tidak membuatnya ketakutan.
"Sepertinya tuan duke tidak memiliki banyak waktu. Tapi saya bersedia meluangkan waktu untuk berbicara dengan anda. Satu hal yang perlu anda tahu, bukankah anda juga tahu jika mereka datang bukan karena para penyihir di sini melainkan karena keinginan mereka sendiri."
"Kau mencoba mengancamku?!"
"Saya tidak akan mungkin berani mengancam panglima kekaisaran yang berhasil menghilangkan penyihir dari benua dan sejarah benua ini bahkan mengurung mereka di tempat ini."
"Jika kau masih ingin hidup, katakan dimana anak - anakku?!" Pedang tajamnya kini sudah berada tepat di depan wajah Polo.
"Bukankah anda yang paling tahu, bahwa saya tidak bisa menahan mereka di tempat ini. Dengan garis keturunan yang mereka dapatkan, mereka bisa dengan mudah keluar masuk tempat ini tanpa masalah."
"Rupanya kau benar - benar ingin merasakan pedangku seperti pendahulumu." Duke sudah mengangkat pedangnya siap menebas dada Polo.
"Ayah!" Suara Ariana memuat Duke berhenti dan menghampiri anak perempuannya itu.
"Tidak apa - apa, sekarang semuanya baik - baik saja. Kau tidak perlu hawatir." Duke memeluk Ariana erat dan menempuk punggungnya lembut. Anehnya Ariana merasa perkataan itu ditujukan bukan untuk Ariana, melainkan untuk dirinya sendiri.
"Karena anda sudah menemukan kedua anak anda, seertinya anda juga bisa menjelaskan pada mereka apa yang terjadi di kuil ini dan para penyihir di dalamnya."
"Kau?!" Wajah penuh kemarahan Duke berusaha memperingatkan Polo yang hanya di balas Polo dengan sikap sopan.
"Mereka pasti memiliki banyak pertanyaan mengapa hanya mereka dan keturunan raja saja yang bisa keluar masuk kuil ini."
"KAU!" Dengan dua langkah besarnya Duke melempar pedangnya menuju Polo yang tidak berniat untuk menghindar.
"A--Ayah."
"ARIANA!" Pedang yang seharusnya mengenai Polo berakhir mengenai Ariana yang berusaha melindungi Polo. Sayangnya pedang itu kini menghunus perutnya yang membuatnya mengeluuarkan banyak darah, bahkan mebuatnya terbatuk dengar rasa sakit yang tidak pernah bisa ia gambarkan.
Dalam seketika, tubuhnya ambruk terduduk. Polo segera menahan Ariana, disusul William dan Duke Arnold.
"Penyihir! Panggilkan aku penyihir penyembuh sekarang!" Beberapa penyihir terlihat ragu untuk mendekat.
"Jangan! Jangan lakukan apapun! Ariana tunggu sampai kau benar - benar tidak sanggup dan ucapkan permintaanmu."
"Kau gila! Dia sekarat!" Mata Ariana mulai kehilangan kesadarannya.
"Ariana ucapkan!! Ini satu - satnya kesempatanmu untuk kembali!" Polo terus berteriak berharap Arana mendengarnya.
Bersambung...
Hai..
Masih nungguin kan? Rencananya aku akan usahain untuk minimal update 1 kali seminggu.
Jadi karena ceritanya mulai menuju akhir, bentar lagi tamat!!
Semoga kalian belum bosan, tunggu kelanjutannya ya!

KAMU SEDANG MEMBACA
SURVIVE
RomanceWARNINNG KONTEN + MENGANDUNG ADEGAN DAN BAHASA DENGAN UNSUR 18+ YANG MERASA DI BAWAH UMUR JANGAN BACA. BIJAK YA. Aryana yang masuk dalam cerita buku yang baru saja dibacanya harus berperan sebagai Ariana Asteria Cronvess. Tokoh antogonis yang hidup...